Confused

169 34 2
                                    



Kemarin adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku. Bagaimana tidak? Ka Ressa, Orang yang kusuka. Memberiku banyak kejutan yang tak terduga. Saat itu hatiku benar-benar banyak ditumbuhi berbagai macam bunga. Bahkan sampai sekarang pun aku masih merasakannya.

Tapi mengingat masih tidak adanya hubungan yang jelas akan hubungan kami membuatku tak sepenuhnya berbahagia. Aku dan Ka Ressa masih berhubungan tanpa status yang jelas. Tidak mungkin juga kan, aku bertanya kepada Ka Ressa akan status ini. Mau ditaruh dimana mukaku jika aku sampai menanyakannya kepadanya.

***

Langit yang awalnya biru terang sekarang berubah menjadi hitam kelam. Hujan membasahi jalanan aspal didepanku. Hari sudah semakin sore, dan aku masih berdiri di halte bus depan sekolah. Ayah dan Bunda tidak bisa menjemputku, dikarenakan tugas dinas mereka yang ke luar negeri dan mobilku sedang di bengkel. Aku harus cepat pulang tapi dari tadi tidak ada satupun taksi yang melewati halte bus yang ku tempati ini. Lalu bagaimana aku pulang? Ka Ressa? Ah tidak. Tidak mungkin aku menyuruhnya untuk menjemputku dia kan sedang berlatih Karate sekarang ini.

Ku majukan tanganku untuk merasakan rintikan air hujan yang berjatuhan. Hujan semakin desar saja. Tidak ada teduh-teduhnya. Aku pun memutuskan untuk duduk di bangku halte, kakiku sudah pegal dari tadi berdiri terus.

Tiba-tiba terdengar deru sebuah motor yang berhenti di depanku. Aku pun mendongakkan kepalaku. Bisaku lihat ada seorang laki-laki yang mengendarai sebuah motor ninja berwarna hitam. Aku tak tahu siapa dia, karena wajahnya tertutup oleh helm yang digunakannya. Tapi seperti kami satu sekolah, karena seragamnya sama denganku. Ya walaupun aku memakai rok dan dia memakai celana. Itu bedanya.

Entah aku yang melihatnya tanpa berkedip atau apa. Dia melepas helmnya dari kepalanya dengan slow motion. Betapa terkejutnya aku, ternyata ia adalah Gerry. Gerry turun dari motornya dan berjalan menghampiriku yang masih terbengong melihatnya.

"Ehm--m." Ia batuk sejenak. Mungkin untuk melonggarkan tenggorokannya.

"Lo ngapain disini?" Tanyanya dengan nada dingin.

"Nunggu taksi." Jawabku.

"Sampe lebaran monyet juga lo gabakal dapet taksi. Disini kawasan taksi dilarang masuk." Ujarnya menjelaskan.

"Oh." Aku pun hanya ber-oh ria. Padahal dalam hati aku sudah meruntuki kebodohanku yang tidak mengetahui hal ini.

"Sini deh gue anter aja." Tawarnya.

"Ga deh. Makasih." Jawabku menolak.

"Lo mau sampe besok disini?"

Aku pun bingung mau menbalas apa. Mengiyakan ajakannya atau menolaknya. Karena dia tadi sudah mengatakan kalau disini tidak ada taksi yang lewat. Sedangkan aku sedikit malas untuk menumpang dengan dia.

"Udah ayo."

Aku yang masih bingung ingin membalas perkataannya, tiba-tiba ditariknya begitu saja. Ia membawaku ke arah motornya yang terparkir. Lalu memakaikan satu helm yang berada di balik joknya.

***

It's Saturday.

Mungkin hari ini akan ku habiskan dengan bersantai-santai saja. Oh iya, kemarin Gerry mengantarkanku pulang. Disepanjang perjalanan kamj hanya mengunci bibir kami rapat, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Ketika Gerry sudah memberhentikan motornya di depan rumahku aku langsung turun dan mengucapkan terima kasih kepadanya.

Sebenarnya aku sedikit heran kenapa Gerry bisa masih ingat dimana rumahku. Padahal ia hanya pernah kerumahku sekali saat kami mengerjakan tugas kelompok. Tapi tidak apa-apa lah. Tidak perlu juga aku memikirkannya. Memikirkannya malah membuatku makin pusing. Ah sepertinya aku akan terserang demam karena tadi sempat terkena hujan.

Ya, memang benar. Besoknya aku tidak bisa berangkat kesekolah karena kepalaku sangat pusing dan membuatku tidak bisa berdiri sebentar saja. Untuk duduk saja aku harus menguras bangak tenagaku.

Banyak teman-temanku yang mengirimkan pesan kepadaku. Mereka mengucapkan agar aku segera sembuh. Bahkan Ka Ressa pun mengirimkan pesan yang hampir sama intinya dengan mereka. Ya, setidaknya aku bisa sedikit tersenyum hari ini.

Aku terbangun dari tidurku karena Bunda membangunkanku. Katanya ada temanku yang ingin menjenguk. Kukira Melanie atau Tiffany ternyata yang berjenguk adalah Gerry. Ia datang kesini ingin melihat keadaanku sekalian ingin mengantarkan jaketku yang tertinggal di jok motornya. Ya, karena kemarin kami memakai jas hujan. Jadi ku lepas saja jaketku. Tapi perbuatanku mungkin malah membuatku jadi sakit seperti ini.

Gerry berpamitan untuk pulang karena hari sudah sore. Sebelum pulang, dia meminjamkanku catatannya. Karena katanya tadi banyak pelajaran yang mencatat. Aku heran, memangnya seorang Gerry bisa mencatat? Bukannya dia hanya tidur saja dikelas. Ya sudahlah untuk apa juga dipikirkan.

***

Semenjak aku memergoki Gerry menatapku waktu di Auditorium saat pentas seni kemarin. Sikapnya berubah sekali. Dia yang awalnya mau-mau saja bercakap-cakap denganku, sekarang berubah menjadi seakan-akan tidak kenal denganku. Bahkan ia yang awalnya duduk dibelakangku, pindah beberapa meja kebelakang. Tapi, melihat sikapnya yang mengantarkanku pulang kemarin membuatku agak bingung. --lah kenapa aku malah mikirin dia sih.

Karena bosan aku membuka aplikasi BBM di handphoneku. Ternyata ada satu pesan masuk dari Tiffany beberapa menit yang lalu. Setelah kubaca, ternyata ia mengajakku untuk jalan-jalan bersama beberapa teman smpku. Kupikir-pikir hari ini aku tidak ada kegiatan juga, langsung lah ku iyakan ajakan Tiffany tersebut.

Ah ya, dari kemarin aku dan Ka Ressa sama sekali tidak ada bertukar kabar. Pesan terakhir yang Ka Ressa kirimkan kepadaku ya saat ia mengucapkan semoga cepat sembuh kemarin itu. Bahkan, di sekolahpun aku tidak ada melihat keberadaannya. Padahal biasanya dia di kanti bersama teman-temannya. Yang kulihat hanya kumpulan teman-temannya tanpa adanya Ka Ressa.

Tapi tidak apa lah mungkin dia akhir-akhir sedang sibuk dengan kegiatan-kegiatannya. Toh aku tidak bisa juga memaksakannya harus selalu bersamaku dan selalu mengabariku 24/7. Karena aku sadar diri. Jika aku sudah menjadi pacarnya saja rasanya aku masih tidak mempunyai hak akan mengatur kehidupannya. Apalagi sekarang yang aku bukan siapa-siapanya.

Ya. Ini lah yang ku benci. Terbelenggu didalam hibungan yang tak jelas. Tapi kadang aku malah menyukainya. Setidaknya Ka Ressa masih ada di sampingku.

***

AsparagusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang