03

3.4K 405 10
                                    

Arya pulang dengan selamat, meski harus berjalan dengan tertatih karena pinggul dan hole nya yang masih sakit.

Buru buru ia pergi ke kebun kecil di belakang kos nya dan memetik berbagai rempah dan juga bunga. Ia rebus mereka lalu mencampurnya dengan air dingin.. tak lama dari itu Arya menanggalkan semua pakaiannya dan berendam di sebuah bak besar berisi ramuan tadi. Maklum saja, di kamar kos tidak ada bath up jadi Arya si tukang alternatif memilih bak besar untuk dijadikan tempat berendam.

Arya bersiul dan menepuk nepuk air hangat itu. Ia menghembuskan nafas dengan teratur lalu mulai memejamkan mata. Rasa nyaman hinggap dan menghilangkan seluruh rasa sakit juga pegal pada tubuh Arya.

Arya itu sudah bertemu dengan banyak orang dalam hidupnya. Ia paham jika sifat manusia itu berbeda beda dan begitu unik. Tapi ia tak menyangka saja jika harus berurusan dengan senior seperti Sastra. Apalagi ia yang memulai duluan dengan menguntit.

Rumor, gosip miring serta pergibahan tentang Sastra kini terngiang jelas dalam otak Arya. Membuat sinyal tak kasat mata bahwa Sastra adalah sosok yang patut ia waspadai.

Tapi... Anehnya, meski Arya sudah diperlakukan tak senonoh seperti kemarin pun ia tak menyesali nya sama sekali. Namun tetap saja ia malu setengah mati, mereka yang tak memiliki hubungan apapun dan dipertemukan dengan cara aneh bisa bisanya saling bercinta semalaman penuh.

Rasanya melihat wajah pulas Sastra, juga perubahan kondisi senior nya yang menjadi lebih baik itu membuat Arya cukup senang.

"Aargh tak usah dipikirkan lah."

Dari pada malu sendiri, Arya memilih menyudahi acara berendam nya dan bersiap untuk pergi mencari makan.

"Aduh sakit."

Arya tak bisa memakai celana berbahan jeans, maka ia putuskan untuk mengganti style nya. Dari yang biasa biasa saja, kini menjadi sedikit lebih kekanakan. Sebuah kaos panjang untuk menutupi bekas kiss mark dan bite mark juga celana bahan pendek selutut.

"Sekarang gue tau kenapa si Fino suka pake baju kayak gini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekarang gue tau kenapa si Fino suka pake baju kayak gini."

Arya menghentikan acara bercerminnya dan mulai berangkat untuk kuliah. Ada matkul di jadwal siang tapi Arya suka bosan jika harus berdiam diri di kos nya. Jadi ia putuskan untuk jalan-jalan dulu. Uang pemberian Sastra cukup untuk ia gunakan jajan selama 3 hari penuh.

"Pertama mari kita makan."

Arya mampir ke sebuah rumah makan langganan nya, memesan sepiring nasi serta lauk pauk yang sedikit mewah untuk kali ini. Sekali lagi... karena uang pemberian Sastra.

Arya makan dengan lahap sambil memperhatikan sekitar. Suasana rumah makan yang melokal sungguh Arya sukai. Ia tak merasa kesepian jika ramai seperti ini dan makannya jadi terasa lebih enak.

"Aduh.. punggung gue pegel terus padahal gak kerja berat. Tidur pun gak nyenyak sialan."

Kuping Arya yang begitu tajam kini mendengarkan percakapan tersebut. Ia menggeser tempat duduk nya lalu menyimak dengan seksama.

Kalau yang seperti ini sih mudah sekali bagi Arya. Ia tersenyum licik lalu mulai menyela pembicaraan dua orang pemuda itu.

"Hey. Ku rasa kau ketempelan."

Kedua pemuda tadi hanya mengernyit bingung saat Arya dengan tak tahu malu nya menyela pembicaraan mereka.

"Lo anak indigo?"

Arya terkekeh lalu mengangguk pelan. Ia semakin mendekatkan tubuhnya kepada seorang diantara mereka yang diduga sedang ketempelan.

"Bisa dibilang begitu. Aura mu itu lemah tau, biasanya arwah tak tentu arah bakalan suka yang kayak lo."

Pemuda tadi nampak terkejut tapi setelah nya tertawa cukup aneh. Mungkin berusaha menyangkal pembicaraan Arya tadi.

"Jangan bercanda kau."

"Aku serius. Kalau gak percaya, lo simpan aja kopi pahit tanpa gula dibawah kasur lo pas mau tidur. Kalau kopi nya berkurang, berarti lo lagi gak sendirian."

Setelah menjelaskan begitu, Arya kembali fokus makan dan mengunyah dengan penuh ekspresi nikmat. Mengabaikan si pemuda tadi yang terdiam, mungkin tertarik untuk melakukan apa yang Arya suruh.

"Kalau beneran berkurang kopinya, gue harus gimana?"

Nah.. pertanyaan itu lah yang Arya tunggu tunggu. Ia menegak air teh yang di sediakan rumah makan ini lalu mengelap sisa air di mulutnya. Tatapan nya mulai serius lalu tangan cerah nan indahnya menadah kearah si pemuda.

"Tuan.. semua itu tak gratis."

Dua pemuda tadi nampak kesal dengan Arya. Tapi bodohnya juga termakan dengan akal nya Arya. Si pemuda merogoh saku celananya dan memberi Arya uang selembaran berwarna hijau. Setidaknya itu cukup untuk membayar sepiring menu yang Arya makan.

Seketika wajah Arya sumringah dan kembali menatap serius si pemuda, tentu setelah mengantongi uang nya.

"Mudah saja, kalau sudah terbukti kau di tempeli...pergi ke tempat terakhir kali kau bepergian, berdoa di sepanjang jalan dan bilang kau bukan lah siapa siapa. Lalu simpan ini di pinggir tempat itu."

Arya merogoh kantong nya dan memberikan jimat buatannya. Isinya hanya sebuah rempah dan bunga bungaan. Tapi benda itu yang disukai makhluk halus.. setidaknya itu yang Arya baca dalam buku miliknya.

"Weh.. bener juga. Lo lusa lalu pergi ke pura di deket hutan kan?"

Arya tersenyum bangga lalu bangkit dan pergi setelah makanannya habis. Ia berjalan menuju kampus dan terus tersenyum senang disepanjang jalan. Seperti orang bodoh..

Tapi begitu lah Arya, ketika sudah memecahkan kasus seperti itu ia akan senang. Entah karena apa tapi ia cukup menikmati hal seperti itu. Benar-benar aneh bukan.






-

-

-

Tak tahu saja jika senyuman nya itu diperhatikan Sastra. Mungkin namanya takdir, ketika Arya keluar dari rumah makan dengan wajah sumringah.. diseberang jalan Sastra tengah memoto copy beberapa dokumen untuk kuliah nya.

Tentu saja setelah selesai Sastra langsung mengikuti langkah Arya. Entah lah, kaki nya bergerak sendiri untuk mengikuti Arya. Membuat keadaan mereka berdua terbalik, menjadi Sastra yang menguntit Arya.

Melihat anak itu berjalan dengan langkah yang yakin, juga wajah nya yang sumringah meski seperti orang bodoh. Membuat Sastra tenang dan keresahannya hilang karena Arya nampak baik-baik saja.

"Ciee...senior nguntit nih?"

Sampai Sastra tersentak kaget ketika sampai di persimpangan. Arya yang ia pikir tak menyadari keberadaannya itu tengah berdiri di anak tangga dan menatapnya penuh intimidasi.

Ya.. keadaannya benar benar terbalik dari yang terjadi kemarin. Dan itu membuat Sastra tertawa cukup senang.

"Pd sekali kamu."

Sastra tersenyum lalu mendekat kearah Arya. Ia celingukan memperhatikan tangga kampus yang sepi. Lalu dengan sekali gerakan Sastra menarik tangan Arya dan mendekap nya erat. Lalu mencium bibir itu dan melumatnya cukup lama.

"Fuaah.. ahh. Astaga senior benar benar mesum seperti rumor itu rupanya."

Sastra hanya tertawa pelan ketika Arya berusaha mengejek dengan muka yang memerah itu. Hingga ketika orang orang sudah mulai berdatangan menggunakan tangga ini, Sastra pun melengos begitu saja meninggalkan Arya.

"Tetaplah memerah begitu Arya, lucu..."

Arya hanya diam dan memerah. Lalu akhirnya tersadar. Ia yang peka akan masalah orang lain tentu akan lebih peka dengan apa yang di rasakan diri nya sendiri. Apalagi saat detak jantung nya berdebar tak karuan begini..





"Aduh gawat.. jangan sampai gue suka sama si mesum itu."


Prasangka AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang