setelah mengetahui, bukan menebak lagi, winter benar-benar diblokir dari semua akun platform karina. gadis dengan rambut sebahu itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja, namun tetap saja, ia kehilangan separuh dirinya.
semangatnya sudah hilang.
winter benci ketika ia tiba-tiba menjadi sosok yang sentimental jika berhubungan dengan karina. lebih menyebalkannya lagi jika ia sedang berada ditempat umum, yang banyak orang lain. gadis itu harus mati-matian menahan tangisnya. dan itu menyakitkan.
susah menyembunyikan isak tangis dan raut wajah. matanya tidak bisa dibohongi.
mau bagaimanapun, ia dan karina bukanlah sebentar. 3 tahun 6 bulan bukanlah waktu yang sebentar. ada banyak sekali pertanyaan yang memenuhi isi kepala winter.
banyak sekali. hingga gadis itu sendiri sering mendadak terkena serangan panik hingga migrain.
memang sebesar itu pengaruh eksistensi seorang karina bagi winter. impactnya besar.
winter baru saja mengganti tampilan layar kuncinya dengan foto karina dan dirinya yang sedang berada disebuah coffee shop.
matanya menatap nanar wajah berseri karina disana. sebuah senyum tipis, namun menyakitkan karena bibirnya berkedut menahan isak tangis.
aku bakalan tunggu sampai kamu dateng lagi
"atas nama winter!"
winter terperanjat, dengan tergesa-gesa gadis itu beranjak dari duduknya lalu berlari kecil menghampiri barista kedai kopi.
gadis itu berdeham, berusaha menetralkan nada suaranya agar tidak bergetar karena ia berusaha untuk menahan tangisnya.
"terimakasih, mbak."
dengan langkah pelan dan tatapan nyaris kosong, winter berjalan menuju meja yang berdekatan dengan kaca outdoor kedai kopi tersebut. mendaratkan bokongnya sembari menyeruput cappucino dinginnya.
gadis itu mengedarkan seluruh pandangannya. ia merasa seperti déjà vu. merasa familiar dengan suasananya, tempatnya, bahkan posisi ia duduk sekarang.
ugh
winter sungguh benci ia yang melankolis dan sentimental seperti ini. gadis itu menatap kearah luar jendela dengan tatapan kosongnya. ia melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
painful disease • winrina
Fanficwinter yang terlalu naif dan bodoh atau karina yang terlalu pengecut?