Sesudah melayangkan ancaman, Kuroda berbalik dan pergi. Langkah kaki yang menghentak-hentak menjadi penanda bahwa dia sedang sangat emosi. Tidak ada yang berusaha menghentikan ataupun mengejarnya. Semuanya hanya terdiam memandangi punggung gadis itu.
Anna tidak menyesali perbuatannya. Walaupun terkesan jahat, dia sesungguhnya hanya bermaksud mengingatkan saja. Jika nantinya terbukti bahwa Kuroda memang memiliki kepekaan spiritual, Anna tidak akan sungkan untuk meminta maaf. Sebaliknya, jika kecurigaannyalah yang terbukti benar, maka tidak akan dia biarkan gadis itu terus-menerus berharap memiliki sesuatu yang sebenarnya lebih mirip sebuah kutukan, bukannya keistimewaan.
"Ah benar juga, Naru-chan, apa yang harus kulakukan hari ini?"
Situasi yang sunyi itu akhirnya dipecahkan oleh Mai. Mungkin dia hanya bermaksud mengubah suasana yang tidak enak ini, tetapi Anna tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik tajam ke arah gadis itu.
Bagaimana mungkin gadis ini tahu soal nama itu? Mungkinkah dia terlalu banyak mendengar pembicaraanku dengan Naru tadi?
"Apa ... katamu barusan?" Naru menanyainya. Anna bisa melihat sorot terkejut dari matanya.
"A-Ada yang salah?"
"Kau baru saja memanggilku 'Naru-chan'."
"Ma-Maaf, aku salah ucap."
Namun Naru tidak memercayainya. Pemuda itu bertukar pandang dengan Anna, lalu kembali menanyai asisten sementaranya. "Di mana kau mendengarnya?"
Kuharap bukan dari percakapan tadi pagi, Anna membatin. Bisa habis aku nanti.
"Mungkinkah ... itu nama panggilanmu?" Mai memberikan jawaban yang tidak pernah Anna sangka. "Kelihatannya semua orang berpikiran sama sepertiku, Naru-chan si narsis!"
"Hah?"
Naru kelihatan bingung, sementara Anna perlu beberapa waktu untuk memproses ucapan Mai di otaknya. Seketika, gadis itu pun tertawa terbahak-bahak.
"Naru-chan si narsis ... ha ha ha, kau benar-benar lucu, Mai~!"
Mai kelihatan bangga. "Aku benar, 'kan?"
"Kalau kau punya waktu untuk main-main, lebih baik kau segera mulai pekerjaanmu." Orang yang menjadi subyek gurauan mereka berkata. Walau kelihatannya tidak peduli, Anna bisa melihat rasa jengkel yang berusaha dia sembunyikan. "Dan Rei, kalau kau hanya mau mengganggu, lebih baik kau pulang dan katakan selamat tinggal pada gajimu bulan ini."
"Maaf-maaf." Namun Anna tidak benar-benar menyesalinya.
"Baiklah, apa yang kau ingin aku kerjakan?" tanya Mai pada Naru.
Mereka berdua mulai membicarakan soal mengangkut barang-barang ke sebuah kelas di lantai satu. Anna hanya setengah mendengarkan. Sebagian perhatiannya dia gunakan untuk menarik napas lega karena ternyata 'Naru' yang dimaksud oleh Mai bukanlah 'Naru' yang dikenal oleh Anna dan si pemilik nama sendiri.
Kalau Anna boleh jujur, maka iya, pemuda narsis dan penggila kerja di depannya memang bernama Naru. Namun, 'Naru' yang dimaksud adalah ejaan Jepang untuk 'Noll'. Orang-orang yang mengenal jati dirinya yang sesungguhnya memanggilnya 'Naru' karena sebuah kebiasaan. Anna juga begitu. Sejak hampir sembilan tahun yang lalu, dia terbiasa memanggil pemuda itu dengan nama 'Naru'.
Untuk saat ini, Naru menggunakan alias 'Kazuya Shibuya' sebagai namanya. Ada alasan yang sangat penting mengapa dia melakukannya dan karena alasan itu jugalah Anna pun wajib mengikuti permainannya.
"Pergilah dan pasang peralatan di kelas itu. Akan bagus kalau kita bisa menemukan aktivitas paranormal di sana."
Tunggu ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare : Di Gedung Sekolah Tua [BOOK 1]
Horror"Pernahkah kau membuat sebuah dosa besar yang tidak akan pernah bisa kau lupakan seumur hidupmu?" Menjadi seorang ghost hunter tidak pernah sekalipun terbersit di benak Anna. Namun terkadang, manusia harus melakukan apa yang wajib mereka lakukan, bu...