Tik ... tik ....
Suara hujan mulai perlahan-lahan terdengar menggema membasahi seluruh daerah di Shibuya; derasnya meredam suara bising lalu lintas dan beberapa suara lain. Beberapa manusia yang berlalu-lalang di bawah guyurannya pun berburu-buru mengeluarkan payung dari tas dan membukanya, 'tuk melindungi diri dari air yang ditumpahkan oleh kelabunya awan milik langit berkabut.
***
Beberapa saat lantas berlalu. Hujan terhenti, dan hari semakin gelap.
Seorang pemuda dengan penampilan tak terurus berdiri di atas salah satu atap gedung bangunan. Seperti patung, dirinya tak bergeming walau udara dingin mulai berhembus pelan menggerakkan suatu 'perban' yang terlihat longgar melingkari leher dan pundaknya layaknya sebuah syal.
Rambutnya yang hitam panjang nan kusut, pakaian kucel dan ekspresi acuhnya, membuat orang-orang bisa saja menganggapnya sebagai gelandangan. Meski begitu, ia nampak sama sekali tak peduli dengan penampilannya. Pandangannya kini hanya fokus menatap ke bawah, memerhatikan seorang anak perempuan kecil yang berkemungkinan baru saja berusia di bawah lima tahun. Mata pemuda itu memicing kala terus menatap sang anak dari kejauhan.
Napas bocah perempuan bernetra merah delima itu tercekat hebat ketika kaki pendeknya berlari tergesa-gesa melewati gang sempit. Udara yang kejam seakan menerkam lehernya, dan ia yang terbatuk menjadi buktinya.
Sunyi ... layaknya tidak berpenghuni, karena hanya hentakan kaki dari si anak itulah yang terdengar di sana dengan jelas. Sungguh, apa yang tengah gadis kecil itu lakukan saat cuaca sedang buruk seperti ini? Di mana orang tuanya? Mengapa ia berlari-lari? Apakah ia tak takut paru-parunya kehabisan udara?
Seketika, sekelibat perasaan mengganjal tiba-tiba mengganggu seisi dada sang pemuda. Dirinya memutuskan untuk terus mengikuti sang bocah dari kejauhan, dan tidak sekali pun meluputkan pandangannya dari si gadis kecil yang terus berlari menjauhinya menuju suatu tempat.
Sampai, berhentilah si anak yang berlari barusan di depan sebuah bangunan tua yang terlihat masih kokoh, sebelum pada akhirnya melanjutkan langkah kaki kecilnya untuk masuk ke dalam bangunan tua tersebut. Mimik wajahnya nampak ketakutan, memperjelas perasaan janggal pemuda itu yang mulai penasaran dengan sesuatu di dalam bangunannya.
BRAK!!!!
Suara keras terdengar tanpa aba-aba, mengejutkan si pemuda. Seseorang seperti tengah melemparkan sesuatu di dalam sana.
Tak berseling lama, terdengarlah suara berat yang tinggi dari seorang pria, seolah tengah mengecam. "DASAR BOCAH TIDAK BERGUNA! Bukankah aku menyuruhmu untuk membunuh barang satu pahlawan dengan tanganmu itu? Berani-beraninya kau pulang dengan tangan kosong. CUIH! CEPAT BAWA DIA UNTUK LEBIH DIBERI PELAJARAN!"
"Baik!" sahut dari beberapa orang secara bersamaan.
Walau tertegun sementara, sang pemuda bertubuh kurus berkaos hitam polos lengan panjang sederhana itu segera turun dan dengan sigap melompat dari bangunan yang sebelumnya ia pijaki, lalu beralih ke pekarangan di samping tempat asal suara berada---bangunan tua tempat anak dengan rambut putih keunguan pendek itu masuk---ia lalu mulai mengintip ke dalam menggunakan celah dari dinding kayu yang bolong dari si bangunan tua.
Pupil mata sang pemuda langsung mengecil. Dadanya panas seketika. Keterkejutan dengan cepat menghampiri jantungnya.
"Yang ... yang benar saja." Hanya kata itulah yang dapat tertutur dari mulutnya, kala dua bola matanya menangkap sesosok anak kecil dengan tubuh ringkih yang masih sangat rapuh itu ditendang dan dipukuli sampai terlihat babak belur, tanpa henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stop Hating Yourself 「BakugouxOC!Readers」 - TAHAP REVISI
Teen FictionDua tahun telah berlalu semenjak kejadian pembunuhan terhadap diri sendiri yang gagal dan seolah berkedok; menyisakan seorang gadis tanpa ingatan bernama Chyns, yang membenci dirinya sendiri karena sesuatu yang tidak ia ingat dan ketahui di balik 'k...