Honest

64 26 59
                                    

Park Yoo Na.

Aku berjalan melewati lorong sekolah. Telinga tersumpal earphone yang tersambung dengan handphone-ku.

Selama berjalan, tidak ada yang menarik perhatianku untuk berhenti.

Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di kelas sepuluh. Ayahku memilihkan sekolah ini-yang tentunya adalah sekolah unggulan- yang tetap saja, tingkat pem-buly-annya sama dengan sekolah yang lain...atau bahkan lebih parah(?)

Haha. Menyenangkan.

Semakin lama aku semakin muak harus bertemu dengan banyak orang. Mereka semua, tidak ada yang benar-benar tulus.

Manusia-manusia ini selalu saja memanfaatkan satu sama lain, atau paling tidak menjatuhkan di antara yang lain.

Oke, baiklah. Bagaimana pun ini adalah hari yang perlu diingat karena aku pun sudah memasuki usia dewasa. Tapi itu juga tak terlalu penting.

Sudahlah. Abaikan saja.

Aku yang terus berjalan memilih berhenti di depan papan pengumuman yang lebarnya lebih dari 2 meter. Tidak benar-benar di depannya, sekarang aku sedang berdiri 10 meter darinya.

Jangan salahkan aku. Salahkan mereka–murid-murid urakan–yang berdesakan di sana.

Aku membuang napasku kesal. Lebih baik aku menunggu hingga tidak ada orang untuk melihat tulisan di sana.

Berniat untuk lanjut berkeliling, aku urungkan karena sebuah tepukan di pundakku.

Ah, orang ini. Kenapa harus menepuk pundakku sih?! Aku sedang tidak ingin ditanya-tanya!

"Hei, apa kamu ingin melihat mading itu?" spontan ia bertanya setelah aku berbalik.

Sudah kuduga ia akan bertanya bukan sekedar menyapa.

Yang kulihat adalah dia seorang lelaki yang tinggi–tidak. Sangat tinggi. Kurasa tingginya sekitar 180cm(?) hingga akupun harus mendongak untuk melihatnya.

"Emm. Iya, tentu."

"Lalu mengapa kau tidak ke sana?"

Aku berusaha menyamarkan air mukaku yang malas, "aku tidak suka berdesakan."

"Aku akan melihatkannya untukmu," lelaki itu tersenyum. Sekilas, aku dapat melihat lesung pipinya yang sempurna.

"Ya, terimakasih."

"Omong-omong, siapa namamu?"

"Park Yoo Na."

"Oke, baiklah. Aku ke sana."

Lelaki itu pergi setelah aku menganggukkan kepala. Entahlah. Manusia yang satu ini benar-benar tulus atau tidak.

Setidaknya aku memang membutuhkan 'penawaran bantuan'-nya itu sekarang.

Sampai 3 menit berlalu. Aku hanya melihatnya berjalan ke arah mading lalu ikut berdesakan dengan kumpulan itu.

Aku dapat melihatnya yang tentu saja sangat tinggi. Beberapa orang memilih untuk memberi haluan kepadanya, entah dengan sebab apa.

Menit berikutnya kulihat ia keluar dari area. Berjalan ke arahku dan tersenyum.

Oke, baiklah. Ku akui dia...manis(?), entahlah. Dengan lesung pipinya itu dia terlihat menggemaskan.

Oh, tunggu. Tidak, Park Yoo Na.

"Kau...satu kelas denganku," katanya sambil terkekeh pelan, "bagaimana kalau kita ke kelas sekarang?"

Hell. Siapa dia? Aku bahkan belum mengenalnya lebih dari 60 menit-dan aku pun belum memastikan siapa namanya–lalu tiba-tiba dia mengajakku jalan bersama.

"Omong-omong, kenalkan." dan sekarang aku melihatnya mengulurkan tangannya yang besar itu–jangan lupakan senyumnya, "Choi Soo Bin."

Barusan dia memperkenalkan dirinya? Benar-benar lelaki yang percaya diri.

Mau tidak mau, aku menerima uluran tangannya sembari menarik ujung bibirku ke atas, sedikit, "Kau sudah tau, namaku Park Yoo Na."

"Bagaimana dengan ke kelas bersama?"

"Kurasa...aku harus berkeliling dulu." jawabku sekenanya.

"Kalau begitu aku ikut denganmu."

Entah kenapa aku sedikit kesal dengan pria di depanku ini–Soobin, tapi tentu saja aku dapat menyembunyikan ekspresi wajahku dengan baik. Seperti biasa.

"Emm. Oke."

Tak apa, Yoona. Dia tidak akan menggigitmu di tengah jalan nanti. Dia tidak terlihat seperti vampir atau manusia serigala.

Sejauh yang kulihat Soobin semakin lebar senyumnya. Jujur saja, dia tampan.

Tapi aku biasa saja melihatnya. Hanya saja, bagaimana tanggapan kalian jika bertemu dengan lelaki tinggi dengan senyum manis dan lesung pipinya itu?

"Kaja(ayo)."

Aku hanya menghembuskan napas pasrah.

Mungkin seperti ini caranya agar aku terlihat 'memiliki teman'. Tidak selamanya aku terus berjalan sendirian tanpa ada yang bersama. Memiliki satu teman tidak menyusahkan 'kan?

...

Please leave a comment and vote for this story^.^

Thx for reading<3

Anyway I just wanna give u clarification about this story.

Ah udah ah, sok-sok an pake bahasa inggriz. Capek mikir_-

Jadi Yoona dan Soobin ini cuma aku pinjem nama sama visual doang ya. Ga ada sangkut pautnya sama kepribadian mereka atau apapun.

Bukan cuma Yoona dan Soobin, tapi semmuwannya. Oke.

Keliatan dari jarak umur mereka juga. lol.

Yoona 97L dan Soobin 00L.

Maafkan, wan kawan:'D

Wanna ask something?
Comment here...

its me, Khai<3

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang