Setelah mengikuti rapat selama satu jam, Aran dan teman-temanya langsung main ke mall sebagai refreshing di kota. Aran masih mencoba untuk menghilangkan pikiran dari Fiony meskipun hatinya gelisah tapi Aran yakin Tuhan pasti memberikan jawaban atas kegelisahannya sehingga membuat dia lega.
"Kita makan dulu guys, lapar gua," ajak Mirza ke salah satu cafe. Saat memesan makan, Cornelio melihat Fiony dengan laki-laki lain di sudut cafe tersebut. Dia yakin kalau itu bukan saudaranya atau temannya, karena dia paham keluarga Fiony, Cornelio saudara sepupu Fiony. "Ran, kamu jangan gegabah ya setelah aku kasih tahu," Sebenarnya Cornelio yakin Aran pasti akan melakukan suatu hal sudah dengan banyak pertimbangan, "Liat itu Fiony," Aran mengikuti arahan Cornelio begitupun dengan Mirza dan Ollan.
"Kan, gua bilang ke elu, kaga percaya si lu. Tadi gua sama Aran liat Fiony di jemput dan itu bukan mobilnya Freya, Yori, atau bahkan orang tuanya." Ollan mulai terpancing melihat kedekatan Fiony dengan laki-laki tersebut.
"Sudah-sudah, kita cari tempat duduk dulu. Udah pesan makanannya?" tanya Aran mencoba tenang. Mirza mengangguk sebagai jawaban. Empat sekawan itu mencari tempat duduk yang cukup jauh dari Fiony. "Eh, gue pengin nyanyi deh disini, gue pengin ngungkapin perasaan." jelas Aran dengan senyum bercanda.
"Eh lu mau nembak cewe?" Aran memukul pelan kepala Ollan yang terkadang suka aneh, ralat, sering aneh.
"Udahlah dengerin aja, ada yang mau mengiri pianonya? Biar gue yang gitar." Coernelio dengan senang hati mengajukan diri.
Aran yang sudah meminta izin untuk menyanyi ke manajernya kini menyiapkan mic dan sound. "Lu tahu lagunya Lyodra yang baru?" tanya Aran yang sudah memakai gitarnya. "Gua tahu maksud lu, untungnya gua lagi dengerin lagu itu akhir-akhir ini." Cornelio paham apa yang Aran rasain saat ini. Aran berharap Fiony menangkap pesan yang tersirat di lagu ini.
"Selamat sore teman-teman, perkenalkan gue Aran dan ini sohib dari lahir gue, Cornelio," Cornelio menunjukkan senyum sebagai salam, "Disini gue akan menyanyikan satu lagu sambil nunggu makanan jadi, semoga kalian menikmatinya."
"Pesan Terakhir dari Lyodra," Fiony yang sedang bercanda langsung melihat ke panggung setelah mendengar nama Aran. Dia membeku dengan apa yang dia lihat, Aran melihat ke arahnya. Aran mulai menyanyikan lagu tersebut dan Fiony tahu maksud Aran lewat lagu tersebut.
"Kamu kenapa?" tanya Zefran kepada Fiony "Kok kamu panik gitu?" Fiony hanya menggelengkan kepalanya dan menunjukkan senyum manisnya.
"Sadar ku tak berhak untuk terus memaksamu, memaksamu mencintaiku sepenuh hati," tepat di lirik tersebut, Aran memandang dalam ke arah Fiony dengan senyum tulusnya. Fiony merasakan sakit yang dirasakan Aran lewat matanya. Entah apa yang akan dilakukan Fiony setelah ini. Zefran pergi ke toilet dan hal tesebut membuat Fiony fokus mendengarkan lagu yang dinyanyikan Aran.
"Ku tak membencimu, ku harap kau pun begitu," lagi-lagi pesan Aran dapat Fiony rasakan disini. Runtuh sudah pertahanan Fiony, "Genggam tanganku sayang, dekat denganku peluk diriku, berdiri tegak di depan aku, cium keningku tuk yang terakhir," Fiony mulai menjatuhkan air matanya, "Ku kan menghilang jauh darimu, tak terlihat sehelai rambutpun, tapi dimana nanti kau terluka, cari aku, ku ada untukmu," Aran benar-benar membuat Fiony merasa bersalah. Zefran berjalan ke arah Fiony dan Fiony tidak ingin Zefran tahu dia menangis.
Cornelio, Mirza, dan Ollan sadar lagu tersebut untuk siapa dan mereka melihat Fiony hanya terdiam. "Gue ga habis pikir, hati Aran terbuat dari apa," Ollan memandang ketulusan dari Aran. "Itu cinta, kita tidak memaksakan suatu hal apalagi hal tersebut bukan kuasa kita, lu harus paham akan konsep itu." jelas Mirza bijak. "Gila bijak juga lu njing," tawa Ollan yang membuat suasana sendu menjadi tawa karena candaannya.
Aran selesai menyanyikan lagu tersebut dan mendapatkan banyak tepuk tangan atas bakatnya, "Terima kasih sudah mendengarkan lagu ini, semoga kita disini menemukan kebahagiaan dan berkat dari Tuhan."
"Lihat tuh, Fiony masih saja berpura-pura ga tahu lu disini Ran di depan cowo itu," Aran melihat apa yang Fiony lakukan, dia masih bercanda dengan cowok itu dan siap-siap untuk pergi. Cornelio sendiri tidak dapat berpikir positif terhadap sepupunya itu. "Iya udah tidak masalah, mungkin gue bukan alasan bahagianya lagi tapi besok gue masih ibadah bareng kok sama dia. Udah yuk makan." Aran menyatukan kedua tangannya dan berdoa sebagai bentuk berkat yang dia terima.
"Setelah lulus, gue mau lanjutin kuliah di Swedia." Ucap Aran setelah selesai makan. "Kalian mau lanjutin kuliah dimana?"
"Gua mau disini aja kayanya swastas banyak yang bagus, tau sendiri bokap gua kaga mau gua jauh-jauh dari rumah, putra mahkota," ucap Ollan dengan pedenya. "Gaya lu njing," ejek Mirza, "Gue mau ke Selandia Baru kayanya, tinggal sama eyang gua." Jawab Mirza dengan tertawa, bagaimana mungkin dia panggil Eyang, sedangkan neneknya asli dari sana.
"Kalau lu?" tanya Aran ke Cornelio, sedari tadi Cornelio melamun melihat Aran yang mencoba baik-baik saja padahal tidak, "Ah, gua mau disini aja kayanya males jauh-jauh. Bener kata Ollan disini kampus swasta banyak yang unggul dengan sistem pendidikan yang memiliki standar Eropa."
"Yah, gue paling jauh ya," canda Aran dengan tawanya. Cornelio lagi-lagi melihat Aran dengan banyak pertanyaan yang muncul, begitupun dengan Ollan dan Mirza. "Kuy kita main badminton aja deh, males nih main di mall." Pikiran random Ollan dan Mirza sebelas-dua belas. "Nah setuju, bosen liat cewe-cewe cantik dan sexy," Aran memandang Mirza datar, "Santai browh, bercanda. Liat noh ga ada cewe-cewe kan mana ada gua kaya gitu, kan ga semua perempuan suka dikaya gituan kan? Okeyy kuy." Mirza paham arti dari tatapan Aran, dia adalah laki-laki yang tidak menyukai jika perempuan dijadikan objek bukan subjek dari sudut pandang laki-laki.
Mereka memutuskan untuk bermain badminton di salah satu tempat latihan Cornelio, mengingat dia adalah anak pemilik klub badminton. Badminton adalah olahraga favorit mereka setelah panahan tentunya. Hobi mereka memang hampir sama apalagi soal musik. Aran dan teman-temannya mempunyai band dan chanel Youtube, mereka menginginkan orang mampu merasakan pesan yang ingin disampaikan. Prinsip mereka membuat band adalah menyampaikan apa yang ingin mereka sampaikan bukan sebagai kormersil atau terkenal. Hidup harus mempunyai batasnya tapi pengetahuan tidak ada batasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NISKALA
RomanceSebuah rasa yang entah kepada siapa akan berlabuh jika renjana kepada seseorang begitu kuat. Aran Alvarendra Jibran mencoba mencerna setiap proses yang hadir dan pergi di hidupnya.