01

4.2K 464 61
                                    

Akibat terpergok nya Arya saat menguntit, kini dirinya tak bisa pulang dari apartemen Sastra. Bahkan ini sudah menjelang malam, Arya perlu pulang dan makan. Ia tak bisa meramal jika perutnya keroncongan.

"Senior, kapan saya boleh pulang?"

"Setelah ku ijinkan."

Arya menghela nafas, sedari tadi yang ia lakukan hanyalah diam dan memperhatikan senior yang sedang mengotak-atik komputernya.

"Bagaimana caramu meramal seseorang, Arya?"

Ditanya begitu, Arya menjadi semangat kembali. Ia lupa soal perutnya yang keroncongan dan dengan buru buru mendekat kearah Sastra.

Dengan seksama Arya memegang tangan Sastra dan memperhatikan garis tangan senior nya itu.

"Lihat ini... garis tangan manusia itu berbeda-beda. Makannya takdir kita pun berbeda."

Arya nyengir penuh percaya diri dan mulai menelisik lagi sang senior. Kali ini bukan di telapak tangan, tapi di area wajah Sastra. Membuat mereka saling menatap cukup lama.

"Garis rahang senior tegas, mata tajam juga alis yang lebat. Senior tipe orang yang bisa memimpin loh..."

Sastra masih memasang wajah datar hingga Arya semakin mendekat dan mengendus bau Sastra. Kemudian ia berpose berfikir dengan waktu yang cukup lama. Membuat Sastra cukup jengah..

"Senior memancarkan bau maskulin tapi aura nya suram sekali. Itu pasti karena senior di tempelin-!"

Arya dengan tak tahu malu nya mulai mengelilingi kamar Sastra, mulai membuka jendela padahal udara sudah dingin, tak tahu sopan santun dan malah membuka setiap laci dan lemari pakaian milik Sastra. Sedikitnya membuat Sastra jengkel namun juga penasaran.

"Apa yang kau lakukan?"

Arya kembali lagi ke hadapan Sastra, menepuk bahunya tiga kali dan memejamkan mata. Tak cukup disitu, mulutnya mulai berkomat kamit dengan tangan yang saling ditautkan. Seperti seorang pastor yang sedang berdoa.

"Wahai roh yang jahat, pergilah dan jangan menempel lagi kepada Senior Sastra ini. Pergilah ke tempat yang jauh dan jangan kembali lagi."

Siapapun yang melihat Arya saat ini pasti tertawa terbahak-bahak. Termasuk Sastra, ia yang jarang tersenyum pun mampu tergelak tawa saat melihat Arya.

Arya membuka matanya dan mendekat menelisik Sastra. Alisnya mulai mengernyit bingung karena aura Sastra tetap tak berubah.

"Hm.. aneh."

Sastra cukup terhibur dengan apa yang Arya lakukan. Sayangnya prasangka Arya itu sangat salah dengan apa yang terjadi padanya. Sastra bukan orang yang sedang ditempeli hantu, tepatnya tengah di tempeli beban masalah.

Kini dalam pikirian Sastra, mengerjai sosok Arya dan memanfaatkan kebodohan nya itu terdengar cukup menyenangkan.

"Aku tak merasakan apapun."

Sastra bangkit dan mendorong Arya secara tiba-tiba hingga mereka jatuh keatas ranjang. Arya yang bodoh akan situasi malah hanya memperhatikan seniornya itu.

"Kau mau membantuku?"

Dalam pandangan Arya, Sastra yang kini tengah memohon dengan mata sayu nya seolah berkata 'Aku lelah ditempeli terus, tolong usir mereka'. Maka dengan bodoh nya Arya mengangguk dan mulai memejamkan mata untuk memanjatkan doa.

Sayangnya tindakan itu nampak seperti kepasrahan di mata Sastra. Mereka berdua yang sama sama salah paham tetap berada diposisi itu untuk waktu yang cukup lama. Hingga sampai lah Arya merasakan sesuatu yang kurang beres. Lehernya dikecup dan dijilat-!

Prasangka AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang