2. Mawar Berdarah

19 2 0
                                    

SURYADINI : Perawan yang Perkasa

-- Sudut Pandang Pengarang --

*PRAAAAKKK

Dareni menggebrak meja makan, dia tidak bisa berkata-kata setelah mendengar berita yang dibawa adiknya. Datang setelah lama tak pulang, ternyata sang adik membawakan berita butuk.

Dareni tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya diam namun raut wajahnya tidak dapat bohong, dia sangat marah.

"Kapan itu terjadi?" Tanya Dareni.
"Bulan depan... Tapi aku harus sudah membawanya besok," Tegas Sapong.

"Apa Emih masih belum menemukan jalan?" Tanya Sapong, merujuk pada Ibu nya.

"Entahlah, sudah dua bulan dia pergi untuk mencari air terjun pangharepan, namun masih tidak ada kabar juga," Dareni semakin merasa sedih.

"Gila, dia masih percaya dengan dongeng itu? Ayolah, sudah seberapa tua dia sebenarnya? Buang-buang waktu saja," ketus Sapong.
"Setidaknya kita harus mencoba segala cara, bukan?" Pungkas Dareni dengan nada seperti seseorang yang hilang harapan.

"Setelah mereka membunuh suami dan anakku, mereka juga membawa kamu," Dareni mengeratkan gigi atas dan bawahnya sambil memandangi Sapong.

"Sekarang, mereka masih ingin mengambil putra semata wayangku setelah mereka merampas jati dirinya? Selama enam belas tahun aku terpaksa memebesarkan anak laki-laki ku sebagai anak perempuan. Aku tidak habis pikir dendam apa yang sebenarnya mereka miliki kepada keluarga kita?" Sekali lagi, Dareni hanya bisa menggebrak meja atas nasib buruknya.

"Tenanglah, jangan sampai Suryadini mendengarmu, dia bisa saja bersedih dan itu tidak akan baik untuk kita." Sapong mencoba menenangkan Kakak iparnya.

"Tentu kau tahu seberapa kuat mereka? Kita tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk melawan, itu hanya akan mempercepat kematian kita," Tegas Sapong dengan suara sedikit berbisik.

"Lantas apa guna ku hidup jika semua orang yang aku sayangi sudah mereka rampas? Untuk apa hidup jika tidak bahagia?"  Dareni menhan air matanya jatuh.

"Kau pikir Kang Tatang dan Sudam akan bahagia jika melihatmu terus menerus berduka?" Cecar Sapong.
"Maka kematian mungkin lebih baik untuk kita?"
"Tidak, tetaplah hidup. Suatu saat, pasti ada cara untuk membalaskan dendam, dengan begitu mereka yang sudah berkorban akan beristirahat dengan tenang,"

"Omong-omong, kenapa Suryadini hanya mengurung diri dikamar, itu tidak seperti biasanya, apa terjadi sesuatu di sungai? Apa dia terpengaruh dengan berita ini?" Selidik Dareni.

"Aku juga tidak tahu, wajahnya memang murung sepanjang perjalanan dari sungai," Sapong menerawang, apakah mungkin itu karena kejadian itu? Pikir Sapong.

*TOK TOK TOK

Suara pintu rumah di ketuk, kemudian seorang anak buah Sapong datang untuk melapor.

"Tuan, hasil introgasi anggota pereman di pasar tadi siang, salah satu dari mereka ternyata anggota Golek Merah dan kami berhasil menemukan lokasi salah satu tempat persembunyian mereka, pasukan gabungan sedang menuju kesana," Tutur anak buah Sapong.
"Golek Merah?" Dareni terheran, nama kelompok penjahat itu disebut di rumahnya.

"Mereka para perampok bersenjata yang cukup meresahkan belakangan ini, mereka semua terlatih dan semakin hari anggotanya semakin banyak, aku akan meninggalkan dua anak buahku untuk berjaga disini, tetaplah waspada," Seru Sapong.
"Aku sudah mendengar tentang mereka, beberapa pemuda disini juga kabarnya ikut bergabung," Jelas Dareni.
"Jaga Suryadini baik-baik," Seru Sapong.

*******

Di penghujung petang Suryadini masih duduk termenung di pinggir ranjang di kamarnya, pikirannya masih melayang tak karuan.

SURYADINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang