part 4

10 5 0
                                    

"Lebih baik kita lari ke gedung itu! Ayo cepat!" perintah Daniel. Mereka bergegas pergi ke gedung itu. Mereka tidak tahu tempat itu dipenuhi oleh zombie-zombie.

"Arghhh!" Hera mendengar geraman itu dan melirik ke arah kanannya.

Suara langkah itu semakin dekat dan semakin ramai. Daniel melihat pintu yang terbuka, terpikir untuk berlari ke situ untuk bersembunyi. Namun, zombie itu sudah mengenali aroma tubuh mereka sehingga ke mana pun mereka pergi, zombie itu akan selalu mendapati mereka. 

"Mereka mendekat! Periksa semua persediaan kalian!" Daniel menyuruh mereka semua memeriksa senjata mereka.

Ternyata hanya tersisa sedikit, karena pertarungan sebelumnya cukup menghabiskan peluru mereka. Hera yang sadar banyak reruntuhan meminta semuanya mengambil balok-balok kayu untuk memukul kepala zombie itu. Kedua belas orang tersebut bersiap-siap, Hera melihat mata Daniel seperti orang yang akan melahap semua musuhnya dan merasakan aura seperti kemarahan di belakangnya, tepatnya dari teman-temannya itu.

Merasa siap dengan perlengkapan mereka, Hera pun menjatuhkan besi yang ia pegang sehingga memancing zombie itu ke arah mereka.

"Ingat! Hanya kepala mereka! Serang!" teriak Hera membakar semangat mereka.

Mereka mulai memukul kepala zombie itu satu per satu. Kematian zombie itu pun perlahan membuka jalan untuk mereka keluar dari gedung itu, gelimpangan mayat zombie membuat Thania mual dan mau muntah. Tak ayal juga, Daniel mendapat luka gores dari cakaran zombie. Hera dan mereka semua tanpa terkecuali juga seperti itu, tetapi tak ada yang terinfeksi.

Akhirnya mereka keluar dari tempat itu dengan luka ringan dan Daniel membuka tasnya untuk mengeluarkan perban.

"Ini, ambillah perban ini, gunakan bergantian," ucap Daniel. Nadia yang terlihat kesusahan menggunakannya dibantu oleh Daniel agar darahnya tidak mengalir lagi.

"Aw!" pekiknya, "ikatanmu terlalu kencang, Daniel!" Lelaki itu pun pergi begitu saja tanpa menghiraukan perkataan Nadia.

Matahari mulai berada di atas kepala saat perut mulai mengeluarkan suara-suara yang menandakan mereka lapar.

"Kalian lapar? Seratus meter lagi ada tempat makan,” ucap Pika.

Semuanya menatap Pika yang bijak itu dengan muka datarnya. Mereka melihat toko makanan di seberang jalan, mereka pun berlari ke sana.

Terdengar suara kaca yang dipecahkan. Ya, Nadia yang memecahkan itu dan Evis masuk duluan karena ia tahu di tempat itu tidak ada zombie. Daniel melihat Nadia yang memecahkan kaca itu dengan jengkel, dirinya hampir terkena pecahannya. Mereka pun masuk ke dalamnya. Yap, berlimpah dengan makanan dan minuman.
Mereka mengambil semua yang belum  expired. Setelah itu, mereka duduk melingkar sehingga dapat melihat satu sama lain. 

"Ayo kita bersulang untuk hari ini! Hari yang cukup melelahkan untuk kita semua!" ucap Rizma.

Mereka pun minum bersama dan menikmati hari itu dengan minum dan makan. Seperti biasa, Hera berada di pojokan tanpa ada yang menemaninya. Nadia mendatangi Hera yang kesepian itu dan memberinya minum.

"Melelahkan, bukan?" tanya Nadia. Hanya anggukan yang ia dapat. Hera masih kurang nyaman untuk berkumpul dengan manusia lainnya karena terlalu lama dalam kurungan. Nadia, yang bersikap seperti anak kecil, menarik tangan Hera untuk ikut berkumpul dengan teman-temannya yang lain.

"Karena semua sudah berkumpul, aku di sini mengingatkan kalian. Kita adalah teman dan tidak ada teman yang meninggalkan seseorang di belakang!" Evis yang mendengar itu terlihat tak acuh karena ia merasa akan ada dari mereka yang berkhianat. Apalagi dalam zaman kehancuran ini, ia menjadi ketus dan menjadi kurang percaya dengan sekitarnya.

Mereka pun saling bercengkerama satu sama lain, tertawa bersama, dan melupakan hari itu untuk sementara waktu. Hera, yang dulunya hanya sebagai objek penelitian dan terkurung sebagai manusia dalam tempurung, melihat ini sebagai hal yang baru dan hatinya merasa hangat dengan kehadiran mereka semua.

Hera mulai ikut tertawa saat Rizma menceritakan masa kecilnya yang penuh kebodohan dan kejorokannya. Apalagi saat itu, Rizma memegang kotorannya yang ia kira itu adalah mainan barunya.

"Apakah kau meremasnya, Rizma?" tanya Ika dan Rizma mengangguk yang membuat Hera tertawa keras dengan cerita Rizma.

Hera sudah mulai berubah, yang dulunya ia tak mengerti apa itu pertemanan dan hubungan. Dia melihat itu semua dalam pertemanan ini. Hera memulai memegang tangan Nadia dan tersenyum kepadanya. Bukan dalam arti Hera jatuh cinta dengan Nadia, dia berterima kasih dengan Nadia yang sudah menarik tangannya tadi.

"Terima kasih, Nadia. Berkat kau, aku melihat sebuah pertemanan yang hangat. Aku dulunya tidak tahu ada manusia lain yang sebaik ini. Terima kasih, terima kasih," ucap Hera lirih. Nadia pun memeluknya dengan hangat dan tertawa dengan mereka semua. Dalam hatinya, ia bertekad untuk menjaga mereka.

Mereka pun terdiam karena kelelahan tertawa. Hari sudah menjelang malam dan mereka mengambil posisi untuk bersiap untuk berlayar di alam mimpi masing-masing.

Namun, ada tiga orang yang berdiskusi tentang penyelamatan diri dari bencana zombie ini. Ya, mereka berencana untuk pergi meninggalkan yang lainnya agar tidak menjadi salah satu bagian dari zombie itu.

"Teman-teman, aku punya dua pertanyaan. Zombie yang ada di luar sana sama seperti kita, mereka adalah manusia juga, tetapi bedanya mereka tergigit dan terinfeksi. Pertanyaanku, apakah mereka bisa kembali lagi? Apakah kita bisa bebas dari zaman kehancuran ini?" tanya Ika tiba-tiba.

Tbc

Flowing in The SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang