Dia lagi? Kenapa dia ada dimana-mana? Kenapa aku tidak bisa menghindar darinya? Sial! Persetan dengannya. Aku harus menghentikan bocah bodoh dan gila ini dulu. Sebelum dia mati sia-sia.
"Ayo lepaskan!" Ujarku bersikeras menarik suntikan di tangan bocah gila itu.
"Kau yang lepaskan, Bangsat!" Ujar bocah gila itu. Aku merasakan tangannya yang satu lagi hendak melayang ingin menampar dan mendorongku lagi. Hingga aku merasakan tanganku dan tangan bocah gila itu terpisah oleh tangan yang lebih besar.
"Hentikan!" Tandas pemuda yang sedari tadi berusaha aku abaikan. Aku melirik kearah pemuda itu. Wajahnya tampak serius dan matanya berkilat sangat marah. Pemuda itu menatap kearah bocah gila didepanku. Tangannya masih bertengger di pergelangan tanganku dan bocah gila itu. Aku bisa merasakan kuatnya cengkraman tangan pemuda itu di pergelanganku.
Bocah gila itu terdiam. Menunduk sedalam-dalamnya seolah ada harta karun yang lebih menarik perhatian di bawah kakinya. Akhirnya aku bisa memenangkan pertarungan tidak berbobot ini.
"Aku tidak mengizinkan pelangganku memakai maupun membawa obat-obatan terlarang ke barku. Dan kau membawa serta memakainya. Kau juga marah dan melukai karyawanku hanya karena dia menghentikanmu memakai obat terlarang itu. Harusnya kau bersyukur dia telah menyelamatkan hidupmu. Bukan malah memarahi bahkan melukainya seperti ini. Aku akan memasukkanmu kedalam daftar hitam barku. Jika sekali lagi kau berulah, aku tidak akan segan-segan melenyapkanmu." Ujar pemuda itu dingin, kemudian menghempaskan tangan bocah gila itu. Mendengarkan ancamannya saja membuat tubuhku merinding. Apalagi jika itu benar-benar terjadi. Hiiii.......
Pemuda itu memiringkan kepalanya sedikit dan melihat kearahku, seolah-olah bertanya bagaimana keadaanku sembari merapikan rambut didekat telinganya.
"Semua bubar." Ujar pemuda itu dingin, kemudian menarikku keluar dari toilet. Ia mencengkeram dengan kuat tanganku. Menyeretku entah kemana tanpa tau aku kesakitan. Aku bisa pastikan kulit tanganku bekas cengkramannya itu akan semerah apa.
"Hei! Lepas! Kenapa kau menarikku! Kubilang lepas, dasar orang gila!!! Aku mau pulang! Zico hyung! Aku ingin pulang!" Aku berusaha melepas cengkramannya. Namun, semakin aku berusaha lepas, semakin kuat pula cengkraman tangannya di tanganku. Ia berjalan tanpa menoleh kemanapun. Menyibak manusia yang berlalu lalang dijalan yang kami lewati. Bahkan aku dan dirinya berjalan menaiki tangga menuju lantai dua.
Aku dan pemuda itu sampai disebuah ruangan diujung lorong lantai dua. Pintu ruangan itu berwarna hitam dan polos tanpa ada ukiran maupun tulisan apapun. Pemuda itu menekan sandi angka didekat gagang pintu itu. Setelah selesai menekan enam angka, pintu itu terbuka otomatis. Menampilkan ruangan kerja dengan tema monokrom dengan furnitur minimalis, menghiasi ruangan tersebut. Aku bisa mencium wangi maskulin yang sama persis dengan pemuda didepanku. Aku dibawa berjalan ke tengah ruangan itu.
Aku memperhatikan dengan seksama ruangan tersebut. Tampak nyaman dan estetik. Sofa hitam dengan paduan karpet berwarna broken white. Lalu sebuah meja dan kursi kerja berwarna hitam dengan lampu belajar estetik yang berdiri dilantai mengarah ke meja kerja tersebut. Dibelakang meja kerja tersebut, terdapat rak hitam empat tingkat, berisi file dan hiasan yang tertata rapi. Lalu didekat pintu masuk terdapat sebuah lemari loker berwarna hitam yang kontras dengan warna broken white dari dinding ruangan tersebut. Lalu teedapat tiga lampu gantung estetik berwarna senada dengan ruangan. Aku terpaku sesaat melihat ruangan kerja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Omega [KaiSoo Fanfiction]
Fanfiction🚫WARNING!🔞+++ Cerita omegaverse, jadi jangan salah lapak! BXB WARNING! Yaoi WARNING! Mpreg warning! Yang hate skip ajalah, ngapain dibaca🙄