06

3.1K 310 28
                                    

.
.
.

.
.
.

Prasangka Arya

.
.
.

.
.
.





"... nah tinggal kamu minum aja air nya, sisain sedikit buat cuci muka." Ini sudah akhir bulan, Arya yang kepepet uang kebutuhannya kini terpaksa memberi ramalan di pinggir jalan dengan tarif murah. Yah, lumayan lah buat uang jajan.

"Habis itu penyakit saya bakalan hilang?"

"Harus yakin, kamu bakalan sembuh dengan semangat dan tentu nya bantuan air mujarab punya ku ini." Arya berucap tenang dan tegas untuk meyakinkan costumer nya. Setelah itu, dia pergi dan berpamitan setelah menerima uang.

"Harus sembuh ya, semoga gak ketemu lagi~" Arya berucap dengan memelankan kalimat terakhirnya. Ia berjalan menuju kediaman Sastra, kali ini bukan karena kepergok ngebuntutin seniornya itu, melainkan sengaja datang sebagai seorang pacar, jiakh.

"Lah... kan Sastra kaya, dia udah jadi pacarku. Minta ke dia malu gak ya?"
Arya mikir disepanjang jalan, sampai tak sadar jika Sastra sudah berdiri didepan nya. Arya yang terus melamun sambil berjalan itu tersentak kaget saat keningnya disentil seseorang, siapa lagi jika bukan Sastra.

Arya tertawa dan langsung mencium rahang Sastra dengan cepat dan malu malu, masih takut jika ada yang memergok nya. Kemudian Sastra menuntun Arya masuk dan menyediakan banyak sekali makanan.

"Ngelamunin apa sampai segitunya?" Sastra bertanya seraya menuangkan jus strawberry pada gelas lalu menyodorkannya pada Arya yang sedang duduk di sofa.

"Heheh bukan apa apa kok."

"Hm."

Keduanya tersenyum canggung, karena saling diam untuk beberapa saat. Karena tentu saja keduanya akan merasa seperti itu, mereka baru saja kenal beberapa hari karena sebuah insiden, lalu kini menjadi sepasang kekasih. Siapapun pasti akan canggung setengah mati jika berada dalam posisi ini.

Sastra berdehem lalu mengambil sesuatu dari laci di dekat sofa. Kemudian kembali ke hadapan Arya dan memakaikan sebuah syal merah yang sangat hangat dan wangi.

"Wah, apa nih? Jimat buat Arya?"

"Bukan, cuaca mulai dingin. Pake ini kalau kamu keluar."

Arya menunduk lalu memegang syal yang terasa hangat itu, sangat lembut dan Arya menyukainya. Ia pun tersenyum dan berterima kasih. Sastra yang melihat Arya senang pun ikutan tersenyum juga. Selanjutnya ia menghela nafas lega, lalu mulai membelai pipi Arya. Ia tatap anak itu dengan sedemikian rupa, saat ini Sastra harus mengenali wajah pacar nya. Sastra harus selalu ingat wajah Arya ini di hatinya.

"Senior, ayo dong... lama banget mau nyium juga."

Tapi Arya sedikit merusak suasana hati Sastra, anak itu meremat baju nya dan berbicara gampang begitu. Membuat Sastra hanya bisa menatap datar.

"Pede banget mau dicium."

"Habis ngeliatinnya gitu amat."

Sastra terkekeh lalu menarik lengan Arya, ia cium bibir anak itu untuk membungkam kebawelan Arya. Hingga untuk sesaat yang terdengar di ruangan ini hanyalah suara ciuman dan desahan tipis Arya. Yah, berciuman dengan Arya tak seburuk itu. Bahkan mungkin ia akan sangat menyukainya.

Kruyuuk~

Lagi lagi Arya merusak suasana. Mereka yang asik berciuman kini harus terhenti karena suara perut Arya yang nyaring sekali. Malu? Tentu saja tidak! Arya malah nyengir lalu menarik tangan Sastra, dia mengajak pacarnya itu untuk makan di luar.

Prasangka AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang