2. Si Hancur & Si Menyedihkan

289 49 163
                                    

Pulang sekolah adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh para anak muda di mana sebagian dari mereka akan menghabiskan waktu bersama teman-temannya sebelum kembali ke rumah.

Tak terkecuali di sebuah warung kopi yang kini dipenuhi oleh para pemuda berseragam putih-abu dengan atasan yang dibalut jaket untuk menutupi identitas sekolah.

Kepulan asap mengisi udara bersambutan dengan alunan musik yang dinyalakan sebagai pengiring.

Suara tawa dan canda yang dibuat untuk mencairkan suasana menyamarkan seseorang yang duduk di sudut warung dengan tudung menutupi kepalanya.

Sebatang rokok terselip di jemari tangan kirinya. Sementara tangan yang lain digunakan untuk menenggak teh hangat yang ia pesan.

“Woi woi, gue ada permainan.”

“—Tau si Amara?”

“Kelas mana?”

“IPA 1. Anak sebelas.”

“Bau-bau taruhan ah.”

“Halah~ bosen yang kek gitu. Harus ngejar-ngejar, terus pdkt, jadian, menang, ghosting.”

“Udah biasa ah, nggak seru.”

“Tapi kali ini beda, bro.”

“Lo mau apa?”

“Kita taruhan siapa yang berhasil dapet keperawanan si Amara, dia menangin semua total uang taruhan, bonus motor.”

“Gila lo anjir. Kalo hamil begimana?”

“Entar berabe urusan minta ditanggung jawabin.”

“Belum lagi kalo dia lapor polisi—nggak lah, jangan kek gitu.”

“Kayak nggak inget zaman aja. Ada alat kontrasepsi bro sekarang, aman-aman bae.”

Sret!

Suara decitan kursi membuat pusat perhatian para anak muda itu teralihkan pada seseorang yang baru saja beranjak dari duduknya di satu sudut warung.

Wajah yang terhalangi tudung membuat mereka melihatnya heran.

“Bahaya, Den. Anak cepu jangan-jangan dia?”

“Dari Airlangga?”

Ben yang berdiri tak jauh dari orang tersebut lantas menghalangi jalannya dan memaksa melepas tudung yang menutupi kepalanya.

Betapa terkejutnya Ben saat mengetahui wajah di balik tudung jaket itu adalah orang yang sangat ia kenal.

“S-sen? Lo ngapain di sini?” ujar Ben tak menyangka jika orang yang sedari tadi menyendiri menghisap rokok di sudut adalah Sienna.

Bahkan tak kalah terkejut dari Ben, teman-temannya pun ikut tersentak saat tau ada perempuan merokok di sana.

“Tenang aja, gue nggak akan cepu. Gue nggak kenal siapa Amara,” ucap Sienna menatap dingin pada Denis—pemilik ide gila tersebut.

“G-gue cuman bercanda kok, Sen.”

“Kenapa nggak lo lakuin aja. Siapa yang menang uangnya bagi setengah sama gue,” cetus Sienna sembari kembali menyesap rokoknya.

SIENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang