Angin sepoi-sepoi melambai saling memperebutkan siapa yang akan menerbangkan helaian rambut cucu Adam dan Hawa yang saat ini tengah terduduk di atas salah satu dahan pohon jambu di halaman rumah.
Yukira memejamkan mata, menikmati sensasi menenangkan dari angin yang di ciptakan oleh Tuhan. Di sebelahnya Syakir menatap rumahnya dengan kosong, bibirnya menggambar senyum tipis di kanvas wajahnya yang manis. Mereka saat ini tengah duduk di atas pohon jambu yang tumbuh di halaman rumah Syakir.
Yukira membuka kelopak matanya secara perlahan. Gadis itu menoleh ke arah samping kanannya, tampak Syakir yang tengah termenung dengan senyum tipis di bibirnya. Entah apa yang tengah lelaki itu pikirkan sore hari ini.
Gadis itu mencolek lengan Syakir pelan. “Kir.” Panggilnya. Syakir hanya bergumam untuk menanggapi.
Tanpa dia duga, Syakir malah secara tiba-tiba menoleh ke arahnya dengan senyum lebar yang berkali-kali lebih manis dari biasanya. Keringat dingin mulai mengalir dari kening Yukira. “K-kir? Lo kenapa?” Tanyanya dengan suara mencicit.
Syakir menggeleng. Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya dengan Yukira. “Lo mau tau nggak?” Tanya Syakir ambigu.
Yukira menatap ke sembarang arah. Entah kenapa dia bisa merasakan satu-satunya jantung miliknya itu bergema dengan suara yang teramat besar di dalam dadanya. Yukira kini beralih menatap Syakir ragu. “Tau apa?”
“Gue suka...” Lelaki itu sengaja menjeda ucapannya. Dia ingin melihat bagaimana reaksi Yukira.
Kedua bola mata Yukira membola. Pikirannya mulai dirambati perasaan tidak enak. "S-suka?"
Syakir cengengesan. "Gue suka mergokin lo maling mangga gue dulu pas kita kecil. Gue juga pernah liat lo mandi bareng sama Haris dulu, hehe." Lelaki itu nyengir, memperlihatkan giginya yang gingsul.
Diam-diam Yukira merasa lega. Gadis itu setelahnya menatap Syakir tanpa ekspresi. Kini giliran Syakir yang keringat dingin. Lelaki itu menatap Yukira ngeri. "K-kir? Lo marah?" Tanyanya ragu.
Kelopak mata Yukira terbuka. Dia menemukan dirinya berada dalam kamarnya. Dia mengacak-acak rambutnya yang halus, tangannya juga bisa merasakan air keringat yang dihasilkan dari mimpi barusan.
"Ternyata cuma mimpi ya?" tanyanya lirih.
Gadis itu kembali memejamkan mata. Entah kenapa dirinya malah memikirkan senyum Syakir yang lelaki itu persembahkan padanya di dalam mimpinya. Dia menghela nafas panjang, dadanya mulai bergemuruh.
Ada apa ini? Kenapa dia seperti ini?"
Tak!
Mata Yukira terbuka. "Hah, itu apaan lagi sih!? Emang nggak bisa apa biarin gue tenang sedikit aja?" Tanyanya retoris.
Gadis itu berdecak. Dia mengambil guling yang mengapit kedua kakinya, lalu membawanya ke depan wajahnya. Yukira menutup rapat-rapat wajah serta kupingnya sembari berharap semoga dia segera cepat tidur kembali.
Tak!
Yukira kembali berdecak. Gadis itu membuang guling miliknya ke sembarang arah, lalu segera membuka tirai dan jendela kamarnya dengan kasar. "Siapa sih lo anj—" Makian Yukira terjeda. Gadis itu termangu menatap orang yang mengetuk jandelanya barusan.
Dia Syakir.
Syakir cengengesan melihat reaksi Yukira yang malah marah-marah setelah dia datang ke depan kamarnya. Yukira juga bisa di bilang saat ini tidak dalam kondisi yang bagus.
Rambut acak-acakan karena sehabis bangun tidur, pipi yang memerah yang entah karena apa, dan baju tidur kuning bergambar kucing yang tampak sangat manis karena gadis itu yang memakainya.
Yukira berdeham, menetralkan suaranya yang agak serak karena baru terbangun tidur. "Kenapa? Tumben banget lo malem-malem ke sini." Katanya memecah suasana.
Syakir tersenyum tipis, lelaki itu lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel miliknya. Dia memberikan ponselnya pada Yukira. "Kok? Hape lo kenapa? Kok di kasih ke gue?" Tanyanya heran.
Syakir masih mempertahankan senyumannya. "Gue minta nomor lo dong."
Yukira mengernyit. "Hah?"
Syakir kini menunduk, enggan menatap Yukira lebih lama. "Selama delapan belas tahun kita barengan dan tinggal di rumah yang saling bersebelahan, gue nggak punya nomor lo sama sekali. Kata Haris waktu itu, gue harus minta nomor lo ke lo langsung. Tapi gue nggak berani mintanya, gue cupu banget kan?" Lirihnya.
"Lo laki-laki kan?"
Syakir mengangguk.
"Kalo lo laki-laki, tatap mata gue sekarang." suruh Yukira tegas.
Syakir menurut. Lelaki menatap telak mata kucing milik Yukira dalam. Kini giliran Yukira yang barusaha mati-matian menahan gejolak yang terkunci di dalam rongga dadanya.
"Lo nggak cupu kok. Ini lo udah bela-belain dateng ke rumah gue diem diem sekarang buat minta nomor gue kan? Lo keren kok udah berani kayak begitu." Yukira mengelus pucuk kepala Syakir lembut, lalu menepuknya beberapa kali layaknya anak sendiri. "Gue bangga sama lo."
Syakir terkesiap. Dia baru sadar satu hal. "Gue bangunin lo ya? Maaf,"
Yukira nyengir. Gadis itu merapikan sedikit rambutnya yang berantakan, lalu sedikit mendorong Syakir agar sedikit menjauhi dirinya. Setelahnya, Yukira duduk di atas jendela kamar. "Ih nggak kok, bukan karna lo. Gue emang udah kebangun dari tadi."
Syakir manggut-manggut.
Yukira menyandarkan kepalanya pada besi jendela. "Gue mau tanya, emang lo dulu pernah liat gue mandi bareng sama Kak Haris dulu?" Tanyanya telak.
Kedua bola mata Syakir membola. Kedua telinganya juga memerah. "Lo tau dari mana?"
***
[ jum, 17 sep 2021 ]
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Vermilion Class : You Know What To Do
Fanfiction#3rd series of Vermilion Class A local fanfiction short story Cast: Kim Seungmin Hwang Yeji *** Kisah ini berawal ketika kedua insan dipertemukan oleh takdir didepan toilet wanita. Antara Syakir yang kaku dalam mengekspresikan sesuatu...