𝐄𝐎𝐁 - 𝐏𝐫𝐨𝐥𝐨𝐠𝐮𝐞

3.1K 264 14
                                    

April, 2018

Cuaca hari ini terlihat mendung, tidak lama kemudian langit pun memuntahkan cairannya ke bumi. Membuat Kèilyn tertahan di koridor sekolahnya, dan menunda tujuan awalnya untuk pulang karena ia tidak membawa payung untuk menghampiri mobilnya yang terparkir rapi di parkiran sana.

Menghela nafas sejenak, Kèilyn pun memutuskan untuk duduk di kursi kosong yang terletak di sisi koridor.

Netra hazelnya menatap lurus ke arah butiran air hujan yang membasahi bumi dengan brutalnya. Walau dari luar wajahnya terlihat datar, berbanding terbalik dengan hatinya yang teramat senang karena hujan akhirnya kembali membasahi bumi setelah beberapa hari tidak.

Bisa dikatakan Kèilyn ini satu dari sedikitnya orang yang menyukai fenomena hujan. Entah sejak kapan bermulanya, Kèilyn teramat menyukai hujan. Terlebih lagi aroma air yang bercampur dengan tanah serta hawa dingin yang selalu berhasil membuat Kèilyn merasakan rindu akan rumah.

"Hey, excuse me?" suara deep bernada lembut itu berhasil menarik kembali kesadaran Kèilyn yang sempat melalang buana.

Kèilyn terpaku ketika melihat laki-laki jakung berseragam sekolah lain tengah berdiri tepat dihadapannya. "Ya?" sahutnya terbata.

"Boleh saya duduk di bagian kosong di sampingmu?" lagi, Kèilyn lagi-lagi dibuat terpana akan suara deep namun bernada lembut itu.

"Oh? Ya! tentu saja, silahkan." laki-laki itupun segera memposisikan diri, tidak mepet, ia memberikan space dan membiarkan tengah-tengah mereka kosong.

Kalau boleh jujur, Kèilyn semakin tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok sempurna disampingnya ini. Dan entah sejak kapan jantungnya di dalam sana berdisko ria tanpa tahu kalau sang empu tengah tersiksa akan euforianya.

Masa gue jatuh cinta pada pandangan pertama sih?

"Sorry ya kalau keberadaan saya membuat kamu merasa tidak nyaman." ucap si laki-laki berterus-terang seraya menghadap Kèilyn.

Lagi lagi ia kembali dibuat terpana akan paras sang laki-laki. Rahang lancip, hidung mancung, alis tebal, bibir atas lebih tebal dibanding bibir bawah yang tentu saja berwarna pink alami, kedua lengan dihiasi bisep yang menantang, bahu lebar serta dada bidang dilengkapi otot, terlebih lagi ia sangatlah wangi juga mole di bawah mata disebelah kanannya yang anehnya menambah kesan tampan. Sungguh definisi laki-laki sempurna yang sering Kèilyn temukan pada dunia fiction.

"Kenapa belum pulang?" setelah cukup lama berdiam-diaman, si laki-laki pun akhirnya memutuskan untuk memulai topik pembicaraan karena kalau mengharapkan Kèilyn sepertinya hingga lebaran monyet pun tidak akan terjadi.

Kèilyn, gadis itu bukannya menjawab malah celingak-celinguk seperti mencari radar seseorang. "Hey, saya bertanya kepadamu." tegas si laki-laki kemudian.

"Bodoh." gumamnya kecil.

"Ah, sorry. Gue nunggu hujan reda baru pulang, kalo lo sendiri? Kenapa belum pulang."

Laki-laki itu terlihat menganggu sekilas, "Nunggu seseorang." sahutnya.

Setelah itu keduanya kembali dilanda kesunyian, hanya suara hujan yang terdengar di sekitar mereka. Jujur, Kèilyn tidak tahan berada di situasi seperti sekarang ini. Rasanya ia ingin hujan segera reda, dan cepat-cepat pulang.

"Hey, Jer." sapa seorang gadis yang baru saja tiba diantara keduanya.

Jer? batin Kèilyn bingung

Laki-laki yang sedari tadi menemani Kèilyn itupun langsung berdiri dari duduknya saat si gadis pemanggil datang menghampiri.

"Udah lama? Maaf ya jadi buat kamu nunggu." ucap si gadis tidak enak, mengabaikan asistensi Kèilyn yang notabenenya masih berada disana.

"Nggak masalah." sahut laki-laki yang Kèilyn ketahui bernama Jer itu.

Gadis itu mengangguk kecil seraya menggandeng tangan sang laki-laki. "Ayo pulang." ajaknya.

Laki-laki bernama Jer itu tidak langsung menyahut, ia malah mencuri-curi pandang ke arah Kèilyn yang terlihat sibuk berkutat dengan ponselnya. Ah tidak, sebenarnya Kèilyn hanya mencoba pura-pura untuk sibuk.

"Sebentar lagi ya, nunggu hujannya sedikit reda soalnya saya lupa bawa payung." ucap laki-laki itu lembut.

Kèilyn mendengar semua pembicaraan keduanya, hanya saja ia mencoba untuk pura-pura tidak mendengar dan bersikap acuh akan keduanya.

Hujan ayolah, kali ini aja. Gue mohon untuk reda, gue mau balik sumpah! batin Kèilyn lirih.

Sepertinya dewi kebaikan tengah berpihak kepadanya, tak lama kemudian hujan pun reda, ya tidak renda-renda banget sih, cuman kalau di terobos tanpa perlindungan tidak akan membuat baju basah kuyup.

Melihat hujan yang mulai reda dibandingkan tadi, Kèilyn pun tidak ingin melewatkan kesempatan untuk kabur dari situasi yang jsjsbskx ini.

Tanpa berpamitan ia segera berlari meninggalkan keduanya. Bodoamat dengan manner, Kèilyn sudah kepalang sebal dengan situasi yang ia alami barusan.

Saat tiba di mobilnya, Kèilyn dapat melihat dengan jelas bagaimana si laki-laki bernama Jer itu mengeluarkan payung dari dalam tasnya dan kemudian memayungi si gadis, menuntunnya untuk menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari mobil Kèilyn.

"Sial. Maksud tu cowo apa coba?!" sebalnya.

End of Beginning Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang