Aran turun dari mobilnya dan berjalan menuju pintu utama rumah Fiony. Baru saja dia akan mengetuk pintu rumahnya, keluar Viana, adik Fiony. "Kak Arannnn!!!!" Viana langsung memeluk Aran dengan erat. "Kok sudah jarang main ke rumah si kak, kan Viana kangen main sama Kak Aran."
Setelah ini, Kak Aran bakalan jarang banget main, ucap Aran dalam benaknya. "Iya maaf ya, Kak Aran lagi sibuk mempersiapkan ujian nih. Janji deh setelah ujian kelar, Viana mau ga jalan-jalan sama kak Aran berdua aja, gimana?"
"Beneran kak? Ayo aku mauu, beneran ya jangan sampai ada tuh ci Fiony ikut." Aran menganggukan kepalanya sebagai bentuk persetujuan dengan Viana.
"Eh, apa-apaan gab oleh gitu, Aran kan pacarnya cici, harusnya kamu yang gab oleh pergi berdua sama dia doang." Fiony tiba-tiba keluar bareng mami dan papinya. Aran langsung bersalaman dengan mami dan papinya Fiony.
"Apaan, orang kak Aran yang ngajak kok, iya kan ka?" Fiony menatap Aran, "Iya Viana."
"Tuh kan, wlee" ledek Viana ke Fiony.
"Sudah-sudah, ayo ke jalan, mami gamau ya kalua telat."
Aran menggandeng tangan Fiony dengan erat, seolah mengatakan bahwa aku tidak mau kehilangan kamu tapi semua tidak bisa untuk dipaksakan. Fiony sedikit aneh dengan kelakuan Aran yang menjadi lebih pendiam dari biasanya. Dia hanya membalas genggaman Aran dan sedikit mengelusnya.
"Nanti jadikan setelah gereja kita keluar bareng? Kamu beneran ga ada acara kan sayang?" Aran bertanya setelah beberapa menit keheningan menyelimuti perjalanan mereka.
"Jadi dong," jawab Fiony yang sibuk dengan telephonenya dari tadi, tidak berniat untuk memulai suatu obrolan.
Aran hanya diam tanpa melakukan protes, dia sadar diri dunia lain yang sedang Fiony singgahi lebih membuat gadisnya nyaman dan bahagia. Aran tidak akan menjadi sosok pengganggu. Biarkan semuanya berjalan sesuai kehendak Tuhan, biarkan waktu yang akan menjadi saksi bisu kisahnya.
Fiony turun dari mobil dan memeluk pinggang Aran selama memasuki gereja, dia tidak ingin jika kedua orang tuanya ataupun orang tua Aran merasa aneh dengan hubungan mereka. Aran tentu menikmati setiap langkah saat berjalan berdua dengan Fiony. Dia ingin waktu berhenti saja, namun tentu itu permintaan bodoh. Tuhan, tolong kuatkan aku, batin Aran saat kakinya melewati pintu gereja.
Ibadah berjalan dengan hikmat, Aran ataupun Fiony mendengarkan apa yang pastur sampaikan. Serangkaian Ibadah telah dilewati mereka, Aran untuk pertama kalinya benar-benar merasakan Tuhan berada tepat di dalam jiwanya. Tuhan menguatkannya, Aran tersenyum menatap patung Yesus, "Bapaku yang di Surga, terima kasih Engkau telah menguatkanku." Fiony yang mendengar suara Aran, lantas melihatnya. Dia sedikit aneh melihat senyum Aran yang begitu tulus. Sungguh dia merasa bersalah atas apa yang sudah dilakukannya tapi dirinya yang lain mengatakan bahwa dia berhak mendapatkan kenyamanan apa yang selama ini dia inginkan.
"Sudah yuk, kita pergi makan aku lapar lagi padahal tadi sudah sarapan roti yang Bunda bikin," Aran menggenggam jemari Fiony dan mulai melangkah untuk keluar gereja. Namun saat akan pergi, dia berpapasan dengan Bunda serta Ayahnya. Oh tidak lupa dengan Mami dan Papinya Fiony yang sedang mengobrol dengan orang tuanya.
"Ini nih pasangan muda kita," sambut papi Fiony, "Viana, nanti kamu kalau punya pasangan kaya Aran ini yang mengajak pasangannya ibadah bareng. Bukan hanya main doang yang ga bener." Aran tersenyum kikuk, mengingat semua akan berakhir.
"Om bisa aja, iya udah semuanya, Aran sama Fiony pergi duluan ya mau cari makan. Aran sudah laper lagi." Ucap Aran. Mereka berpamitan dengan orang tuanya dan benar-benar meninggalkan gereja.
Mobil Aran melaju dengan kecepatan yang sedang, dia tidak ingin waktunya dengan Fiony lebih sedikit. Aran menggenggam tangan Fiony lembut, "Sayang, boleh ga kalau kamu jangan main handphone terus. Aku kangen kamu yang banyak cerita." Aran menatap Fiony dengan lembut dan Fiony melihat ketulusan dari mata Aran. Dia benar-benar kangen dengan dirinya.
"Iya, maaf ya kalau aku sekarang jarang pergi sama kamu." Fiony hanya menjawab Aran dengan seadanya, tidak hangat tapi juga tidak dingin. Entahlah Fiony juga bingung dengan perasaanya. "Jangan minta maaf, kamu tidak salah."
Seperti daun yang jatuh meninggalkan Pohonnya, Aran siap untuk mencoba meninggalkan kenangan manisnya dengan Fiony. Aran menikmati wajah Fiony yang sedang menikmati makanannya. Dia cukup senang ketika Fiony tidak terlalu sibuk dengan telephonenya. "Kamu ga akan kenyang kalau liatin aku terus," sarkas Fiony yang sadar dengan kelakuan Aran.
"Ya memang, siapa yang bilang kalau kenyang mandangin kamu? Aku hanya sedang bersyukur terhadap Tuhan yang telah memberikan aku kesempatan membahagiakan kamu sampai sekarang."
"Kamu dari tadi pagi aneh tau ga, ada masalah apa?" Aran tersenyum dan mulai memegang tangan Fiony lembut.
"Fiony apa yang sedang kamu sembuyiin dari aku?" tanya Aran langsung tanpa basa-basi. Dia tahu Fiony bukan orang yang suka akan hal itu. Fiony mulai gelisah dan menarik tangannya, namun sayang Aran terlalu kuat menggenggamnya.
"Kamu ngomong apaan si ga jelas banget, lepasin tangan aku ga?" Aran tetap menggenggam tangan Fiony dan mengelusnya.
"Sayang, kalau kamu mulai bosan dengan hubungan kita bilang aja ya, jangan main dibelakang aku. Aku ga marah dengan apa yang sudah kamu lakuin tapi aku akan jauh menghargai kalau kamu jujur."
"Kamu nuduh aku selingkuh?" Fiony mulai menaikan sedikit nada bicaranya, "Mikir apa si kamu nuduh aku selingkuh? Ada buktinya?" Aran langsung menunjukkan foto Fiony dengan Zefran yang dikirim oleh Cornelio.
"Ini sudah cukup membuktikan Fio, dan ketika kita bertemu di restoran. Aku tidak tahu hubunganmu dengan dia apa, tapi aku juga tidak dapat melanjutkan hubungan ini kalau kamu masih menginginkannya dalam hubungan kita." Aran menjeda pembicaraanya, "Jangan motong dulu ya, tolong dengerin dulu." Tatapan mata Aran mampu membuat Fiony merasakan betapa terlukanya laki-laki itu.
"Kamu tahu? Kamu adalah sosok perempuan yang aku sayangi dan aku lindungi setelah Bunda. Kamu perempuan yang berhasil membuat aku merasakan apa itu cinta kasih dari pasangan, kamu membuat aku menjadi penggemarmu yang berusaha untuk tidak meninggalkan luka sedikitpun. Banyak rencana yang ingin aku lakukan denganmu, dari kita lulus, menikah, mempunyai anak bahkan hidup sampai maut memisahkan." Air mata Aran mulai keluar, ya dia tidak kuat lagi untuk menahannya.
"Fiony, kamu adalah seseorang yang aku cintai dengan tulus, di dalam hatiku ini akan selalu ada tempat untukmu bahkan setelah hubungan kita berakhir."
"Kamu mau mutusin aku?" Fiony berusaha menarik tangannya lagi, tapi Aran tetap belum melepaskannya. "Tolong dengerin dulu ya, sayangnya aku."
"Bisakah kamu lebih sabar dengan sikapku yang terlalu lurus dan membosankan? Tapi sepertinya sebentar lagi aku akan kehilanganmu, bukan aku tidak ingin berjuang, tapi kamu terlalu jauh melangkah untuk aku genggam kembali. Kamu menginginkan orang lain yang lebih dari aku, Fiony maafin aku yang tidak dapat membahagiakan kamu," Aran benar-benar luluh dihadapan Fiony untuk kali ini, biarkan dia menjadi sosok yang lemah untuk saat ini.
"Terima kasih sudah pernah hadir dihidupku, terima kasih telah menjadi kebahagianku, terima kasih telah mencintaiku sejauh ini. Aku sadar kalau aku begitu egois menahan kebahagian kamu dan hanya mementingkan kebahagianku saja. Boleh aku minta sesuatu untuk terakhir kalinya? Biarkan aku memelukmu dan mencium keningmu untuk terakhir kalinya?" Fiony secara tidak sadar telah mengeluarkan air matanya, dia begitu bodoh selingkuh dari Aran hanya karena nyaman dengan orang baru. Aran lantas memeluk tubuh ramping Fiony dan mencium keningnya berharap Fiony merasakan cintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NISKALA
RomanceSebuah rasa yang entah kepada siapa akan berlabuh jika renjana kepada seseorang begitu kuat. Aran Alvarendra Jibran mencoba mencerna setiap proses yang hadir dan pergi di hidupnya.