"Aku nggak mau, ya, Jane, kamu sampai bunuh dia." Lisa meringis melihat pacarnya bertingkah seolah semuanya baik-baik saja, namun, bertahun-tahun bersama Jennie dia tahu wanita itu tengah menahan gejolak iblis dalam dirinya.
"Sayang," panggil Lisa sekali lagi.
Jennie menghentikan aktivitasnya yang tengah memotong bawang, wanita itu berbalik, Jennie tersenyum. Menatap Lisa yang menunggu reaksi pacarnya.
"Aku tanya sama kamu, kamu nggak merasa tersinggung dia bicara begitu?" jari Jennie menyampirkan rambut Lisa.
"Ya, jelaslah, tapi aku--" Lisa menghentikan ucapannya.
"Dan dia hina kamu, itu terdengar jelas di telinga aku, Li." Lisa terdiam, Jennie merangkum wajah mungil nya dengan tangan.
"Aku bukan orang yang baik hati, apalagi untuk orang yang berani menghina kamu." Lisa menghela nafas, mengigit bibirnya.
"Jane pertunangan kita bentar lagi, aku nggak mau, ya, kamu berbuat aneh-aneh." Lisa cemberut, walau kesal setengah mati, hingga ingin menjambak rambut mingyu sampai botak, Lisa tidak mau jika Jennie yang melakukan pembalasan dendamnya.
"Aku nggak sebodoh itu, baby, aku bisa bunuh dia tanpa pakai tanganku sendiri," ucapan mengerikan Jennie, tidak sesuai dengan senyum yang dia tampilkan.
Lisa meringis, dia merengek."Jane!" Jennie mencuri ciuman di pipi berisi Lisa, sebelum menjauh.
"Kamu manis, aku bakal kurangin hukuman cowok sialan itu." Jennie sudah kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Kamu nonton aja sana, atau tidur dulu, biar aku yang masak sendiri." Lisa menghela nafas, walau bertahun-tahun
bersama, tetap saja Lisa terkadang tidak dapat mengerti jalan pikiran wanita kim itu.Dia hendak pergi menuju kamar, namun, mata Lisa malah terpaku pada sesuatu.
"Jennie," nafas Lisa memburu, Jennie yang
menyadari apa yang terjadi hanya diam saat gadis itu menatap punggungnya."Kenapa kamu nggak bilang?" mata Lisa berkaca-kaca.
Jennie tidak menjawab dan Lisa langsung
menariknya menuju ruang utama.-
-
-"Kenapa kamu bisa setenang ini, Jane? Ini pasti sakit, darahnya bahkan banyak." Lisa benar-benar cemas saat melihat cairan merah menembus kemeja putih levis yang Jennie kenakan.
"Aku udah obatin, tapi mungkin lukanya belum kering," ucap Jennie berusaha menenangkan.
Setelah Lisa berhasil menutupi luka di
di punggung Jennie, dia bergerak ke depan wanita itu."Seenggaknya kamu bilang sama aku, Jane." ujar Lisa.
"Maaf, aku berniat bilang sama kamu, tapi aku lupa." Lisa menarik nafasnya yang terasa sesak.
Dia langsung duduk di samping Jennie dan memeluk wanita itu, membuat tubuhnya, langsung ikut menangkap melingkarkan tangan pada tubuh Lisa.
***
Dari segala hal tentang Jennie yang
mengejutkan dirinya, keluarga wanita itu yang paling membuat Lisa kehilangan kata. Ibu kandungnya meninggal saat dia masih kecil, lalu papah nya menikah lagi. Papah Jennie adalah seorang politikus sekaligus pengusaha sukses. Tampak luar biasa, namun di balik itu semua, dia pria yang tempramental, sejak kehilangan
Ibunya.Jennie tidak punya pertahanan lagi. Dia sering diberi hukuman fisik jika melakukan kesalahan, Ibu tirinya tipe wanita yang tak jauh beda dari papah nya, hanya saja dia tidak pernah menyentuh Jennie, dia lebih pada bersikap tidak peduli dan selalu bersikap apa yang terjadi di rumah itu bukan sesuatu yang besar.
Jennie sudah terbiasa berpura-pura sejak
kecil, apalagi setelah papah nya menjadi pejabat negara. Keluarga mereka makin disorot. Sejak SMA, Jennie mulai pergi dari rumahnya, memilih tinggal sendiri. Lisa bahkan pernah melihat secara langsung Jennie dipukul oleh papah nya. Bagaimana tatapan dingin papah Jennie saat itu.Dalam segi keuangan, papah nya sangat loyal. Namun, siapapun tahu, uang tidak akan dapat memperbaiki luka mental yang Jennie dapatkan. Maka dari itu, Lisa selalu cemas saat Jennie bertemu papah nya. Walau sekarang wanita itu
sudah dewasa, nyatanya dia masih
mendapatkan kekerasan dari papah nya sendiri.***
"Aku sayang kamu J." Lisa makin mengeratkan pelukannya, tidak sanggup membayangkan bagaimana kehidupan Jennie dulu.
Jennie mengusap rambut gadis berponi itu, menahan punggung Lisa. "Aku lebih sayang kamu Li," bisik Jennie.
Lalu, momen itu terhenti saat suara perut Lisa berbunyi. Gadis perponi itu beringsut, malu dan Jennie hanya terkekeh.
"Kayaknya aku nggak sempat lagi
masak, kita delivery aja." Jennie mengambil ponselnya, segera memesan makanan, namun, matanya melihat
pesan dari nomor tidak dikenal, namun Jennie tahu siapa pemilik nomor tidak dikenal itu.+62XXXXXKXXX : Kenapa kak Jennie ngeblok aku?
+62XXXXXXXXX : Aku nggak bakal nyerah!
+62XXXXXXXXX : Aku bakal datang ke
pertunangan kak Jennie dan aku bakal buat kacau acara kakak!Jennie mengeraskan rahang, wanita itu
menatap Lisa yang masih tenang dalam
pelukannya, Jennie menghela nafas kasar."Kenapa?" tanya Lisa, Jennie mematikan ponselnya, menggeleng.
"Lapar banget." bisiknya pelan, Lisa tidak tahu bagaimana dinginnya tatapan wanita itu saat ini.
To Be Continue 🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girlfriend is a Devil [JENLISA]
Fantasi"Jangan pernah ucapkan kalimat mengerikan itu lagi, atau kamu benaran lihat aku mati." Bisik Jennie tepat di telinga Lisa. "Kamu yang buat aku jatuh cinta dan kamu yang harus tanggung resikonya." My Story gxg! [ JENLISA ] 📍Vote & Comment