04. Sate Ayam

41 49 78
                                    

Malam ini Caya sendirian di rumahnya. Barusan Kakaknya menghubungi bahwa ia akan pulang malam karena ada pekerjaan tambahan yang harus ia selesaikan.

Drrtt..drrtt..

Arrghiantooo🙊

Cayaaa...??
Lo apa kabar?
Gue kangen banget sama lo cay😭
Hampa banget hidup gue tanpa lo:(

Sebuah getaran berasal dari ponsel membuat Caya memberhentikan kegiatan belajarnya. Ia pun melihat siapa pengirim dari pesan tersebut. Sudah Caya duga, pengirim itu adalah Argi.

Apaan?

Baik

Arrghiantooo🙊

Kangen Cayaaa..

Lo udah makan?

Ga usah basa-basi lo!
Kenapa?

Arrghiantooo🙊

Hehe..
Gue mau kasih lo kejutan

Apaan?

Arrghiantooo🙊

Ntar juga lo tau sendiri...

Read.


Caya pun keluar dari kamarnya, ia merasa lapar perutnya ingin segera diisi. Caya pun membuka penutup nasi yang ada di meja, namun nihil tidak ada satupun makanan. Caya lupa, tadi niatnya ia akan memasak untuknya dan juga Kakaknya. Namun ia sibukan dengan mengerjakan tugas hari ini.

Caya pun berniat keluar rumah untuk mencari makanan, ia ingat saat kemarin sore keluar rumah ada penjual sate ayam di dekat rumahnya.

Caya pun keluar, dengan menggunakan hoodie sebagai penghangat badanya. Malam ini sangat dingin terlebih lagi hujan baru saja reda, membuat jalanan sedikit tergenang air.

Terlihat gerobak yang tak jauh darinya dengan kepulan asap sate yang menghasilkan aroma lezat. Caya pun menghampiri dan berpesan pada penjual sate tersebut.

"Pak pesan satenya satu porsi ajah ya, dibungkus." ucap Caya yang diangguki oleh penjual sate itu. Caya pun menduduki kursi kosong yang tak jauh dari penjual sate itu.

"Neng orang baru ya di sini?" tanya penjual sate.

"Iya Pak, saya baru di sini." Jawab Caya ramah.

"Tinggal di mana neng?" tanyanya lagi.

"Deket kok Pak, di Gang Melati."

"Ooh gitu.."kata penjual sate yang hanya diangguki oleh Caya.

Setelah lama Caya menunggu, akhirnya pesanan Caya pun sudah jadi. Lalu ia membayar sate tersebut dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.

Caya pun melangkahkan kakinya untuk pulang. Perutnya sudah sangat lapar, ia ingin segera makan. Dan semoga saja Kakaknya sudah pulang jadi ia bisa makan bersama Kakaknya nanti.

Walaupun Caya terlihat cuek namun itu tidak berlaku untuk Kakaknya. Kakaknya sangat peduli dengannya, hanya dia. Bahkan Ayah dan Mamanya pun tak pernah peduli dengannya. Entah apa yang membuat keluarganya sangat enggan dengan Caya, bahkan saat mereka memutuskan bercerai tak ada yang peduli dengannya bahkan mencaripun tidak, malah menelantarkan di rumah sendirian.

Caya pernah berfikir sekilas, sebenarnya ia anak dari Ayah dan Mamanya atau bukan. Karena selama ia hidup dikeluarga itu tak ada satupun yang peduli dengannya, jangankan peduli sekedar untuk kasih perhatian saja sangat jarang.

Ahh!! Sudahlah memikirkan hal yang tidak perlu dipikirkan hanya akan membuat hatinya teringat dan sakit kembali. Lebih baik Caya fokus pada apa yang sekarang ia hadapi. Masalah keluarga jangan diperdulikan lagi toh mereka juga tidak meperdulikannya.

********

"Nih titipan lo." Ucap Bara sembari melempar minuman pada Tirta.

"Yoi tengkyuu." Jawabnya.

"Itu bukannya cewe baru di kelas kita ya?" tanya Dirga pada keduanya. Pasalnya ia melihat Caya yang tengah berjalan sendiri di tepi jalan dengan tangan yang membawa sesuatu.

"Caya." Cicit Bara yang terdengar oleh Dirga dan Tirta.

"Lo kenal dia Bar?" tanya Dirga saat melihat raut wajah yang berbeda saat Bara melihat cewe itu.

"Gue duluan." Pamit Bara pada keduanya tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Dirga.

"Lo liat Bara aneh ga si?" tanya Dirga yang hanya dijawab  gidikan bahu oleh Tirta.

********

"Caya." Panggil Bara yang membuat sang empu menoleh ke belakang. Tanpa meperdulikannya Caya pun melanjutkan jalanya, namun langsung dicegah oleh Bara.

"Caya tunggu!" ucapnya.

"Gue gak ada perlu sama lo, minggir!!" ketus Caya.

"Pliss Cay gue mohon izinin gue buat jelasin semuanya," ucap Bara sendu, sunggu ia sangat menyesali tindakannya dulu.

"Gue mau pulang jangan ganggu gue." Ucap Caya tanpa memandang Bara.

"Gue anter."

"Ga perlu!" ketusnya.

"Cay gue mohon, ini udah malem ga baik buat lo." Mohonnya.

"Gue anter oke." Ucap Bara lagi yang hanya diangguki oleh Caya. Sebenarnya Bara tidak ingin memaksa Caya, namun ini sudah malam. Ia hanya ingin menjaganya dari bahaya, walaupun Caya masih marah padanya tapi seenggaknya ia masih bisa menjaganya.

Hanya keheningan yang menemani keduanya. Hanya suara dari deruan motor yang mengisi kesunyian dikeduanya. Malam ini memang jalanan sudah sepi, hanya sedikit orang yang berlalu lalang.

Bara pun meminta Caya untuk menunjukan alamat rumahnya. Dan setelah beberapa lama, akhirnya Caya sampai di rumahnya.

"Makasih." Ucapanya yang diangguki oleh Bara.

Caya pun segera memasuki rumahnya, tak pedulikan Bara yang masih berada di depan rumahnya. Caya tidak ingin rasa yang sudah lama ia buang akan datang lagi. Sudah cukup waktu itu Bara menyakitinya. Caya tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama dengan orang yang sama pula.

Setelah mengantar Caya pulang dengan aman. Bara pun memakai helmnya dan menyalakan motor menuju tempat biasa ia dan teman-temannya berkumpul. Bara harap Caya mau memberikan kesempatan dan mendengarkan penjelasannya suatu hari nanti. Caya tidak tahu posisi Bara saat itu, Bara bingung! Bara bimbang! Ia tak tahu harus berbuat apa. Karena Bara memutuskan Caya tanpa alasan,  jika Bara memberitahu itu Caya akan lebih sakit hati. Karena perginya Bara berkaitan dengan Caya. Dan semoga suatu saat nanti Caya bisa menerima Bara bukan sebagai teman ataupun kekasihnya lagi, tapi sebagai orang yang hanya bisa menjaga tanpa memiliki.

********

Satu pesan untuk :

1. Bara

Next??

EVERYDAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang