4

51 8 2
                                    

Hari sudah memasuki malam, kini keluarga Mahendra tengah bersantai bersama di ruang keluarga. Revan yang sedang membaca majalah, Mayang yang tengah menonton siaran televisi dan kakak beradik itu yang fokus dengan ponsel nya masing-masing.

Kalau begitu ceritanya apa masih termasuk santai bersama atau sibuk masing-masing? Ntahlah.

Revan menutup majalahnya kemudian menaruh di meja. Ia menatap anggota keluarga nya satu persatu dan tersenyum kecil, mereka semua adalah kebahagiaan untuk Revan. "Aldrian" Panggil Revan

Merasa dipanggil pun Aldrian menaruh ponsel nya dan menatap ayah nya itu "Kenapa, Yah?"

"Ayah mau kamu yang meneruskan usaha milik ayah"

Aldrian menggeleng "Rian nggak mau, Yah"

"Kenapa?"

Aldrian tampak berpikir sebentar "Rian mau jadi pangeran kodok, membangun istana kodok yang megah dan mewah. Ih, pasti keren banget deh" Ucap Aldrian tak berdosa yang membuat kaget Revan. Bukan hanya Revan, tapi Mayang dan Sila pun terkejut mendengarnya.

"Heh, lo kalo ngomong yang bener" Oceh Sila

"Serius gue, Kak. Cita-cita gue dari dulu tuh emang jadi pangeran"

"Tapi nggak pangeran kodok juga kali"

"Emang kenapa? Keren tau" Ucap Aldrian dengan bangga. Sila menghela napasnya dalam-dalam, berusaha sabar dengan sikap aneh adiknya ini. Sedangkan Mayang menatap anak laki-lakinya dengan tatapan lembut "Rian, apa nggak ada cita-cita yang lebih normal lagi?"

"Emang jadi pangeran kodok nggak normal?" Tanya Aldrian

Mayang tersenyum mendengarnya "Jangan bikin pusing ayah mu terus. Liat tuh, mukanya tertekan banget"

"Rian salah lagi?" Sila memutar bola matanya malas "Bikin capek kalau ngomong sama dia, Bund. Mending iyain aja biar cepet"

"Tuh, Kak Sila aja setuju"

"Bodoh" Dumel Sila

Revan memijat kecil kepalanya, pusing sekali menghadapi tingkah Aldrian yang terkadang diluar perkiraan. Ntah dari mana sifat anaknya itu yang sering kali membuatnya terkejut karena Revan merasa Aldrian sangat jauh berbeda dengan sifat yang dimiliki dirinya walau secara wajah mereka memiliki kemiripan.

Revan adalah sosok yang sangat serius dan kaku dari dulu tapi kenapa anak laki-lakinya itu malah berbeda dengan dirinya? Aldrian cenderung lebih senang bercanda dan aktif berbicara. "Kalau diajak bicara bisa serius dikit?" Tanya Revan datar

"Ayah, Rian maunya jadi pangeran kodok. Salahnya di mana sih?"

"Terserah kamu lah. Ayah pusing" Kemudian Revan meninggalkan ruang tamu dan menuju kamarnya yang disusul oleh Mayang. Sepertinya ia butuh istirahat cepat hari ini. Mengajak bicara Aldrian malah semakin menambah dirinya lelah. Niatnya ingin membicarakan hal yang serius pada anak laki-lakinya itu namun yang terjadi justru malah di luar perkiraan.

Setelah Revan dan Mayang beranjak dari ruang tamu, terdengar perdebatan kecil antara Sila dan Aldrian. "Bisa nggak sehari aja nggak usah bikin orang kesel?" Ucap Sila sebal dengan kelakuan adiknya itu

Aldrian menghadap Sila "Salah gue di mana sih, Kak?"

*pletak*

Sila memukul kecil kening Aldrian, adiknya itu mengaduh dan mengusap keningnya. "Ayah tadi ngomong serius malah lo jawab ngaco begitu. Untung aja ayah nggak marah-marah"

"Astaga, bagian mana sih yang ngaco?" Ucap Aldrian tidak terima  "Jadi pangeran tuh keren, ngerti ga sih lo? Kaya di film-film gitu" Lanjut Aldrian

"Asli ya, lo makin lama makin aneh kelakuannya. Dah lah, mending gue tidur aja" Sila beranjak dan menuju kamarnya, meninggalkan Aldrian sendiri dengan rasa bingung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aldrian Mahendra [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang