[X]traordinary

267 44 14
                                    

Cerita ini fiktif, dimohon untuk tidak membawa karakter ke dunia nyata.


Syukurnya hari ini tidak hujan sehingga Hyunjin bisa lebih fokus pada kecepatan mobil yang ia kendarai. Tempat tujuan Hyunjin di pagi hari ini adalah bandara. Setelah mendengar penjelasan singkat dari Jeno, Hyunjin segera bergegas menuju bandara untuk menemui Yeji.

Entah, ia akan terlambat atau tidak. Intinya, ia tetap pergi ke tempat itu. 

Kaki Hyunjin melangkah cepat, beberapa kali ia tak sengaja menabrak orang-orang yang berlalu lalang. Pikirannya kacau, hatinya bergemuruh, Hyunjin tidak ingin kehilangan sosok perempuan yang telah bersemayam di hatinya selama delapan tahun ini. 

Setengah jam Hyunjin berupaya, hasilnya ia gagal. Hyunjin telah bertanya ke bagian loket terkait keberangkatan pesawat dari Korea menuju New York, ternyata sudah terlewat dan tidak ada keberangkatan lagi di hari ini.

"Yeji, kamu benar ninggalin aku lagi?" gumam Hyunjin sendu. 

Tidak ada yang bisa Hyunjin lakukan kecuali menyusul Yeji besok, keberangkatan yang Hyunjin rencanakan. Dengan begitu, Hyunjin terpaksa pulang membawa perasaan campur aduk tak karuan.

Alhasil, kini Hyunjin duduk di kursi sebelah kursi kemudi, menatap nanar ke luar kaca jendela dengan kepala ditumpu tangan kanannya.

"Lo udah makan?" itu pertanyaan pertama Jeno untuk mencairkan kesunyian yang telah  menyelubungi mereka selama 15 menit terakhir.

 "Gak nafsu makan," sahut Hyunjin singkat. 

Hyunjin sengaja menelpon lalu meminta Jeno yang mengendarai mobilnya kembali menuju rumah, Hyunjin tidak mau berkendara dalam keadaan emosi yang tak stabil, ia hanya tidak ingin mati sebelum bertemu Yeji.

Mendengar jawaban Hyunjin membuat Jeno kembali membisu, dirinya juga bingung harus bagaimana lagi. Ia juga telah mencoba menghubungi kakak Yeji lagi tapi nihil, teleponnya keduanya ditolak.

"Yeji-"

"Kenapa?" sahut Hyunjin cepat dan menoleh ke arah Jeno dengan tatapan memilukan.

"Gue masih belum dapat info apapun, maaf ya Jin," ujar Jeno turut sedih.

Hyunjin berpaling, kembali melihat jalanan dari balik kaca jendela mobil. Yeji pergi tanpa mengatakan apapun padanya, kenapa perempuan itu selalu berhasil mencabik-cabik hatinya?

"Ji, kenapa kamu pergi lagi?" gumam Hyunjin. 

Sesampai Hyunjin di rumah, ia meminta Jeno untuk memberinya waktu sendiri. Hatinya terlalu rapuh dan terluka cukup dalam. 

Bahkan saat pelayan di rumah menanyakan menu sarapan Hyunjin, dirinya tidak menggubris sama sekali.

Hyunjin mendudukan dirinya diatas sofa ruang tamu, meremas kuat rambutnya dengan jemari tangan. 

Pikirannya kembali melayang menuju kejadian kemarin.

Saat Hyunjin memastikan bahwa Yeji telah merasa nyaman di kamar tamu. Yeji hanya berdiam diri sembari menatap ke arah Hyunjin yang masih mengurus lampu tidur. 

"Segini?"

"Iya," sahut Yeji singkat.

"Kenapa?" tanya Hyunjin yang menyadari ekspresi wajah Yeji setelah mengecek Hp-nya.

"Kalau aku pergi gimana?" 

"Gimana apanya? kamu mau pergi kemana?"

"Kamu... kamu gimana, Hyun?"

My Last ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang