2 | Yedam

1.9K 273 34
                                    

Yoshi menggenggam tangannya kuat tidak berani menatap temen-temennya yang lain. Takut akan kenyataan yang segera dia ucapkan, meskipun apa yang telah terjadi tidak dapat di ubah dengan takdir yang baik. Kenyataannya tidak semua takdir dapat di ubah bukan? Barangkali takdir mereka saat ini memang tidak bisa di ubah sama sekali. Suka tidak suka, terima tidak terima. Semuanya pasti akan tetap terjadi, begitulah caranya semesta bercanda pada takdir yang ada.

Kemudian dengan tatapan sendu dari Doyoung dan Junghwan, anak itu mengusap pundak Yoshi sembari tersenyum hangat. Yoshi tahu penguatnya itu adalah semua member. Dia tidak kuat sendirian, masih ada member lain yang bersamanya.

Di sini bukan hanya impiannya yang telah tercapai, melainkan teman-temannya juga yang dalam perjuangan serupa. Mereka berjuang bersama-sama untuk sampai di titik ini.

"Ada yang perlu buat diomongin, kenapa kita semua berkumpul di sini?" Tanya Jeongwoo dia sebenarnya juga sudah tahu tapi berusaha untuk tidak menangis sekarang.

"Aku benar-benar minta maaf karena mengatakan ini pada kalian, mungkin terlalu cepat. Dan mungkin memang tidakharus diucapkan. Tapi sekali lagi aku juga tidak pernah menyangka bakalan terjadi, Mashiho. Kemungkinan besar dia tidak akan kembali," ungkapnya dengan amat lirih. Dan penuh dengan kesesakan.

Tidak ada reaksi yang benar-benar tampak jelas sedang kehilangan, mereka hanya menatap satu sama lain dengan tatapan yang tersirat ketidakpercayaan nya pada ucapan Yoshi barusan.

Mungkin mereka mengira ini hanyalah candaan bukan sebuah kenyataan. Siapa juga yang ingin kehilangan, lagian Mashiho sekedar berpamitan untuk kembali ke kampung halaman, dan kembali lagi demi cita-citanya. Dia tidak akan pergi kemanapun, Mashiho masih memiliki rumah yang bersedia menjadi tempat untuk beristirahat nya.

Setiap rasa sakitnya dia selalu mengatakan baik-baik saja, menyakinkan pada orang-orang di sekitarnya. Bahkan seseakit apapun dirinya Mashiho akan selalu terlihat paling kuat.

"Aku mau lanjut latihan," kata Hyunsuk yang tidak dapat mempercayai ucapan Yoshi. Perkataan itu jelas sekali seperti candaan.

"Aku juga," sambung Junkyu.

Saat Junkyu hendak melangkah pergi, Haruto segera menarik tangannya kuat. Menatap sorot mata itu dengan lekat sambil terus mencengkeram pergelangan tangannya. Haruto ingin sekali mereka mempercayai semuanya. Tidak ada candaan di sini, bahkan Yoshi mengatakan yang sebenarnya.

"Kalian kira ini bohongan? Aku juga berharap ini bukan kenyataannya. Tapi Mashiho hyung memberitahu kami bertiga seminggu yang lalu, cepat atau lambat manajer Hyung juga akan memberitahu kita semua."

Sembari menghela napasnya masing-masing, mata mereka berkaca-kaca. Bahkan Jihoon lebih dulu memukul dinding di dekatnya. Pasti ini berat sekali, tidak semuanya bisa di lewati dengan baik-baik saja. Semuanya amat berat, kenapa juga secepat ini akan terjadi dengan kata perpisahan.

Apakah akan berakhir sekarang? Lalu kenapa juga mereka sama-sama berjuang. Jika berakhirnya saja tidak bersamaan pula.

"Berhenti buat merasa kehilangan, kita juga tidak pernah tahu akan terjadi seperti ini. Yoshi, apa kau yakin?" kata Hyunsuk yang masih saja menentang kenyataan yang di ucapkan oleh Yoshi tadi. Rasanya benar-benar campur aduk sekali.

Brak!

Sumber suara itu tercipta oleh Asahi, dia baru saja menggebrak meja. Asahi tidak terima jika Hyunsuk terus-menerus mencoba untuk mencari pembenaran . Sedangkan yang dikatakan Yoshi juga merupakan kenyataannya pula. Mereka seharusnya menerima, dan menghormati keputusan dari Mashiho.

"Hyung ini juga bukan keinginan kami, Mashiho sendiri yang mengatakannya bukan cuma Yoshi Hyung yang tahu tapi Haruto dan aku juga! Berhenti buat mencari pembenaran."

Hanyalah Kenangan[✓] RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang