Jam tangan Anna menunjukkan pukul tiga sore saat persiapan eksorsisme Matsuzaki hampir selesai. Berkat Kuroda, sang Miko jadi terpanasi dan memutuskan untuk mengadakan ritualnya sore ini juga. Mengenakan hakama berwarna merah dan atasan putih, wanita itu memerintahkan beberapa orang guru dan John untuk membangun altar putih di pintu masuk gedung.
John yang malang. Pastor muda itu terlalu baik untuk sekedar mengatakan tidak.
Takigawa berdiri di pinggir ruangan, menyaksikan seluruh persiapan itu. "Menurutmu, apa ritual ini akan bekerja?"
"Mungkin saja," sahut Naru. Tatapannya terasa sedikit lebih dingin dari yang biasa. Sedikit banyak, Anna bisa menebak alasannya. Sejujurnya, agak berat juga bagi gadis itu tetap berdiam diri di ruangan ini selagi menyaksikan Matsuzaki melaksanakan ritualnya.
"Bagaimana denganmu, Anak Muda?" tanya Takigawa pada John. Barusan saja, sang Pastor Muda selesai membantu persiapan dan bergabung bersama mereka.
"Aku belum pernah menyaksikan ritual eksorsisme dari ajaran Shinto sebelumnya." John memberi tahu. "Jadi, kurasa aku akan menonton di sini."
Sang Miko berdiri di depan altar. Kedua tangannya ditepukkan. Kemudian dia mulai mengibas-ngibaskan sebatang tongkat yang digelantungi kertas-kertas putih. Anna sudah sering melihat benda itu di film-film, tetapi sampai kini pun dia masih saja tidak tahu apa namanya.
"Aku mengundangmu untuk turun ke bumi. Cahaya putih melingkupi—"
"Apa yang dia katakan?" bisik Mai pada Naru. Mungkin dia tidak mau sampai mengganggu yang lain, tetapi telinga Anna masih cukup bagus untuk mendengarnya.
Ekspresi Naru jelas-jelas mengatakan kalau dia terganggu. "Diamlah. Kau orang Jepang, tapi kau tidak tahu apa itu Norito?"
"Norito?"
"Doa dalam ajaran Shinto."
Oke, cukup.
Anna menelan ludah dan berkata, "Aku ... akan kembali ke laboratorium."
"Ah, Re—"
Gadis itu terlanjur melesat pergi tanpa memedulikan panggilan Mai. Setiap langkah sengaja dia buat lebar agar semakin cepat sampai di tempat tujuan. Anna berharap dia bisa menyendiri di laboratorium selama ritual berlangsung. Mungkin saja dengan begitu, suasana hatinya akan membaik ketika semua orang berkumpul kembali.
Namun dia keliru.
"Ah, kau ... salah satu dari asistennya Shibuya-san, bukan?"
Kenapa pula mediator terkenal itu harus ada di sana?!
Masako Hara duduk di salah satu kursi laboratorium, memandangi Anna dengan wajah datar. Dia benar-benar kelihatan seperti boneka kokeshi hidup. Andai Anna tak sengaja berpapasan dengannya malam-malam, tentulah dia akan menyangka gadis itu sebagai penampakan.
"Ya." Anna mengangguk singkat. Hatinya menyerukan untuk segera pergi dan mencari tempat lain, tetapi dia tak tahu apakah dia bisa melakukannya.
"Dari mana asalmu?"
"Mengapa kau ingin tahu?"
Hara menatapnya, seolah sedang membaca sesuatu yang disembunyikan Anna. Tidak. Anna tidak bisa memercayai gadis ini. Hara tidak seperti Mai atau John. Dia harus ekstra hati-hati. Terutama karena ada kemungkinan Hara mengenali wajah Naru.
"Tampaknya kau cukup dekat dengan Shibuya-san." Sang Mediator bertanya lagi dan Anna seketika merasa seolah sedang diinterogasi.
"Kami sudah kenal lama. Itu saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare : Di Gedung Sekolah Tua [BOOK 1]
Horror"Pernahkah kau membuat sebuah dosa besar yang tidak akan pernah bisa kau lupakan seumur hidupmu?" Menjadi seorang ghost hunter tidak pernah sekalipun terbersit di benak Anna. Namun terkadang, manusia harus melakukan apa yang wajib mereka lakukan, bu...