Murid Baru

1 2 0
                                    

"Aduh, Ndre! Cepetan keluar! Ini udah nggak tahan!"

Karin yang sudah berpakaian putih biru itu menggedor-gedor pintu putih di pojok dapur tepat di samping kamar mandi. Tak usah dijelaskan pun kita sudah tahu apa yang terjadi antara kakak-adik itu, Karin dan Andre.

"Bentar, Kak, ini lagi bersihin. Entar kalau aku bau nggak ada perempuan yang mau sama aku!"

Buset nih bocah!

Prett!

"Aduh ... duh, Andre cepetan! Andre!"

Klek!

"Tahan dikit napa, Kak?"

Buk!

Karin memukul dahi mulus adiknya yang sebentar lagi lulus SD itu. "Kamu tahu nggak, selain udah diujung tanduk, Kakak juga telat! Dasar bocah!"

Brak!

Karin menutup pintu dengan kasar.

"Padahal dia juga bocah, dasar!"

"Ngomong apa kamu?"

"Nggak! Aku cuma mau bilang kalau kentutnya Kakak bau!"

"APA?"

***

"Tenang aja, Roy! Ini dulu sekolahan Kakakmu. Jadi, tempat ini pasti bagus!"

Sosok wanita berambut putih yang disanggul ke bawah itu menepuk-nepuk pundak cucu laki-lakinya.

"Ibu Adiniawati?"

"Oh ya, Saya sendiri?"

"Mari ikut saya!"

Sosok Nyonya Dini itu pun masuk ke dalam kantor bersama guru wanita tadi. Sedangkan cucunya dibiarkan duduk di kursi tunggu teras kantor itu.

Andika Roy Pratama

Nama itu tercetak jelas di name tag cowok itu. Hari ini akan menjadi hari baru di sekolah barunya, lebih tepatnya sekolah lama Kakaknya yang kini sudah masuk SMA.

"Aduh, kok harus di saat-saat begini, sih?"

Perutnya tiba-tiba berbunyi. Ia merasa seperti ingin membuangnya di toilet.

"Jangan ambil banyak-banyak! Nanti bolak-balik toilet, Roy!"

Yah, seandainya anak itu menuruti nasehat Neneknya mungkin tak akan seperti ini. Terpaksa Roy buru-buru bangkit dari kursi. Ia melirik jam tangan, masih pukul 7 pagi. Pelajaran belum dimulai. Masih sempat, pikirnya.

Oh ya, gue 'kan murid baru! Kira-kira toilet siswa di mana ya?

Roy melangkah pelan sambil memegangi perutnya. Banyak siswa-siswi sudah berdatangan kala itu, tapi dirinya malu bertanya. Padahal, ia sendiri sedang berusaha menahan perutnya yang mules.

Tunggu! Kayaknya dulu Kakak pernah bilang kalau toiletnya di ....

Bruk!

"Aduhh, kok sial, sih?" Karin merintih kesakitan. Ia sedang terburu-buru menuju kelasnya sebelum ia menyalin tugas Intan. Apalagi jam pelajaran Matematika dimulai 20 menit lagi!

Prett!

Seketika Karin terkejut dan menutup hidung secepat mungkin.

"Astaga, bau amat!"

"So–sorry, sorry! Perut gue lagi mules!"

Karin menggeleng tak habis pikir. Sedangkan Roy susah payah bangkit dan berjalan sambil menahan perutnya. Keduanya pun saling menjauh dari arah berlawanan.

Medali Loker 4 (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang