Betrayer 3

428 87 16
                                    

Voment ya^^

Sejak terbangun pagi hari sudah nampak notifikasi 18 panggilan tak terjawab dan 47 pesan belum di baca dari Baek yang tertera di layar ponsel Je A saat wanita itu menggeser lockscreennya. Bukan tidak disengaja Je A melakukannya, hanya saja dia memang enggan berinteraksi dengan Baek sejak semalam. Lagipula, dia terlalu tidak mampu membayangkan sebahagia apa agenda indah bulan madu Baek dan Narae di Paris sekarang. Pun hari ini dia harus melaksanakan tugas menemui seorang utusan pimpinan perusahaan demi menggantikan Baek yang tengah bersenang-senang dengan istri tercintanya di Benua lain.

Setelah rapi dengan pakaiannya, Je A buru-buru mengambil tas juga beberapa berkasnya untuk kemudian meninggalkan apartemen. Masih ada satu jam dari waktu janji pertemuan itu, dan Je A memutuskan mampir di salah satu kafe yang ada di dekat gedung perusahaan tempatnya membuat agenda. Perut Je A sudah kelaparan sejak semalam, tapi perasaan buruknya tidak membuatnya berselera menelan apapun.

Di hadapan Je A kini tengah tersaji satu ice americano dan beef spicy toast untuk meleburkan rasa laparnya yang tak lagi bisa ditahan. Beruntung pikiran rasionalnya masih bisa bekerja meski perasaan kacaunya sempat mendominasi. Akan sangat menyusahkan jika fisiknya ikut sakit karena memikirkan apa saja yang Baek dan Narae lakukan saat bulan madu. Belum lagi dia harus mengemban tugas agak berat dengan menjelaskan beberapa hal sebelum dilakukan tanda tangan persetujuan kerjasama selagi Baek tidak bisa hadir.

Getar ponsel yang berasal dari miliknya di atas meja kembali menjadi atensi Je A. Lagi-lagi nama Baek terpampang disana seolah tidak lelah mengejek pertahanannya yang sudah setipis tisu terkena air. Tanpa menunggu lebih lama setelah getaran ketiga, Je A segera menolaknya. Dia benar-benar butuh pikiran segarnya sebelum rapat, dan berbicara dengan Baek bukan solusinya kali ini.

Sialnya, panggilan itu kembali datang.

"Sialan!" Maki Je A cukup keras untuk terdengar beberapa orang yang ada di kafe itu.

Saat panggilan itu berakhir, Je A bisa merasakan hatinya tercubit cukup menyakitkan. Seringai di bibirnya bisa dia lihat dari pantul wajahnya sendiri saat menatap pada jendela. Seringnya Je A bertanya, sebenarnya apa mau hatinya yang membingungkan?

"Pecundang!" Gumam Je A menatap pantul wajahnya dengan menyedihkan.

Selera makannya tidak begitu baik padahal tadi dia benar-benar kelaparan. Setelah menatap jam yang sudah menunjukan pukul setengah sepuluh pagi mendekati waktu rapat, Je A segera merapikan beberapa barang bawaannya dan meninggalkan kafe. Hingga saat langkahnya mengayun menuju mobil, tatapan Je A menyorot eksistensi seorang wanita paruh baya yang kesusahan melangkah dengan tongkatnya sedangkan lampu merah sudah hendak berubah menjadi hijau sedangkan tak ada satu orangpun yang membantunya.

Je A mengerling pada jam di tangannya. Merasa masih ada sedikit waktu, Je A segera berlari menghampiri sang wanita tua. Tapi kepanikan Je A meningkat saat lampu benar-benar telah berubah sedangkan sang wanita tua masih terjebak di tengah zebra cross. Bunyi klakson dan teriakan beberapa orang saling bersautan membuat Je A kembali mengumpat untuk kesekian kali dan mencoba menyusul ke tengah jalan.

Bruk!!

"Oh Shit!"

Je A mengumpat tepat setelah tubuhnya jatuh terjerembab ke aspal karena menghindari mobil yang melaju ke arahnya. Dia bisa melihat mobil itu ditumpangi seorang supir dan satu penumpang di belakangnya.

"Ya! KAU MAU MATI?!" Teriak pengemudi lainnya karena perbuatannya mengacaukan perjalanan banyak kendaraan, "Wanita sialan!"

Je A mengatupkan bibir menahan umpatan saat pria itu kembali melaju. Dia tak mengacuhkan mobil yang sebelumnya hampir menabraknya untuk kembali mencoba menyebrang menyusul wanita tua yang masih kebingungan itu dan meraih tangannya untuk digenggam.

Betrayer - Ebook Project (BBH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang