Oo Gitu

24 1 0
                                    

.
.
.

"Wa mampir dulu yuk!" Ucap Nakala setelah menyelesaikan ibadah sholat Jum'at siang itu.

"Emang kemana? Tumben ngajak mampir dulu." Sadewa menjawab sambil mengamati perban dilengan kanannya.

Sejujurnya ia lumayan risih dengan keberadaan perban yang membelit tangannya, tapi mau bagaimana lagi jahitan dilengannya belum kering. Nanti jika terbuka lagi pasti ia akan diomeli banyak orang.

Lagi? Ya benar sekali beberapa hari yang lalu jahitanya baru saja terbuka karena Sadewa yang bergelantung dipohon mangga. Katanya mumpung gabut manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Mohon jangan ditiru.

"Lagi pengen aja. Kemarin gue lewat jalan deket rumahnya pak Tono, suasananya adem banget. Jadi pengen kesana lagi." Kemudian Nakala bangkit dari duduknya dan keluar masjid menuju ke parkiran.

"Oo gitu? Emang ada tempat tongkrongan baru ya disana? Gue kok belum pernah liat." Sadewa kemudian menyusul langkah kembarannya. Merasa sedikit heran sebab ia kemari pun lewat jalan yang dimaksud Nakala tapi tak ada tempat seperti yang diceritakan.

"Udah ikut aja, gue jamin Lo pasti suka." Sesampainya diparkiran Nakala segera menaiki motornya dan mengeluarkannya dari deretan motor lain para jama'ah.

Nakala kemudian melemparkan helm Sadewa kepada pemiliknya dan memakai helmnya sendiri.

"Yok naik!"

Kemudian Sadewa mendudukan dirinya dijok belakang disusul Nakala yang melajukan motornya perlahan.

Kebiasaan Sadewa yang tidak pernah terlupa ketika berboncengan dengan kembarannya adalah melingkarkan kedua lengannya melilit pinggang Nakala.

Nakala sendiri sudah terbiasa dengan kebiasaan Sadewa. Dia juga memaklumi mungkin adiknya itu trauma karena dulu sewaktu kecil pernah jatuh dari boncengan si ayah karena lupa berpegangan saat kendaraan roda dua itu mulai melaju.

"Loh ini kita nggak pulang dulu gitu? Masak mau nongkrong pakek sarung sama peci?" Sadewa bertanya setelah menyadari arah yang dituju oleh kembarannya berkebalikan dengan arah pulang.

"Lo pakek celana pendek kan?" Nakala bukannya menjawab pertanyaan Sadewa malah balik bertanya.

"Pakek, ya kali gue cuma pakek CD doang. Emang ngapa?" Sadewa agak bingung sebenarnya dengan pertanyaan Nakala.

"Yaudah kalo gitu, nanya doang gue." Tidak jelas anak satu ini emang.

Sadewa yang mendengar jawaban Nakala hanya menampilkan wajah cengo mendengar jawaban Nakala. Ingin hati ku menabok anak satu ini kira-kira yang ada dipikiran Sadewa.

Nakala sendiri hanya masa bodoh dengan wajah asem kembarannya dibelakang. Dia kan cuma pengen cepet sampai makanya nggak pulang dulu. Apalagi tempat yang dimaksud lumayan jauh dari rumah.

Mana mau Nakala bolak-balik. Gue mah ogah.

Nakala yang fokus pada jalanan dan Sadewa yang tengah memikirkan sesuatu membuat keheningan diantara mereka berdua.

"Eh bang, tim gue besok ada latihan gabungan sama sekolah sebelah tolong ijinin sama ayah ya. Kalo gue sendiri yang ngomong pasti nggak dibolehin." Sadewa kembali membuka percakapan dengan Nakala.

" Emang jahitan Lo udah kering? Kebukak lagi tau rasa Lo." Nakala hanya melirik malas adiknya itu dari kaca sepion.

" Belum sih kayaknya. Gue cuma mau liat aja dari bangku penonton kan lama nggak ada begituan. Seru pasti!"

Mendengar nada antusias Sadewa membuat Nakala mengurungkan niatnya untuk mengadukan Sadewa pada ayah Juna. Pasalnya jika dihitung-hitung sudah lumayan lama Sadewa rehat dari olahraga kesukaannya itu.

Simple LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang