Awal

28K 2.5K 54
                                    

"Mami, Saka mau tinggal di bulan. Bisa?" Tanya Saka, si kembar kedua anak Angel dan Rainer. Wajah usil serta tengilnya sungguh tampak mirip dengan Angel saat kecil dulu.

Angel menggeleng. "Mana bisa tinggal di bulan" jawabnya santai, yang masih sibuk memakaikan baju Saka, yang masih berumur tujuh tahun itu.

"Tapi Saka mau tinggal di bulan" ucap Sean dengan keras kepala.

"Yaudah, bilang sama Papa kamu. Biar kamu di kirim sendiri kesana" jawab Angel lagi.

"Mami ikut dong! Nanti siapa yang elus badan Saka kalau mau bobo?" Tanyanya hampir menangis.

Angel kembali mendongakkan kepalanya, menatap sayang ke arah anak laki-lakinya. "Manusia enggak bisa tinggal di bulan sayang. Nanti kalau Saka udah besar, Saka harus pintar, cari tahu bagaimana cara biar kita bisa tinggal di bulan. Baru mama mau ikut sama Saka" jawab Angel dengan sabar.

Sungguh, merawat 3 anak seumuran sekaligus sangat melelahkan. Baik mental maupun jiwa. Angel bukan tipe penyabar, namun sejak ia memiliki ketiga krucilnya, Angel selalu belajar setiap hari untuk sabar. Ia selalu mengingatkan bahwa Mamanya sejak dulu tidak pernah melampiaskan kemarahannya kepada Angel maupun adiknya, Zely. Ini menjadi motivasi besarnya, apalagi ia ingat Mamanya selalu mengatakan bahwa Angel ini yang paling nakal dan suka jahil.

"Adek mau tinggal di bulan" sahut suara cempreng dari arah kamar mandinya.

Angel menoleh, lalu tersenyum lembut ke arah Wiskynya, alias Bell Briliant, si bungsu serta putri satu-satunya.

"Kata Mama enggak bisa tinggal di bulan" ujar Saka santai yang saat ini sedang bermain game di ponsel Angel.

Mendengar nada dingin Saka, Bell langsung menangis. Wajahnya bahkan sudah memerah karna menangis sekuat tenaga.

Rainer yang masih berpakaian di dalam kamar mereka langsung berlari menuju kamar anak-anaknya. Ia dengan refleks menggendong Bell yang masih menangis. Tidak peduli dengan tubuh basah anaknya yang kini membasahi kemejanya.

"Papa, adek mau ke bulan" adu Bell dengan tangisan yang menyayat hati.

Rainer mengangguk. Ia mengusap air mata Bell dengan penuh kelembutan, lalu mengecup seluruh wajah gadis kecil itu, hingga Bell terkiki kegelian.

"Iya, nanti kita pergi ke bulan ya" jawab Rainer dengan penuh sayang.

Melihat pemandangan itu hanya bisa membuat Angel pasrah. Pasalnya, dari ketiga anaknya, Bell ini sedikit spesial.

Pada saat ia sudah kehilangan kesadaran, dokter melakukan operasi mendadak untuk mengeluarkan bayi-bayinya. Seperti perkiraan dokter, bahwa dari tiga janin, hanya dua yang bisa terselamatkan, apalagi dengan kondisi prematur seperti ini.

Sean, yang pertama keluar, memiliki kondisi yang normal dan sempurna. Begitu juga dengan Saka yang bobot tubuhnya hanya berbeda dua ons dari Sean. Sedangkan Bell adalah janin yang tidak bisa terselamatkan menurut dokter.

Namun Tuhan punya keajaiban. Bayi kecil yang hanya seukuran telapak tangan itu memiliki detak jantung yang cukup lemah dan harus segera mendapatkan tindakan pada saat itu. Jika Sean dan Saka hanya butuh dua puluh hari di inkubator NICU, maka Bell menghabiskan waktu satu bulan lebih sebelum NICU menganggapnya lulus untuk pulang ke rumah.

Menunggu mereka keluar dari NICU adalah salah satu moment yang tidak bisa mereka lupakan. Butuh kesabaran yang ekstra untuk mereka bisa berkumpul bersama.

Namun saat usia anak-anaknya memasuki umur dua bulan, Angel baru menyadari bahwa warna bola mata Bell berbeda. Ada dua warna bola matanya, biru dan coklat.

Setelah memeriksakan keadaan Bell, barulah dokter menyimpulkan bahwa diagnosanya benar. Bell memang lahir cacat dengan kelainan mata seperti itu. Namun bagi mereka, Bell adalah spesial.

Untung saja keadaan kondisi mata Bell seperti itu tidak mengganggu penglihatannya. Hal itulah yang paling mereka syukuri.

"Kalau Bell ke bulan, Sean juga ikut" ucap anak sulungnya itu dengan tertarik. Ia bahkan menaruh begitu saja gadgetnya, lalu meminta Papa mereka untuk menggendongnya.

Tidak ingin ketinggalan, Saka yang hanya masih memakai kemeja dan celana dalam juga meminta Rainer menggendongnya dari belakang.

Pemandangan Rainer yang di siksa oleh Krucil-krucilnya selalu membuat Angel untuk mengingat mengucap syukur. Dia akan rawat ketiga krucil itu dengan baik. Memperlihatkan kepada mereka sebuah keluarga yang sesungguhnya. Menghujani mereka kasing sayang dan cintanya yang penuh.

Its You Babe!!!  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang