Prolog

23 7 0
                                    

Warning!
Terdapat kata-kata kasar. Para pembaca diharapkan bijak dalam menanggapi nya.

Berlatarkan malam yang kelam serta hujan yang deras, hutan itu seperti mendukung suasana hati seseorang. Tidak... hutan itu masih sama seperti biasa nya. Masih berpohon dan tetap seram bila malam. Hanya saja, ada segelintir orang yang masih berkutat dengan pekerjaan sia-sia nya.

"Disini tidak ada!" Seru seseorang yang sedang mencoba mengalahkan deras nya hujan. Mata dan senter mereka terus menelusuri tiap jengkal tanah. "Bagaimana yang disana?" Seru ketua penelusuran dari balik jas hujan nya. "Juga tidak ada!" Seru teman satu nya lagi. Ketua terlihat berpikir.

"Ini sudah 3 hari... Mungkin saja dia sudah..." Mata ketua segera memicing tajam pada si rekan pesimis nya. "HEY!! SSSTT!! Jangan bicara sembarangan!" Sahut ketua dengan suara gemetar, takut seseorang yang terlihat paling kewalahan mencari itu mendengar.

Di baris paling depan, ada satu gadis yang terlihat cemas. Uhmm no, lebih tepat nya ‘sangat’ khawatir. Kepala nya hanya bergaung hal berbau overthingking. Batin nya bergemuruh, seirama dengan isi kepala nya yang kebanyakan negatif. Ia tak peduli dengan muka nya yang basah, atau keadaan badan nya yang sudah di tahap tidak kuat. Ia hanya peduli dengan tujuan nya “where r u? Please, i hope u're ok now.” Kalimat itu berulang kali ia pintakan selama proses pencarian.

BLAARR!! Petir biru yang menyambar di lereng gunung dekat hutan, membuat mereka terkejut sekaligus tersadar.

"Cuaca semakin buruk... Hari ini cukup sampai disini pencarian nya!" Ketua memutuskan untuk mengakhiri. "Tidak bisakah kita mencari lebih lama lagi?" Kata gadis itu dengan suara gemetar. "Tidak bisa Ra. Dengan cuaca seperti ini, risiko nya akan tinggi." Ketua itu berkata diiringi dengan sambaran petir. "Kalau begitu... Ijinkan aku mencari nya lebih lama lagi." Seru gadis itu tegas dan yakin dari balik tudung jas hujan nya.

Tampak 3 orang dewasa di belakang ketua itu terdiam menunggu keputusan nya. Sesaat kemudian, ketua menghela nafas dan berkata, "baiklah. Kuberi waktu setengah jam setelah itu kembalilah!" Titah nya. "Ah! Terimakasih banyak!" Seru nya.

Ketua berbalik dan diikuti bawahan nya menuju pos kembali. "Ketua bukankah itu terlalu berbahaya?" Cemas salah satu anak buah nya. "Biarkan saja. Sekarang ini... Tidak ada yang bisa menghentikan gadis itu." Kata ketua yakin.

Raya adalah gadis yang dimaksud ketua. Ia tetap mencari dengan menyusuri hutan. Sebenar nya ia sangat ingin mengeluh, tetapi ia tahan saja. Perlahan, sorotan senter nya mendadak meredup. "Aargh, please not now. In here so very dark." Ia berjalan seraya mencoba membetulkan senter. "UWAA!!" Karena Raya tidak memperhatikan jalan, ia tersandung dan berguling-guling di dalam jurang yang tidak dalam.

Badan Raya terasa remuk redam. Tetapi ia tetap memaksakan diri. "Aaww..." Raya mencoba bangkit dan meraih senter yang terjatuh. Samar-samar Raya melihat gundukan aneh di depan nya. "Hah?! Jangan sampe itu pocong ngesot!" Pikiran horor nya mulai meneror. Segera saja, ia mengarahkan senter nya.

BLAARR!!! Petir seakan-akan menambah efek dramatis dari apa yang dilihat Raya. Di hadapan nya kini, ia menemukan apa yang ia cari. Itu adalah tubuh seorang lelaki dengan dahi dipenuhi luka dalam, jangan lupakan leher serta mulut nya yang juga mengeluarkan darah. Ditambah badan nya yang pucat seperti tak bernyawa. Iya, dia sudah menjadi mayat alias koid.

Mata Raya membelalak, senter nya otomatis terjatuh kembali. "R-Ren... Dra..." Mulut nya bergetar. Mata hitam indah nya mulai mengeluarkan air mata. "Please..." Ia meracau seraya meratapi seseorang yang spesial bagi Raya. "Don't... Hiks hiks like this..."

"Ren... You promise me... Hiks hiks... To not leaving me, forever..." Raya terisak dan terlintas ingatan masa kecil nya bersama Nandra.

"Rendra, promise me! Don't leaving Raya! Forever!" Raya kecil mengacungkan kelingking, hendak mengikat janji yang ia sendiri tak tahu akan berarti atau tidak. "Sure. For my bestie, ill never leaving Raya." Rendra kecil membalas janji dengan mengalungkan kelingking nya juga di tangan Raya.

Tak tahan dengan ingatan nya, ia berteriak frustasi. "AARRGHH!!! FU*K!!" Ia tak takut jika umpatan nya terdengar sampai pos, cukup hujan deras saja yang menutupi nya. Sekaligus lara hati nya.

Ppsssttt! Prepare u're mental. R u ready for d next episode?
From this, d “Out of Body Batteries” has beginning.

Out of Body BatteriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang