5

4K 677 90
                                    

Hola, apa kabar epribadieh~

Ada yang rindu?._.

Gak tau mau bilang apa, kalau ada sesuatu yang mau disampaikan sikahkan drop disini-----> (GR maksimal wkwk).

Dahlah, langsung cus aja,

Happy reading~

.
.

"Lan Zhan, kenapa duduk disini?"

Disore hari, dibawah siraman cahaya keemasan matahari yang jatuh tepat diatas puncak gedung-gedung tinggi yang mengelilingi taman bermain di kompleks perumahan tempat mereka tinggal, Wei Wuxian yang baru saja pulang sekolah mendapati sosok bocah laki-laki terduduk diatas ayunan dengan wajah muram.

Wei Wuxian dengan seragam yang telah kusut menghampiri Lan Wangji kecil yang tak juga bergeming dengan kedatangannya, anak itu hanya mendongak dan menatapnya tanpa ekspresi berarti.

Wei Wuxian medesah kecil, berhadapan dengan bocah ini memang tak terlalu mudah, dengan bibir yang menipis dan iris emas yang seolah siap meleburkannya menjadi abu.

Sedikit hiperbola memang, akan tetapi meskipun Lan Wangi baru menginjak usia delapan tahun, bocah itu memiliki aura menyeramkan yang pekat.

Untungnya, dirinya sudah hapal tentang itu, bocah itu memang memiliki masalah dengan perubahan ekspresi diwajahnya, ah- tapi bukan itu poinnya kali ini, melainkan kenapa bocah yang lebih muda empat tahun darinya ini berada sendirian ditempat sepi seperti ini? Bagaimana jika ada orang jahat yang akan melakukan hal buruk padanya?

"Dimana kakakmu? Kenapa membiarkanmu sendirian disini?" Tuturnya dengan intonasi selembut mungkin, tak ingin menyinggung Wangji kecil.

Namun lagi-lagi bocah itu tidak menjawab, kembali menunduk dan memainkan jari-jari mungilnya yang berada diatas pangkuannya.

Bocah itu seperti tengah menahan sesuatu, bola matanya berpendar tak fokus dan Wei Wuxian adalah objek yang paling sering mengambil atensinya.

Ketika pemuda yang lebih tua memutuskan untuk menggenggam tangannya, bocah itu tersentak, namun juga tak menolak, melainkan membalas genggaman dengan lebih erat.

"Ingin menceritakan sesuatu?" Kata Wei Wuxian lembut, dirinya masih berada diposisi yang sama, berjongkok dengan wajah penuh senyuman memandang Wangji yang mulai berani menatap sang lawan bicara.

"Xian Gege." Akhirnya ia bersuara, dan Wei Wuxian hanya menggumam kecil, menunggu bocah itu untuk mengatakan apa yang ada dalam pikirannya.

"Jika aku pergi, kau tidak akan melupakanku, kan?" Suaranya terdengar bergetar, pipi putihnya telah tersapu rona merah, mungkin ia tengah menahan emosi yang bergejolak dalam dadanya. Tangan mungilnya semakin meremas jari-jari ramping Wei Wuxian, berharap pemuda yang lebih tua darinya ini akan mengatakan apa yang ia harapkan.

"Mn, tentu. Tidak ada alasan untuk Gege melupakanmu." Jawabnya dengan senyuman lebar, ia mengusak rambut halus yang selalu rapi itu.

"Meski aku pergi keluar negeri?"

Usakannya berhenti, lalu Wei Wuxian menurunkan tangannya, menatap Wangji lebih intens.

UNDERCOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang