6. Malam Sunyi

103 4 1
                                    

“Mau apa lo ke sini?!”

Cakra terdiam.

Memang bukan maksud Sienna tak mengenalinya, wajahnya sungguh berbeda dengan anak lelaki yang ada di dalam ingatan Sienna.

Anak tukang bunuh.” Ucap Cakra mengulang perkataan Sienna tujuh tahun lalu.

Sienna kembali terdiam dengan jawabannya. Ia seakan tidak percaya dengan laki-laki di hadapannya yang merupakan anak kecil malang, korban penyiksaan ayahnya.

Sienna mengalihkan wajah, mendapati beberapa tetangga tengah memperhatikan mereka dari kejauhan. Karena risih, akhirnya ia mengajak Cakra untuk mengobrol di dalam.

Suasana canggung pun tidak dapat terelakkan, yang dilakukan gadis itu hanya memainkan pulpen bermata pisau miliknya, untuk berjaga-jaga. Sementara Cakra masih memandangi Sienna yang enggan menatapnya.

“Kayaknya lo belum percaya.” Sahut Cakra menghela nafas. Ia merubah cara bicaranya agar Sienna lebih nyaman.

“Waktu pertama gue liat lo di lorong tadi, awalnya gue juga ragu kalo lo Sienna yang gue maksud.”

“Tapi gue semakin yakin setelah cari tau ke beberapa anak di sekolah.” Jelasnya.

“Tau dari mana alamat rumah ini? Kalo sampe lo cuma modus penipuan, gue tusuk mata lo!” Gertaknya.

“Gue tanya temen kelas lo.”

Sienna lantas mengalihkan kembali wajahnya saat hawa terasa panas. Ia lalu permisi untuk menyiapkan air teh dan mengambil satu toples cemilan di lemari pendingin.

“Kamu .. lo tinggal sendiri di sini?” Cakra kembali bertanya, mengikuti gadis tersebut ke dapur.

Sienna terkejut menyadari Cakra sudah berdiri di sampingnya. Tanpa menjawab pertanyaan Cakra, ia melengos menuju ruang tengah. Lagi-lagi laki-laki itu hanya mengekor di belakang.

Arah mata Cakra sontak teralihkan begitu ia melewati kamar mandi, di mana lantainya dipenuhi air tergenang. Ia membuka seluruh pintu dan terbelalak melihat keadaan kamar mandi Sienna yang nyaris banjir.

“Ada yang bocor?” Tanya Cakra, menoleh. “Sienna?”

Gadis itu hanya berdiri memandangi Cakra, lagi-lagi tanpa menjawabnya.

“Bisa lo duduk aja?!” Ucap Sienna terdengar ketus. “Jangan mentang-mentang lo ketemu temen kecil lo, bukan berarti lo bebas seenaknya di sini.”

“Dan harus lo inget, gue gak tau siapa lo dan gue lupa masa kecil gue. Kalo gak ada urusan lagi, lo bisa pergi!”

• • •

Di tengah ruangan sebuah rumah megah yang dihuni satu keluarga, berkumpul sepasang suami-istri dan putri bungsunya. Pria berkumis tipis yang sedari tadi berdiri berkacak pinggang, sesekali mondar-mandir hingga menggerutu kesal.

Sementara sang istri hanya diam menunduk. Ia sudah berkali-kali mencoba menenangkan suaminya, namun yang didapat hanyalah sebuah omelan.

Seorang gadis duduk manis sibuk memainkan ponselnya, asik mengirimkan pesan-pesan singkat bersama sang kekasih. Ia tak menghiraukan ocehan sang ayah yang terus memaki saudara laki-lakinya yang tak kunjung pulang, setelah waktu melewati pukul delapan malam.

“Mungkin Cakra ada tugas sama temennya, Yah.” Ujar Cassy berusaha membujuk Askal agar duduk dengan tenang.

Namun usahanya tetap sia-sia. Pria itu sangat keras kepala dan tidak percaya jika sang putra sekedar melakukan tugas sekolah.

“Itu anak udah mulai ngelunjak. Abis nampar Irene sekarang keluyuran gak jelas!”

“Apa-apaan maksudnya nampar Irene? Mau lampiasin gitu, hah!” Murkanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SIENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang