10 - Dari Cinta, Cinta dan Cinta

92 14 1
                                    

Dari 26 April.

"Rumi! Dengarkan aku dulu, Rum!" teriak aku kencang sembari berlari kecil untuk menghampiri tubuh Rumi yang semakin pergi menjauhiku.

Siang itu kami sudah sampai Malang, lebih tepatnya di toko bunga Rumi. Aku dan Bhalendra terlambat dari janji yang sudah kamu bertiga sepakati. Semalaman, Rumi menunggu kami berdua begitu lama dan hal itulah yang membuatku khawatir.

Rasanya ingin menangis ketika melihat Rumi enggan mendengar penjelasanku.

Aku ingin meronta menjelaskan semuanya tetapi Rumi benar-benar mengabaikanku. Sepertinya Rumi begitu kecewa hari ini.

"Dengarkan apalagi Maya?!" sungut Rumi menepis genggamanku. Wajahnya marah. Rumi benar-benar kecewa dengan kami.

Aku diam.

"Aku semalaman menunggu Lendra di tempat janji kita berdua. Tapi dia tidak datang. Katamu dia akan datang tapi mana?! Maya kamu sudah berbohong!"

"Bukan seperti itu Rum..."

"Lalu apa? Bukannya kalian malah menginap bersama di penginapan? Memangnya aku tidak tahu HAH?!"

"Rum, bagaimana kamu bisa tahu?"

"Sudahlah! Aku kecewa denganmu!"

"Rumi! Dengarkan aku dulu!" Saat itu, aku terus menahan kepergianya sekuat tenaga.

"Aku tahu kamu sudah kehilangan Nares. Dan kamu sudah berubah menjadi wanita kota. Tapi aku sama sekali tak menyangka kalau kamu akan mengkhianatiku seperti ini!" balas Rumi lalu ia meninggalkanku.

Ya Tuhan...

Aku menangis sekuat yang aku bisa ketika menyaksikan kepergian Rumi dari hadapanku. Ya Tuhan, apa yang sudah aku perbuat dengan Rumi sampai-sampai Rumi memilih untuk pergi meninggalkanku? Tanpa memilih mendengarkan penjelasanku terlebih dulu? Juga tanpa menengok ke belakang lagi? Sejahat itukah perbuatanku yang sama sekali tak aku sengaja sudah melukai hatinya?

Rumi andai kamu tahu bahwa tidak seperti itu yang kamu lihat. Aku tidak tahu siapa yang mengirim foto ku dengan Bhalendra saat kami masih di penginapan. Tapi, terlihat dari sanalah Rumi salah paham dengan kami berdua. Dia menelan mentah-mentah berita yang tidak jelas asalnya.

Hanya dari foto iseng yang dikirimkan seseorang di grup alumni tentang keberadaanku dengan Bhalendra sosok pria paling tenar di kampus tengah memesan kamar di salah satu penginapan.

Sungguh! Hati-ku sakit sekali karena Rumi sampai mengira yang bukan-bukan tentang kami berdua. Padahal kenyataannya kami berdua hanya menginap karena cuaca yang tidak menentu dan kondisi mobil Bhalendra yang bocor. Jadi sore itu kami benar-benar terpaksa memilih untuk menepi dulu. Untuk menginap karena hari juga sudah menjelang malam. Tapi tentu tidak satu kamar.

Bhalendra memesan kamar dan mendapat nomor 21 sementara aku mendapat kamar hotel bernomor 22. Kami bersebelahan.

Dan demi nama Tuhan aku bisa menjamin kami tidak melakukan apapun. Bhalendra pria yang baik. Bhalendra sosok pria yang tahu bagaimana cara menjaga perempuan. Tidak heran mengapa ia selalu dikagumi jutaan wanita diluar sana. Sore itu, kami meninggalkan mobil dengan berjalan kaki untuk menuju hotel kecil di pinggiran kota.

Bhalendra memakai payungnya dan aku tentu memakai payungku. Kami berdua berjalan berdampingan di atas trotoar jalan. Untuk menemukan penginapan karena langit juga sudah semakin gelap dan cuaca di sana semakin dingin.

Love Love Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang