Suara langkah kaki mengisi kekosongan di sepanjang lorong rumah sakit yang bersahutan dengan suara guyuran hujan cukup deras.
Seseorang berpakaian hitam dan tudung yang menutupi kepalanya berjalan menuju pintu kamar pasien yang terletak di ujung lorong.
Ia berdiri di depan pintu lalu meraih sesuatu di dalam saku jaket sebelum akhirnya melangkah masuk.
Bunyi elektrokardiogram memenuhi ruangan. Ia tersenyum senang saat memastikan tidak ada siapapun di dalam selain pasien wanita paruh baya yang tengah terbaring tak sadarkan diri.
Tangannya yang sejak tadi berada di dalam saku lantas mengeluarkan sebuah pisau lipat.
Senyuman yang tersungging menunjukkan antusiasnya. Ia mendekati wanita tersebut dan mulai memainkan pisaunya hingga sebuah cipratan darah menyembur keluar.
"Pembantu yang dulu kerja di rumah Bunda, dia juga terlibat dalam pembunuhan Oma."
Gadis itu tertawa puas tanpa rasa bersalah. Ia semakin mengoyakkan perut wanita tersebut dan keluarlah isi perutnya.
Ia berhenti dengan menghela nafas lega sembari membasuh pisaunya menggunakan selimut yang nyaris seluruhnya berubah warna karena darah yang tak henti keluar.
Ia kemudian mengeluarkan secarik kertas dan pulpen untuk meninggalkan sebuah catatan di sana.
'Selamat beristirahat. Terima kasih sudah mengabdi pada ibuku. Semoga tenang di neraka.'
• • •
"Ahk~" Seorang siswi merintih kesakitan saat kepalanya dihentakan pada dinding toilet dengan cukup keras.
Ia terduduk di lantai sambil menunduk takut. Hidungnya sedikit mengeluarkan darah yang membuatnya semakin menahan tangis karena rasa perih di sekujur tubuh.
Gadis yang saat ini berdiri angkuh itu lantas menarik kasar rambut gadis malang tersebut hingga membuat wajahnya mendongak ke atas.
"Lo udah salah orang buat nyari gara-gara!" sarkasnya.
"M-maaf, Ren .. "
"Nggak usah ngerengek, muka lo jelek!"
Sementara siswi itu hanya bisa menggigit bibir dalamnya, berharap seseorang datang menolong.
Ia sudah lelah menjadi bahan perundungan dari gadis bernama Irene Kizora-si perempuan berlagak bak penguasa yang menjadikan murid lemah sebagai mainan. Tak perduli seberapa rasa sakit yang mereka terima.
Begitu banyak korban yang akhirnya memilih berhenti dan pindah sekolah. Bahkan beberapa dari mereka sampai merasakan trauma hingga ketakutan untuk kembali bersosial dengan orang luar.
Namun tidak ada yang berani melaporkan Irene, sebab kebanyakan dari korbannya tau seperti apa keluarga gadis itu.
Sebuah ide muncul, membuat Irene berjalan mendekat. Ia menarik ujung bibirnya, menyunggingkan senyuman getir yang menggetarkan tubuh Amara.
"Mau tau cara gue buat maafin orang kayak lo?" ujarnya disertai sebuah tatapan mengerikan yang sanggup membuat isi kepala Amara menangkap maksud buruknya.
Gadis itu dengan paksa menarik rambut Amara dan membawanya ke dalam salah satu bilik toilet. Ia tanpa belas kasihan mendorong kepalanya ke lubang tinja dengan bau menyengat yang khas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIENNA
Teen FictionA story by nL. Bagian 2 ASKALIN | Spin Off Akan kubalas semua penderitaanmu, sekalipun aku harus melenyapkan mereka. • • • Berkisah tentang perjalanan hidup Sienna Tamora, gadis piatu yang memiliki tekad untuk membalas penderitaan ibunya di masa lal...