Succor

46 21 47
                                    

hai:)
sebelumnya ane mau bilang kalau Lost Stars murni dari pikiran dan otak ane. tdk ada unsur plagiat. ane jelas tidak mau plagiat cerita orang karena ane juga gemewe cerita ane diplagiat yeu.

jikalau ada kesamaan atau kemiripan nama, adegan, atau TKP, ane minta apologize yang se big-big nya karena ane tidak sengaja.

jadi sebenarnya, Lost Stars sudah ditulis sebagian sejak 2 abad lalu(canda abad) tapi tidak dipublish karena ane hayya'(bhs. Arab malu), wkwkwkw.

sekali lagi ane minta maaf yaaa~

sekian, terima kasih sayang dri member TXT.

...

Park Yoo Na.

"Bagaimana sekolahmu, Yoona?"

Aku menyuapkan makananku dengan baik seolah tak mendengarkan pertanyaan barusan.

Menganggap mereka tidak ada lebih baik bagiku daripada harus tersenyum palsu dan mengatakan bahwa semua menyenangkan.

Jangan lupa bahwa aku berada di Apgujeong karena paksaannya.

"Park Yoo Na, apa kau tidak mendengarku?" kini suaranya naik satu oktaf, tapi tetap tidak membuatku takut.

"Park Yoo Na!" teriakan terdengar beriringan dengan gebrakan meja. Aku masih belum menoleh, hanya berhenti menyuapkan makanan ke mulut.

Ah, maafkan aku kkakkdugi yang enak. Aku harus terlihat keren di depan mereka.

"Bagaimana menurut anda? Apakah anda senang melihat saya berada di Apgujeong karena ancaman?"

Dua orang di depanku terlihat sama-sama menahan emosinya. Entah itu appa atau eomma. Aku dapat membaca ekspresi wajah mereka yang kesal karena sikapku yang membangkang.

Jangan salahkan aku. Aku hanya mengikuti alur main mereka.

"Jaga sopan santunmu, Yoona-ya." itu suara eomma yang menatapku sangar.

Tidak, aku tidak takut.

Aku hanya heran. Wajah mereka sama-sama seperti tokoh antagonis di film. Mungkin karena itu mereka menikah–karena satu frekuensi.

Demi kenyamanan bersama, aku memilih untuk berdiri-meninggalkan kkakkdugi yang tersisa setengah. Mungkin aku bisa keluar setelah ini untuk membelinya.

Mereka yang melihatku berdiri, tidak bertindak lanjut. Keduanya membiarkanku pergi.

Ah, aku benci harus duduk bersama mereka. Makan bersama atau sekedar ngobrol...tidak. Lebih baik mendengarkan playlist laguku hingga tertidur.

Masalah makan malam, aku bisa mencarinya di luar atau membelinya lewat aplikasi online.

Orang bilang, rumah adalah tempat yang paling nyaman. Tempat di mana kamu akan selalu kembali padanya dan mereka juga akan setia menunggumu kembali.

Tempat di mana pelukan hangat bisa didapatkan secara cuma-cuma karena kasih sayang tercurah di sana. Rumah adalah bahagiamu dan juga sedihmu. Bahagia karena kenyamanan dan sedih apabila harus meninggalkan.

Sejauh yang kulihat, aku tidak merasakan apapun-yang disebutkan di atas–di 'rumah' ini. Aku tidak nyaman. Tidak ada pelukan. Tidak ada yang menyambutku ketika datang. Aku tidak bahagia saat ada di sini. Aku juga tidak sedih. Aku justru sangat ingin meninggalkan tempat ini segera.

Seperti yang telah berlalu, aku akan ke luar-mencari makanan.

Pukul 19.47. Masih sore. Aku bisa berlama-lama di luar untuk mencari angin segar. Rasanya rumah ini tidak memiliki pasokan oksigen yang cukup karena dadaku selalu saja sesak.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang