ii

240 40 6
                                    

"Alesan aja kali dia."

"Toh mana ada orang yang bannya meledak terus ngebenerinnya sampe satu jam? Pake truck dia kesini?"

"Igtipar lo. Biasakan Husnudzon, Bi." Kata Yuju yang mendadak menjadi seorang ustadzah dadakan.

Yuju merogoh saku celana jeans yang ia kenakan. Mengeluarkan dompet, berserta lembaran uang berwarna merah, alias seratus ribuan. Membuat mata Sinb berhasil melonggo.

"Jiakh, abis ngepet lo ya?"

Yuju melotot, kemudian memukul mulut Sinb dengan uang yang ia pegang. "Kalo ngomong jangan ngang ngong ngang ngong mbak."

"Nih, gue nitip."

Yuju menyerahkan satu lembar uang bergambar presiden pertama Republik Indonesia a.k.a seratus ribu. Dengan wajah sumringah Sinb menerimanya, siapa juga yang akan menolak rezeki nemplok begini.

Yuju memang termasuk kalangan masyarakat menengah-keatas. Inilah yang meyebabkan Sinb tidak pernah sungkan meminta traktiran sahabatnya itu, wong ya sisa sisa uangnya. Kalau ada yang bilang Yuju itu miskin, buka matamu dan lihatlah isi dompetnya, kamu tidak akan pernah melihat uang goceng di dalamnya. Meskipun cara berpakaian Yuju yang sangat terlihat biasa.

"Kerupuknya tujuh, saos kacangnya dua sendok, kol nya dikit aja, lotongnya juga, telurnya kalau bisa digoreng setengah mateng," request Yuju panjang.

"Mau makan ketoprak aja ribet, lo."

"Loh kan pake duit gue, ya suka suka gue dong, pelanggan adalah raja."

Sinb menatap Yuju malas. "Bacot"

Ketoprak depan fakultas ekonomi kampus Sinb memanglah yang terbaik. Dari segi harga yang bersahabat dengan kantong para mahasiswa dan mahasiswi, sampai abang abang penjualnya yang memiliki daya tarik tersendiri, ganteng banget kata mereka mah.

Dengan wajah penuh senyuman, Sinb berjalan keluar dari gerbang utama menuju warung ketoprak yang posisinya tidak jauh jauh amat dari parkiran. Namun senyuman itu memudar begitu melihat lautan manusia mengerubungi tempat yang akan ia tuju.

"Ini lagi bagi bagi bansos apa gimana?"

Dengan wajah memelas, Sinb mencoba menerobos masuk kumpulan manusia manusia yang tengah sibuk menikmati ketopraknya tanpa merasa kepanasan. Bapak bapak yang cuma memakai kaos dalam menambah aroma juga suasana yang khas.

"Misi─ permisi."

Sinb menyelusupkan badan kecilnya melewati orang orang yang saling berhimpit. Dan berhasil, ia berhasil mendekati abang abang penjual ketoprak yang tetap mempesona dengan handuk putih dileher yang ia gunakan untuk mengelap keringat yang mengucur deras dari badannya.

"Bang Moonbin pesen dong." Sinb mengibas ngibaskan tangannya, kepanasan.

"Pesen apa neng?" Abang abang ketoprak itu tidak menoleh, tetap fokus memotong motong lontong.

"Pulsa bang."

Si abang lantas menghentikan aktifitasnya, kemudian beralih ke Sinb. Sinb dan Yuju sama sama punya otak yang abstrak ternyata.

"Ya pesen ketoprak lah bang, lawak banget pertanyaannya."

"Galak amat, yaudah berapa?"

"Dua, yang satu kerupuknya tujuh, saos kacangnya dua sendok, kolnya dikit aja, lontongnya juga dikit, sama kalo bisa telurnya setengah mateng. Terus yang satunya, saos kacangnya banyakin, lontongnya juga, telurnya mateng, pedes, ga pake kol." Sinb berucap tanpa jeda, membuat abang abang ketoprak melotot, tak sempat memahami perkataan yang dilontarkan Sinb.

EXCHANGE: 06.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang