Prolog

14 6 11
                                    

Hallow. Apa kabar?
Kenalan sama aku yuk. Aku bawa cerita yang bisa nemein kalian nih.
Walaupun ini kemungkinan besar gak ada yang baca, tapi it's okay.

Namaku, Indah.
Just call me In, boleh pake kak, dek, mbak, neng, shayy, or sayang. Ups, yang terakhir bercanda doang xixi.

Aku gak tau kalian bakal suka apa nggak, but, I hope your enjoy.

Happy reading.

•••

"Apa lo percaya kalo perasaan itu bisa tumbuh karna terbiasa?" tanya Axel tiba-tiba.

Meskipun menurut Rinai itu pertanyaan random tetapi menarik juga.

"Tergantung sih. Perasaan manusia itu abstrak, Ax. Bukan itu permasalahannya, tapi rasa nyaman yang bakal nentuin perasaan seseorang yang sesungguhnya. Karna terbiasa belum tentu bisa nyaman, begitupun sebaliknya," jelas Rinai memberikan opininya.

"Iya juga sih," balas Axel.

"Tiba-tiba banget lo bahas kek gituan. Lo kenapa jadi aneh gini sih?" heran Rinai membalikkan badannya menghadap ke arah Axel.

Sementara yang ditanyai hanya diam beberapa saat, menatap lurus ke depan. Pikirannya di penuhi hal-hal yang ....

Ah, entahlah.

"Kalo gua beri satu permintaan buat lo, lo mau minta apa ke gua?" tanya Axel dengan posisinya yang menyampingi Rinai.

"Gua minta lo jangan pernah lupain gua, dan semua kenangan kita sedari kecil."

"Itu aja?"

Rinai mengangguk mantap, "Itu aja sih. Sederhana emang, tapi berharga. Soalnya kenangan itu gak bisa di beli dengan apapun."

"Kalo lo sendiri mau minta apa ke gua?" Rinai melontarkan pertanyaan yang sama.

"Tolong lupain gua."

"Hah?"

"Kamu mau rebut apa lagi dari aku, Rin?" gadis yang sudah terduduk di lantai itu mendongak menatap Rinai dengan mata berkaca-kaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kamu mau rebut apa lagi dari aku, Rin?" gadis yang sudah terduduk di lantai itu mendongak menatap Rinai dengan mata berkaca-kaca.

"Gua–"

"Kamu udah punya semuanya. Kenapa mesti ngerebut Axel dan ayah aku? Apa kamu seserakah itu?" gadis itu memotong perkataan Rinai kemudian tatapannya teralih pada gelang yang Rinai kenakan. "Dan gelang itu, itu punya aku."

Mendengarnya, tidak membuat Rinai tinggal diam. Serakah katanya, tapi orang yang mengatakannya sepertinya tidak tahu definisi serakah yang sebenarnya. Rinai mengepalkan tangannya kuat, tidak tahan lagi dengan semuanya.

"Asal lo tau, Senja. Gak ada hal yang pantes gua rebut dari lo. Memang sejak awal, itu semua milik gua." Rinai mulai angkat bicara. "Jadi siapa sebenarnya yang serakah di sini?"

Axel segera memasuki rumah tua yang ia datangi sesuai dengan alamat yang dikirimkan padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Axel segera memasuki rumah tua yang ia datangi sesuai dengan alamat yang dikirimkan padanya. Ia tidak tahu lokasi ini, dan tempat ini asing baginya.

Ia terus berjalan menapaki rumah kayu tinggi yang papannya sudah lapuk, hingga ia harus berhati-hati saat berpijak. Ia terus masuk, tapi tidak ada apapun sampai muncul pikiran bahwa ia sebenarnya dijebak.

Kreett!

Bunyi kayu yang berasal dari belakangnya membuat langkahnya terhenti. Ia kemudian berbalik secepat mungkin dan mendapati Rinai yang kepalanya di sodori pistol oleh lelaki bertopeng di belakangnya.

"Lepasin dia," perintah Axel berusaha tenang dan mendekati mereka.

"Diam di situ, atau dia bakalan gua tembak!" ancam lelaki bertopeng itu.

"Oke. Sekarang, apa mau lo? Lo mau uang? sebutin nominalmya, gua kasih berapapun yang lo mau," ucap Axel mencoba bernegosiasi sementara salah satu tangannya mengisyaratkan pada Rinai agar tetap tenang.

"Hahaha, ternyata dari dulu lo gak berubah. Gua gak mau apapun dari lo. Gua cuma pengen ... have fun!"

"Ax, tolong," lirih Rinai yang matanya sembab karena menangis ketakutan.

Lelaki bertopeng itu langsung mempererat pertahanannya pada Rinai kala gadis itu tampaknya berusaha melepaskan diri.

"Lo mau kepala lo gua bocorin, hah?"

Rinai menggeleng cepat dan akhirnya memilih bungkam setelah ancaman itu.

"Makanya diem, bego!!"

"Makanya diem, bego!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wiu wiu wiu wiu.

"Hah, semuanya udah selesai. Lo gak ada kesempatan lagi, nyerah sekarang!" ucap Axel saat mendengar bunyi sirine polisi yang mendekat.

"Sialan!" umpat lelaki itu marah. Tubuhnya tersungkur dan ia masih mencari-cari di mana pistolnya terlempar.

Setelah Axel membelakanginya untuk memastikan keadaan Rinai, lelaki yang topengnya sudah lepas melihat pistolnya. Tidak terlalu jauh dari tempatnya.

"Gua gak bakal biarin ini berakhir gitu aja. Lo harus rasain apa yang pantes lo rasain!" Lelaki itu bermonolog dengan suara kecil yang hanya di dengar oleh dirinya sendiri.

Kemudian ia segera bangkit lalu dengan cepat menyambar pistol itu, dan ....

Ddorr!!

•••

How? Wdyt?
Aku tebak, kesan pertama kalian pas baca judul pasti kalian kira ini cerita komedi? Tapi pas udah baca prolog, gimana? Masih komedi belum?
Xixixi.
Tenang aja shay, bawa santai aja.
Kita lihat saja ya nanti bagaimana.
Stay tune.
Paiii!!

Update senin-jumat.
Sabtu-minggu buat aku stok chapter.

TEMAN KOK GITU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang