#01 Ruang BK

84 63 129
                                    

Di sebuah ruangan kesiswaan sekolah bernama Pak Nandan sedang memercak pinggang dengan nafas kesal melihat seorang gadis di depannya yang tidak bosan membuat masalah.

"KAMU INI, LAMA LAMA SAYA PANGGIL IBU KAMU YA. PEREMPUAN TINGKAH KEK LAKI. SINIIN ROKOK KAMU!!"

Gadis itu mengeluarkan rokok dari saku celana abu abunya. Ya, disaat semua siswi memakai rok dia lebih memilih celana panjang untuk seragam sekolah nya dan tak lupa jaket kulit hitam selalu melekat di tubuhnya.

Ia dengan pasrah menyerahkan rokok mahal itu kepada Pak Nandan.

"Sudah masuk kelas sana!!"

Ia membalik tapi pak Nandan kembali memanggilnya.

"CHAVA!!"

"Apalagi sih pak?" jawabnya dengan malas.

Pak Nandan melirik celana abu abu Chava.

"Bisa tidak di ganti aja pake rok?!"

Chava menggeleng. "Gak. Kalau pake rok angin berasa masuk ke dalam huffft."

Tarik nafas, buang. Pak Nandan harus sabar menghadapi sikap Chava.

"Sudahlah, pergi ke kelas." Pak Nandan menggerakkan tangannya di udara mengusir Chava.

Baru saja tiga langkah eh malah di panggil lagi.

"CHAVA!!"

"Lahaulaa... Apalagi bapakk?!" Chava membalik dengan kesal.

"Besok suruh ibu kamu datang ke sekolah."

Chava tak menjawab ia kembali membalik untuk pergi ke kelasnya mengacuhkan pak Nandan yang menggerutu di belakang.

"Apa lo liat liat?" Chava bertanya pada salah satu siswa yang menjadikannya tontonan selepas keluar dari ruang BK.

"Lo juga, mau gue cokel tuh mata hah?"

Di koridor sekolah ia menjadi tontonan teman temannya. Gosip Chava merokok di belakang sekolah tersebar luas.

Chava Afsheen Fredella anak kelas 12 ips 1. Biasa di panggil Chava, engga punya teman, engga punya geng dan lebih parahnya jomblo akut. Tapi punya kuda besi andalannya yang selalu dibawa kemana mana.

Banyak orang yang tidak mau berteman dengan Chava. Katanya dia aneh, ke sekolah pake celana, di kelas kerjaan nya tidur, suka bolos, suka balapan, murid langganan Pak Nanda setiap minggunya, di tambah lagi kepergok merokok di belakang sekolah. Uh, mana ada yang mau berteman. Dan lagi, dia galak dan jutek.

Setiap kali jalan di tengah tengah kerumunan Siwa siswi SMA Angkasa ia selalu bersikap angkuh. Mengangkat dagu dan bersedekap dada, sikap itu membuat mereka enggan untuk mendekatinya.

Chava cukup sensitif ketika di ganggu, jika ada yang berani dengan dia.

Senggol dikit, jambak.

Senggol dikit, kepret.

Chava juga manusia yang tidak punya rasa kapok. Seperti sekarang, baru saja di tegur Pak Nandan dia sudah berada di belakang sekolah.

Biasa, mau manjat lagi.

"Mendingan kabur dari pada di tegur lagi ah!"

Chava meloncat, sekali loncatan gagal. Ia harus meraih ujung dinding itu.

Chava mencoba meloncat untuk yang kedua kalinya. Dan

HAP

Berhasil, tangannya berhasil memegang ujung dinding sekolah. Sekarang kakinya menendang nendang dibawah sana, mencoba menjadikan pertahanan tubuhnya.

"Anjir susah bett!!"

Kaki Chava berusaha merayap melewati dinding selama beberapa menit sampai akhirnya ia berhasil keluar dari halaman sekolah.

"Cocok banget gue jadi monyet," ucapnya terkekeh pelan.

Chava pergi ke warung bi Inah. Warung legendaris markas para siswa nakal disana. Dan disana pula Chava menitipkan kuda besi nya.

"Bi Inah I'm cominggg!" teriaknya seraya berlari ke warung Bi Inah.

Bi Inah yang sedang duduk di kursi panjang seraya mengupas bawang putih terhentak dengan teriakan seseorang memanggilnya.

"Siapa itu?" bi Inah menyipitkan matanya melihat perempuan berlari ke arahnya.

"Aduh si neng itu lagi." Bi Inah menepuk jidat nya.

Bi Inah ini pemilik warung sekaligus penceramah setia Chava. Setiap kali datang ke warung miliknya, Bi Inah tidak pernah bosan untuk menceramahi Chava.

Ia harap Chava tidak pernah datang ke warung miliknya di saat jam pelajaran. Kalau laki laki yang datang mah Bi Inah bodo amat. Ini perempuan, kelakuan astagfirullah.

"Aduh neng neng.. Kan bibi udah bilang jangan datang ke sini di jam pelajaran atuh. Bentar lagi jam pelajaran malah kesini ya allah. Kumaha mun bibi teh di marahin sama kepsek." Keluh Bi Inah yang kini sudah berada di depan Chava.

"Tenang bi. Kepsek mah engga akan berani marahin bibi. Ada Chava!" Chava menepuk nepuk dadanya dengan percaya diri.

"Ah nanti warung bibi di tutup paksa sama kepsek." Bi Inah mengerucutkan bibirnya dengan raut wajah khawatir. Khawatir warung nya benar benar akan di tutup paksa.

Chava terkekeh melihat ekspresi Bi Inah.

"Uluhh uluhh.. Udah tua masih bisa cemberut juga." Chava mencubit kedua pipi Bi Inah.

Chava dan Bi Inah memang sangat dekat. Bi Inah yang sebatang kara karena tidak punya anak dan suaminya baru meninggal satu tahun lalu.

Kedekatan mereka terbangun kala Chava datang ke warung Bi Inah dengan wajah penuh luka, katanya abis misahin kucing tetangga berantem padahal dia sendiri yang berantem.

Dan bersama bi Inah Chava tidak perlu bersikap angkuh. Justru terkadang Chava bersikap manja kepada Bi Inah. Bi Inah juga tidak keberatan dengan sikap Chava, ia malah senang karena merasa seperti mempunyai anak perempuan.

"Dahlah Bi, Laper nih." Chava melengos begitu saja masuk ke warung Bi Inah.

Dan ketika masuk kompak lima orang lelaki memandangnya tanpa berkedip. Satu orang lelaki melihat Chava seraya memegang es jeruk di tangannya, dua orang yang lain melihat Chava dengan rokok di tangannya, satu orang memegang ponsel dan satu lagi melihat Chava dengan mulut penuh dengan mie ayam.

Mereka kaget, Chava juga kaget.




Karya pertamaku jangan lupa vote dan coment 🤗

100Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang