2🍭

8 7 3
                                    

Lifa melangkahkan kakinya dalam Mansion mewah tersebut dengan langkah yang lesu seperti biasa. Alisnya mengernyit heran saat melewati ruang keluarga. Tidak bisanya sepi seperti sekarang, biasanya disana akan ada lia serta mama dan juga kakak kakaknya yang sedang mengobrol ringan serta bercanda, tapi sekarang sepi tak ada seorangpun yang duduk di sana.

"Eh non lifa sudah pulang?" tanya bi asih saat melewati ruang keluarga sambil membawa belanjaan bahan dapur.

"Iya bi. Baru aja pulang. Pada kemana tumben sepi?" tanyanya sambil menampilkan senyum teduhnya.

"Itu non bukannya hari ini ada acara perayaan di kantor nya ayahnya non?" balas bi asih sambil memberikan senyuman tak enak pada lifa.

Lifa hanya tersenyum kecut saat mendengar apa yang dijawab oleh bi Asih. Bukan hanya kali ini saja ia di tinggal dalam acara acara penting seperti ini bahkan ia tak pernah mengikuti atau lebih tepatnya di ajak atau sekedar di beritahu pun tidak. Ia hanya mengikuti acara keluarga besar saja itupun karna ada opa dan omanya, satu satu nya orang yang menganggap adanya lifa dalam keluarga Demorgantza Elfatih. Jika kalian berfikir opa dan oma nya akan paling memanjakan dan menyanyangi lifa seorang makan jawabannya adalah salah.

Ya salah, karna oma dan  opanya hanya menganggap nya tanpa menyanyangi ataupun mencintai lifa.
Ia selalu terabaikan oleh keluarganya bahkan keluarga besarnya sekalipun. Bahkan sepupu sepupunya tak ada yang akrab atau sekedar menyapanya.  Ia hanya akan duduk menonton betapa harmonisnya keluarga besar Demorgantza Elfatih tersebut.

Tak mau air matanya mengalir didepan bi Asih lifa dengan cepat meminta izin untuk ke kamar dengan alasan capek dan ingin segera mengganti seragamnya. Lifa memang tak pernah sekalipun menangis didepan orang, sebisa mungkin ia akan menahan laju air matanya yang ingin mendobrak keluar.

Ia tak ingin tampak lemah didepan orang orang karna dia tak ingin di kasihani, biar ia menyimpan luka nya sendiri orang lain tak perlu tau seberapa besar luka yang ia jalani.

Sesampainya dikamar lifa lansung melempar tasnya asal serta menelungkup kan badannya di atas kasur guna menahan suara isakan yang  keluar dari mulut nya.

Setelah merasa puas menangis ia bangkit dari kasur lalu melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuh nya.

Lifa berdiri didepan cermin kamar mandi sambil memandang pantulan dirinya dari cermin. Disana tampak seorang gadis dengan mata nya yang sembab dan hidung yang merah dikarenakan habis menangis.

Ia menyentuh pantulan di cermin dengan tangan yang bergetar. Ia meneliti setiap pahatan wajahnya. Mata yang bulat namun agak sayu, hidung mancung bibir tipis serta merah alami dan pipi yang agak chubby. Dan jangan lupakan rambut hitam legam yang agak bergelombang menambah nilai kecantikan nya.

Tak ada yang salah dengan wajahnya, jika dilihat wajahnya itu sama persis dengan wajah lia kembaran nya yang membedakan mereka adalah lifa memiliki lesung pipi serta ginsul dan bola mata yang coklat keemasan sedangkan lia memiliki bola mata yang hitam.

Wajah yang sama tapi nasib yang berbeda. Itulah kata yang cocok untuk menggambarkan kehidupan seorang lifa. Ia tersenyum sumir menatap pantulan cermin tersebut, mengapa ia harus terasingkan dari keluarganya sendiri. Padahal darah Demorgantza Elfatih jelas mengalir dalam tubuh nya, apa yang membuat mereka mengabaikannya, wajahnya sama dengan wajah kembaran nya namun kenapa kasih sayang yang keluarganya berikan hanya untuk lia seorang. Kenapa mereka tak memberikan kasih sayang yang sama besarnya untuk lifa ini sangat tidak adil ia dan lifa sama sama keturunan Demorgantza Elfatih, apa yang membuat mereka membedakannya.

PRANGGG

Seketika cermin  didepan lifa hancur tak berbentuk, darah segar merembes keluar dari kepalan tangannya pada cermin. Ia benci melihat pantulan wajahnya, wajah itu sama tapi kenapa tak memberikan nasib yang sama pula seperti yang dirasakan kembarannya. Raut wajahnya hanya datar tak ada ringisan kesakitan yang keluar dari mulutnya.

Menyalakan air di wastafel lalu membasuh tangannya dengan asal kemudian keluar dari kamar mandi menuju walk incloset untuk memakai baju. Setelah itu ia merebahkan tubuhnya diatas kasur sambil menatap langit langit kamar yang dihiasi seperti langit malam yang bertaburan beribu bintang.

Lama memandangi langit langit kamarnya lifa ahirnya terlelap juga, bahkan dalam tidurnya pun sekarang lifa tengah menintik kan air matanya entah apa yang sedang di alami gadis cantik tersebut dalam mimpi nya itu sehingga membuatnya menangis.

Wajah ayu tersebut begitu teduh nan polos saat terlelap tapi guratan lelah jelas terpampang di wajahnya.




















Eyyyy guyssss up again nih jan lupa vote and komentar nya pren😍

See you in the next part

DESTRUIDOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang