Meski berulang kali mendapat penolakan dari Sanzu, (Name) tetap teguh pada pendirian. Menginginkan taruna menjadi miliknya.
Apa pun yang diinginkan selalu didapatkan dengan mudah.
Bahkan rela bila diri hanya dijadikan pelampiasan di atas ranjang. Melakukan segala hal agar Sanzu menjadi miliknya seorang.
Menurut (Name), Sanzu Haruchiyo bukan sekadar penyabu handal biasa. Sanzu memiliki sesuatu yang membangkitkan hasratnya. Daya tarik taruna terlalu kuat.
Sanzu ... laki-laki langka. Psikopat gila dan kriminal kejam. (Name) sangat terobsesi.
Bagaimana rasanya jika ia mati di tangan Sanzu? Sial! Membayangkannya saja sudah membuat (Name) bergairah.
Pikirannya di dominasi penuh oleh Sanzu.
Khayalan skenario palsu tentang dirinya yang mati dibunuh Sanzu.
Ah, indah sekali.
Ruangan berdominasi dark dipenuhi foto-foto candid sang nomor dua Bonten. Jemari lentik menari lincah di atas keyboard. Kacamata bertengger di hidung dengan pandangan intens menatap layar monitor.
Mengawasi tiap pergerakan Sanzu. Bahkan ia sengaja menaruh chip pelacak di jam yang sering digunakan lelaki itu.
Titik merah terhenti di sebuah club malam.
(Name) meremas kuat mouse hingga retak. "Sanzu brengsek sialan! Apa dia gak puas dengan pelayananku?!" bisiknya pelan tersirat amarah terpendam.
"Tapi aku merindukan sentuhan kekasihku." (Name) menggigit-gigiti kuku jari berulang kali nyaris mengeluarkan darah. Jika ia tak menghentikan aktivitas aneh layaknya rutinitas.
Sanzu sudah resmi menjadi kekasihnya beberapa hari yang lalu. Jelita tak terlalu peduli akan perubahan perasaan mendadak taruna. Tak mau repot mencari tahu alasan Sanzu menerima perasaannya.
Sanzu Haruchiyo.
Haru.
Begitu (Name) memanggilnya.
Haru dan Sanzu.
(Name) suka mengonta-ganti asal nama panggilan Sanzu.
Sebagai stalker handal. (Name) sudah tahu seluruh seluk beluk Sanzu. Meski demikian, jelita tak terlalu menyukai nama marga taruna. Walaupun akan dipakainya nanti saat ia dan Sanzu sudah terikat resmi di mata tuhan dan negara.
Ada baiknya Sanzu mengikuti marga (Name) saja.
Bayangkan.
Kambe Haruchiyo.
(Name) ingin berteriak keras, tapi sadar kalau pergerakannya kini di awasi oleh kamera cctv sialan tersembunyi di beberapa tempat.
(Name) tahu. Ada sesuatu yang mengawasi tingkah lakunya. Kamera kecil terselip di antara rak buku-buku tepat di atas komputer.
Orang bodoh mana yang sudah berani masuk ke kamarnya? (Name) akan membunuh siapa pun orang itu.
(Name) mengambil benda mungil berbentuk bulat. Lalu diinjak-injak hingga hancur berserakan.
Tungkai melangkah ke arah ruang kerja sang ayah. Pintu dibanting kuat, sementara lelaki dewasa berbalut jas yang melekat di tubuh atlestisnya--- mengerutkan dahi. Heran akan tindakan kasar anak gadis satu-satunya.
"Daddy yang menaruh kamera cctv di kamarku 'kan?" (Name) melontarkan pertanyaan agak keras.
Ditanggapinya dengan santai. Bahkan sedikit pun tak berpaling dari laptop mahal berlogo apel digigit setengah itu. "Kalau iya, kenapa?"
"Aku benci daddy!"
"Daddy juga cinta kamu, Sayang."
"Ck, omong kosong!" (Name) hendak keluar, tapi langkahnya terhenti saat daddy mengeluarkan suara.
"Sekali lagi, Daddy peringatkan jauhi kriminal itu (Name)."
(Name) menoleh sesaat. "Daddy gak punya hak mengaturku!"
"Lagi pun kau gak pernah benar-benar memedulikanku." (Name) pergi menyisakan atmosfer hawa yang berbeda.
Hubungan renggang makin rusak seiring berjalannya waktu. Bagaikan pecahan vas. Hancur berkeping-keping lantas di satukan kembali tak membuat bentuknya sama seperti semula.
***
"Haru!" (Name) berseru riang melambaikan tangan tanpa peduli pada orang sekitar. Netra seolah dirancang untuk menyorot Sanzu seorang.
"Perempuan gila itu lagi." Ran bergumam seakan sudah hapal kelakuan (Name).
"Dia mainan barumu?" tanya Rindou memberi lirikan sesaat. Dari awal ia tak terlihat peduli. Baru kali ini melontarkan pertanyaan, karena penasaran.
Sanzu mengangguk. "Menyebalkan tapi lumayan masih bisa dipakai. Kalian mau join?"
Ran mengendikkan bahu. "Tak tertarik. Dia terlihat tergila-gila padamu."
"Kau memberinya pelet?" Rindou bertanya asal. Pandangan malas diberikan sebelas duabelas dengan sang kakak.
Sanzu tak sempat menanggapi perkataan kedua rekannya. (Name) sudah lebih dulu mendekapnya erat. Senyuman lebar tak hilang dari durja cantik sang puan.
"Haru, semalam ke mana aja? Kenapa pesanku gak dibalas?" (Name) memberikan pertanyaan beruntung.
"Aku di markas sibuk bekerja." Sanzu berkilah membalas pelukan, lalu mengusap surai sebahu sang wanita.
(Name) menyeringai samar. Jelita tahu dalam setiap omongan taruna hanya ada kebohongan. Sengaja percaya agar semuanya baik-baik saja.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorite Crime || Sanzu
Fiksi Penggemar[ H I A T U S ] ╰─Ƭσχιc Rєℓαтισηѕнιρ Sєяιєѕ ─╯ • • • • • Sɑnzu Hɑruchiyo • • • • • ▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓ ━━ Sulit memendam hasrat yang menggebu kala netra saling beradu. ━━ ▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓ Disclɑiɱeɾ: ...