Arya Dirgantara
Aku tidak tau, bagaimana aku bisa semudah itu tertarik dengan seorang gadis yang ku simpulkan sendiri hobinya rebahan, dan tidak pernah mau menurut, selalu saja banyak alasan saat diberikan tugas, namanya Relita Amrina, umurnya berjarak lima tahun dariku, si gadis mungil yang banyak bicara.
Aku bisa melihat, dia sangat mengagumiku, dia selalu berpura-pura tidak perduli padaku namun itu salah satu caranya untuk mencari perhatianku, hmmm...lucu sekali. Dia sok jual mahal didepanku, tapi aku tau dalam hatinya berkata lain, dia bahkan sangat senang saat aku menceramahinya setiap pagi, dia selalu seksama mendengarkan setiap nasehatku, tapi sayangnya tidak ada perubahan padanya, kadang aku menerka-nerka, apa saja yang dikerjakan di posko? Apa ia sesibuk itu, sampai tidak pernah sempat menyelsaikan tugas yang ku berikan padanya. Kalo begitu terus, dia sendiri yang akan rugi.
Setiap hari aku melihatnya diperpus, tapi bukan untuk membaca buku, ia terlihat tengah menonton sesuatu di ponselnya diiringi gelak tawa yang sesekali terilihat. Terkadang ia hanya duduk bosan sambil menggerutukan sesuatu yang membuatku geleng-geleng kepala mendengarnya. Aku mencoba mengambil tindakan yang lebih tegas demi kebaikannya. Aku sedikit kasihan melihat raut wajahnya yang sangat ketakutan kala itu, aku rasa saat itu aku tidak membentaknya namun ekspresinya begitu begitu menunjukan ketakutan dan kewahatiran. Tentu saja dia akan hawatir karna aku memutuskan untuk mengahiri kegiatan PPLK nya sebelum waktunya.
Beberapa hari dia tidak terlihat lagi, aku sempat hawatir, apa ia benar-benar tidak perduli dengan nasibnya? Jika begini akupun tidak bisa membantunya, namun aku memdapat kabar dari asistenku bahawa gadis itu sempat mencariku, aku bernafas lega, syukurlah, dia masih perduli dengan dirinya.
Beberapa hari aku tidak bisa masuk mengajar, karena urusan penting di perusahaan yang baru beberapa tahun ini aku rintis dan masih membutuhkan perhatian penuh dariku. Sebelum aku mendirikan perusahaan itu, aku sudah mengajar di sekolah milik orang tuaku, tapi aku hanya memilih sebagai guru biasa, bukan sebagai anak pemilik sekolah. Hingga pada ahirnya aku bertemu dengan gadis yang meruntuhkan pertahananku, dia membuka sendiri pintu hatiku untuknya, yang telah lama aku tutup.
Bayang-bayang gadis itu begitu melekat di fikiranku, tingkah konyolnya sering terlintas hingga membuatku tersenyum sendiri, beberapa kali orang tuaku memergoki ku yang tengah tersenyum tanpa sebab yang terlihat. Huuh, memalukan sekali, mereka punya celah untuk menggodaku. Entah apa yang begitu menarik dengan gadis itu sehingga mampu mengusik ketenanganku yang telah ku bangun lama tanpa adanya wanita disisiku, tapi untuk sesaat gadis itu mampu meruntuhkan dinding yang ku buat.
Waktu itu, setelah beberapa hari ia menghilang, terlihat beberapa kali panggilan masuk darinya, namun tidak bisa kujawab karena tengah ada urusan, sempat beberapa kali aku tolak, karena suaranya cukup mengganggu. Tidak hanya panggilan, dia kemudian mengirimiku pesan. Pesan itu membuatku tersenyum lebar dan hanya menggeleng.
Sok puitis, fikirku namun senyumku enggan pergi. Hingga aku memutuskan untuk menyuruhnya menemuiku dikantorku saja, ternyata setelah beberapa hari cukup memberi perubahan yang baik, dia datang lebih awal dari yang ku perkirakan, karena biasanya dia selalu ngaret. Setelah mengetahui itu dari bawahanku, akupun menyuruhnya untuk menunggu.Ketika sampai ruanganku,
Aku sedikit kaget saat mendapati seseorang yang tiba-tiba menabrak dadaku, karna benturan yang cukup keras menurutku, meski aku tidak merasa sakit namun orang yang mnabrakku sampai harus terjungkal kebelakang, setelah kuperhatikan, ternyata dia si gadis mungil yang diam-diam mengambil hatiku. Raut wajahnya terlihat sangat ketakutan, sambil mengusap terus keningnya yang jadi korban dada bidangku, namun apa gerangan yang membuatnya ketakutan seperti itu, keringat yang membanjiri pelipisnya tak luput dari tatapanku, akupun mulai mendekatinya untuk mencari tau, namun tanpa kuduga, hal itu membuatnya melangkah mundur. Apa dia takut kepadaku? Memangnya apa yang telah kulakukan padanya? Melihat wajahnya yang seperti itu membuatku gemas, tiba-tiba ide konyol terbersit dibenakku, aku sedikit tersenyum melihatnya semakin mundur saat kuputuskan terus mendekatinya. Hahh dasar gadis, apa yang difikirkan tentangku, baiklah akan kubantu dia merealisasikan apa yang ada difikirannya. Sampai ahirnya yaaap...Dia jungkir balik, karna terus saja mundur tanpa memperhatikan keadaan dibelakangnya, untung saja jatuhnya ke sofa, ya walaupun aku tau itu sangat sakit baginya. Sungguh aku cukup kesulitan menahan tawaku kala itu, itu sangat lucu. Mengetahui aku menahan tawa saja, ia sudah menatap kesal, apalagi tawaku sampai meledak.
Haah, dia menatap kesal saja begitu menggemaskan, mahluk tuhan ini begitu mengusikku, ini membuatku sedikit tidak waras.
Kemudian Aku mencoba membantu untuk meringankan sakitnya, tapi saat menyadari maksutku, ia segera mencegahku dan mengambil obat itu dari tanganku, kenapa dicegah? Padahal dengan senang hati aku akan membantu, bukan modus, anggap saja insting laki-laki normal.
Sampai pada ahirnya aku mengizinkannya untuk mulai mengisi kelas, binar mata bahagia dan antusias terlihat jelas dimatanya, tanpa sadar aku ikut tersenyum melihatnya. Sungguh gadis itu benar-benar racun, segala halnya terlihat menarik dimataku dan meracuni hari-hariku untuk selalu memikirkannya.
Bertahun-tahun aku sudah hidup tanpa adanya wanita, dan itu cukup nyaman bagiku walaupun memang, terkadang hatiku merasakan kehampaan itu yang membuatku gelisah.
Dan gadis itu datang seolah hanya menjentikan jari untuk mampu menghancurkan benteng kokoh yang sudah ku buat.******
Aku memperhatikan setiap kali ia mengajar didalam kelas, aku baru tau, ternyata dia cukup sabar, meski sesekali aku melihatnya menarik nafas dalam, saat mencoba menenangkan diri untuk tidak marah, serta senyum diwajahnya tidak pernah luntur.Dapat kulihat dia mencoba untuk bisa memahami keadaan setiap muridnya, meski terkadang itu dimanfaatkan oleh si murid sendiri untuk bermanja-manja dan tidak mengerjakan tugasnya. Gadis itu cukup terlihat berbeda saat mengajar, dia terlihat lebih dewasa, lebih menonjolkan kewibawaan seorang guru. Sangat berbanding jauh saat didepanku. Dasar gadis yang unik.
Beberapa hari aku kembali tidak bisa kesekolah, karena urusan di perusahaan, lebih tepatnya beberapa hari aku tidak akan bisa melihat dan mengawasi gadis itu.
Apa aku sudah sebegitu bucin padanya? Kurasa aku mulai tidak mengenali diriku, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya hanya karna seorang wanita, tapi mungkin ini hanya perasaan simpati sesaat, kuharap begitu.***
Hari ini aku menghadiri acara pernikahan temanku, saking dekatnya kami sudah seperti saudara, mereka terlihat begitu serasi, meski yang ku tau istrinya terpaut tujuh tahun lebih muda darinya. Sebagai orang terdekat, tentunya aku juga ingin mengabadikan momen dengan ikut berfoto, namun seketika tatapanku tertuju pada sosok yang tengah menikmati hidangan dengan lahapnya."Apa dia benar-benar gadis itu?
Ah, yang benar saja, sepertinya otakku sudah benar-benar kacau sekarang, sampai-sampai setiap orang terlihat sepertinya" gerutuku dan mengahiri sesi foto tersebut.Namun aku terus memperhatikannya, aku masih penasaran, bagaimana bisa mereka sangat mirip, hanya saja gadis yang ku lihat ini lebih anggun dengan pakaian yang dikenakan, dan make up yang sedikit lebih tebal dari yang biasa Lita poleskan. Namun cara makannya sedikit membuatku mengerutkan kening, ia begitu terlihat percaya diri melahap hidangan yang menggiurkan baginya, hingga pipinya sampai mengembung, dan tanpa menghiraukan orang sekitar.
Gadis itu sudah menaiki pelaminan menuju kedua mempelai dan ikut berfoto, dan senyum itu? Hahh, kurasa dia memang gadis banyak bicara itu, penampilannya memang terlihat berbeda, tapi senyumnya tidak bisa mengelabuiku lagi.
Apa dia tamu dari mempelai perempuan? Hm..sepertinya iya, kulihat mereka terlihat sangat akrab.
TBC....
Terlalu pendek ya? Hehe, nggak tau lagi soalnya, inspirasi macet, maaf ya smoga kalian suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah yuk!
Historia Corta"Kegiatan PPL mu saya anggap selesai, mau masuk atau tidak terserah, kamu hanya tinggal menunggu nilaimu saja, silahkan kamu bisa keluar sekarang" tegas pak Dirga dengan suara yang sangat datar, benar-benar tengah menahan amarahnya. Setelah itu ia m...