Hallow apa kabar?
Ternyata ini belom ada yang baca, hehe.
It's okay, gapapa, I'm fine.
Aku nulis ini emang rada gak niat dan udah lama sih sebenernya.
Atau mungkin ada yang mau nabung chapter dulu baru baca?
Kalau gitu, selamat membaca chapter ini ya."Ax jelek, mana lo?!" teriak Rinai mencari Axel sambil berjalan sarkas memasuki kelas Axel dan menemukan Axel tengah tertidur di mejanya.
"Bangun woi, ini sekolah tempat belajar bukan kamar lo." Rinai mulai memukul meja Axel dan membuat Axel terbangun saat itu juga.
"Mau apa lo, ketombe?" tanya Axel masih dengan mata setengah terpejam.
"Gua mau pinjem baju olahraga lo dong. Lo bawa kan?" tanya Rinai dengan gaya seperti tukang palak.
Dengan malas Axel memandangi Rinai yang menunggu balasannya. Dan ini bukan kali pertama Rinai meminjam pakaian Axel. Karena sangat mengantuk akhirnya Axel memberikan kunci lokernya lalu kembali menenggelamkan wajahnya dengan lengan tertekuk di atas meja.
Rinai hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Axel. Lalu dia ke belakang untuk mengambil baju olahraga milik Axel. Di kelas Axel dia diberi tatapan tak sedap dari para siswi yang sebagian besar adalah pengagum berat Axel tetapi Rinai berusaha mengabaikannya.
Salah satu alasan mengapa teman perempuan Rinai hanya satu karena rata-rata cewek di sekolah ini mengincar Axel dan Rinai bisa dekat dengan Axel kapan saja tanpa berusaha, itu sebabnya banyak yang tak menyukai Rinai. Rinai kerap kali disebut dengan julukan tukang caper padahal mereka lah yang sering caper.
Rinai bahkan tidak paham, apa yang menarik dari Axel selain anak itu kaya. Wajahnya memang lumayan, tetapi masih banyak cowok lain yang wajahnya lebih bening dari Axel. Kalau dari yang Rinai dengar, sisi jahil dan ceria Axel menjadi daya tarik tersendiri.
"Lihat si tukang caper, berani banget dia pake mau pake seragam olahraga Axel," sindir Ghea salah satu haters terberat Rinai.
"Gak punya seragam olahraga kali, dia kan miskin," timpal Cecil yang merupakan anteknya Ghea.
Rinai memandang mereka berdua dengan tajam. Lihat, tatapan saja sudah membuat mental mereka berdua turun. Dasar lemah. Rinai kini mendekati mereka berdua sambil menggunjingkan senyum miringnya.
"Gapapa miskin, yang penting masih punya sopan santun. Daripada kaya tapi pake baju kurang bahan. Kalo mau umbar paha silahkan ke jalanan. Om-om suka modelan kayak lo tau," balas Rinai dengan kata-kata pedasnya yang mampu membuat nyali Ghea dan Cecil ciut.
Axel yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum puas. Dari dulu memang Rinai tak pernah berubah sama sekali. Hal tersebut yang paling Axel sukai dari Rinai. Rinai tak pernah membeda-bedakan seseorang disekitarnya dan sangat pemberani. Menurut Rinai, perlakuan seseorang tak bisa di sesuaikan sesuai harta. Percuma hartanya banyak jika kelakuannya seperti orang yang kurang terdidik.
Setelah mengganti pakaiannya, Rinai berjalan menyusuri koridor menuju lapangan basket. Teman-temannya pasti sudah menunggunya di sana. Tiba-tiba banyak siswa berlarian, entah apa yang terjadi tetapi situasi tersebut membuat Rinai bingung.
"Eh Oji, ada apaan? Kenapa pada lari?" tanya Rinai pada salah satu siswa yang kelihatan panik juga.
"Mikel sama Titan, huuhh .... " perkataan Oji terpotong saat dia berusaha mengatur nafasnya. Membuat Rinai makin penasaran di buatnya. "Mereka berantem di lapangan basket," lanjutnya lalu berlari meninggalkan Rinai.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN KOK GITU?
De TodoSEMPATKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA. CERITA INI AWALNYA GARING TAPI MAKIN DI BACA MAKIN NAGIH. GAK PERCAYA? COBA BACA DULU DEH (smirk) Katanya, Rinai dan Axel itu hanya teman. Orang-orang mungkin melihatnya sebagai pertemanan yang semua orang bisa sepe...