Nggak Tau

32 3 0
                                    

.
.
.

Senin pagi yang cerah ini disambut dengan penuh keluh kesah oleh warga SMA ANGKASA. Bagaimana tidak, jarum jam masih menunjukkan pukul 07.39 tapi cuaca cerah yang didominasi oleh panasnya sang Surya tanpa keikutsertaan sang Bayu mampu membuat semangat anak-anak peserta upacara nampaknya gugur satu persatu.

Begitu pula yang dirasakan oleh Nakala yang berada dibarisan depan. Rasa-rasanya Nakala ingin menyerah dan pura-pura pingsan saja tapi malu dengan tubuhnya yang kelewat bongsor.

Belum lagi jika berurusan dengan mulut laknat teman-temannya pasti dia akan menjadi ledekan untuk satu tahun ke depan. Bagaimana ini ya Allah...., keluh Nakala.

Tidak berbeda jauh dengan Nakala, Sadewa pun merasakan hal yang sama, tapi untungnya dia berada dibarisan paling belakang jadi dia bisa bersantai sedikit.

Untuk hal satu ini dia mensyukuri tinggi badannya yang dibawah rata-rata. Tapi hamba juga pengen tinggi ya Allah...., begitulah kira-kira isi hati Sadewa.

Seluruh siswa SMA ANGKASA sebenarnya sudah sangat jenuh dan tak bersemangat menjalani upacara tapi agaknya kepala sekolah tak memiliki kepekaan untuk itu.

Beberapa siswa siswi yang tumbang pun tak menyurutkan semangat beliau dalam menyampaikan amanat pagi itu.

Dengan gagah beliau menyampaikan amanat dengan tema semangat belajar kepada semua muridnya. Terhitung telah lebih dari setengah jam amanat berlangsung. Setelah kalimat terakhir amanat selesai kegiatan upacara berlangsung dengan lancar hingga selesai.

" TANPA PENGHORMATAN, BUBAR JALAN!!!" Kalimat yang dinanti nanti akhirnya terdengar tentunya disambut dengan helaan napas lega dari seluruh siswa.

Dengan jumawa seluruh siswa kembali ke kelas masing-masing untuk mendapatkan pembelajaran sesuai jadwal. Dikoridor tampak terlihat kembar tidak identik itu tengah berjalan santai sambil bercanda.

Sesampainya dikelas dengan suka cita Sadewa langsung merebahkan kepalanya ke atas meja. Nakala pun hanya bisa memaklumi tingkah adiknya.

Dengan lembut Nakala menyibak poni Sadewa yang menghalangi jidat anak itu. Seketika Nakala menarik main-main kedua pipi adiknya kegemasan.

Bagaimana tidak kegemasan jika dihadapkan dengan pipi chubby Sadewa yang memerah dan bibirnya yang mengerucut maju. Nakala kemudian memeluk adiknya dengan erat menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Sadewa.

"Iiihhhh Abang, Ewa kan keringetan. Jangan gitu!" Sadewa sebenarnya sudah terbiasa dengan perlakuan Nakala, tapi ia sedang berkeringat tak ingin berbagi kuman dengan Abangnya.

"Biarin, Ewa tetep wangi kok." Nakala semakin mengeratkan pelukannya, ia tidak berbohong saat mengatakan bahwa Sadewa wangi. Sadewa pun pasrah dengan sikap abangnya.

"Lo berdua beneran kembar kan? Kok yang satu kayak bocil SMP satu udah Kayak Om-om? Jatohnya kayak pedofil Lo peluk-peluk Dewa." Celetukan Diko dari bangkunya dibelakang si kembar.

"Mata Lo Om-om, badan kita berdua 11 12 ngomong-ngomong." Kesal Nakala menimpali.

Diko ini memang anaknya agak random sama ngeselin kadang, tapi dia baik kok cuma mulutnya aja kadang minta dijahit. Untuk badan sendiri seperti kata Nakala, badan mereka memang sama besar cuma selisih dikit tingginya.

"Ya elah gue cuman nanya, sewot banget jawabnya." Ucap Diko sambil memakan cikinya.

Nakala kemudian memalingkan kepalanya kembali mengusel ke leher Sadewa.

"Ngomong-ngomong Lo sama Dewa kan kembar tuh berarti kalian seumuran kenapa panggilannya tetep Abang Adek?" Pertanyaan dari Diko membuat kepala Nakala menengok ke belakang.

Diko sebenarnya sudah dari lama ingin menanyakan pertanyaan ini pada kedua sahabatnya. Walaupun kalau dilihat-lihat wajah Sadewa memang sangat babyface dan menggemaskan.

Dia pun kadang merasa sangat kegemasan dengan Sadewa apalagi saat Sadewa bertingkah menggemaskan tanpa disadari. Rasa-rasanya pengen di peluk cium peluk cium bolak balik peluk cium...hehehe


Sangat berbeda dengan Nakala yang berwajah tampan dengan tubuh maskulin. Memang cocok dengan panggilan Abang dan Adek dengan Sadewa.


"Iya juga ya, kok gue panggilnya Abang kan kita seumuran?" Sadewa menyahut lebih dulu, dirinya juga tampak kebingungan.

"Gue juga kagak tau, Ayah bilang harus panggil gitu dari dulu." Nakala juga mencoba membongkar memori-memori di kepalanya walau berujung sia-sia.

"Tapi cocok sih buat kalian berdua, Dewa kan gemesin tuh lha Lo nya kayak abang-abang goreng kerupuk yang viral itu." Nakala kembali mendengus mendengar ucapan anak disamping Diko.

Namanya Afan, dia yang paling waras diantara empat sekawan itu. Paling kalem, paling adem ayem tapi kalau udah kumat sama aja sih.


" Mulut Lo berdua lama-lama gue sumpel pakek sepatu, dari tadi ngoceh Mulu." Nakala mulai jengkel dengan kedua temannya itu.

Wajahnya tampan gini disama-samakan dengan orang lain. Sekali lirik juga banyak yang klepek-klepek.

"Heh nggak boleh gitu ngomongnya, nanti aku laporin sama ayah biar disita hpnya." Ucap Sadewa sambil menjewer telinga kembarannya.

"Kok malah belain mereka sihhhh, kan mereka nakal sama Abang. Ihhhh Ewa mah gitu...." Rengek Nakala sambil menggoyangkan tubuh Sadewa dipelukannya.

"Nggak usah gitu, horor gue liatnya." Ucap Diko menimpali.

Nakala kemudian mencembikkan bibirnya dengan perasaan merana yang kemudian disambut tawa oleh kedua orang tak berakhlak dibangku belakang.

"Utututu, kembaran gue comel banget." Sadewa menguyel pipi tirus Nakala, agar anak itu tidak marah.


"Pokoknya malem ini tidur dikamar gue, nggak boleh nolak. Kalo enggak gue marah, titik." Anggukan kepala Sadewa disambut senyum menawan Nakala. Sedang kedua orang dibangku belakang hanya memutarkan bola matanya malas.

Apakah ini yang dinamakan kesempatan dalam kesempitan?

Tidak berselang lama guru yang terjadwal memasuki kelas dan memulai pembelajaran.



See you next time
Ly



Simple LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang