Hujan

3 1 0
                                    

Karin menggigiti bibir ranumnya. Kopi susunya tergenggam di tangan dengan asap yang tak lagi mengepul. Hujan mengguyur kota di saat waktunya pulang sekolah. Terpaksa ia berdiam diri di sini—perpustakaan sekolah— hingga agak reda. Bahkan, dirinya tak membawa jaket sebagai penghangat. Beruntung ia masih memiliki uang untuk membeli kopi panas.

Langit yang mendung mengingatkannya pada kejadian di mana ia pertama kali berhubungan dengan 'mayat manusia' di sekolah ini. Guru olahraga yang paling ramah mengambang tak bernyawa di danau sekolah. Kemudian, senior cantik yang sempat ia tolong dari para perampok jalanan juga ditemukan meninggal— meski tak sendiri ia menemukannya. Yahh, memang dari awal juga ia tak sendiri menemukan mayat.

Lalu kejadian kemarin—di toilet— walau ia sempat tak percaya, tetapi begitu ia mendapati sosok yang sudah meninggal menyapanya sepulang sekolah, tak bisa ia lupakan begitu saja. Kejadian-kejadian itu membuatnya merinding. Bahkan, sekarang pun ia merasakannya.

Sekolah mulai sepi. Perpustakaan pun telah dikunci. Tak ada para siswa yang berkeliaran lagi, hanya ada beberapa guru yang masih bertahan. Nyali seorang Karin yang dikenal dengan julukan 'Permen Kaki' mendadak menciut. Hawa dingin dan petir yang bersahut-sahutan membuatnya semakin takut.

Karin menenggak kopinya hingga habis. Kopinya dingin. Mungkin karena saking dinginnya udara siang ini. Hujan kian deras dan angin bertiup kencang. Seperti drama Korea yang sedang hits tentang kisah horornya, terutama zombie.

Membayangkan jika di hujan yang turun deras begini, lalu terdengar suara seorang gadis menjerit dari UKS. Tak lama kemudian muncullah para siswa yang masih mengenakan seragam sekolah namun berlumuran darah yang siap menggigit siapa saja untuk kemudian dijadikan makhluk serupa.

"Woi!"

"AAHHHH!"

Garrr! Geluduk! Geluduk!

Karin melempar gelas kopinya yang kosong ke sembarang arah lalu menutup telinganya dan berjongkok di lantai. Seolah tak sadar akan keberadaan Roy, ia terus berzikir dengan suara lirih yang tetap didengar oleh cowok di sampingnya.

Roy sempat bingung melihat sikap Karin tersebut. Meski begitu, terbersit ide jahilnya terhadap cewek di depannya sekarang. Ia tahu si Permen Kaki ini memang terkenal jahil. Jadi, ia ingin tahu bagaimana reaksi cewek itu jika dijahili balik.

Mula-mula ia mengambil buku lebar tipis yang dipenuhi coretan dari tas. Perlahan-lahan ia melangkah dan ikut berjongkok di belakang Karin. Kemudian, dikibas-kibaskannya buku itu secara perlahan ke arah cewek di depannya hingga ia menggigil ketakutan. Baru setelahnya Roy mendekat ke telinga mungil Karin dan berbisik, "Kembalikan darahku ...."

"AAAHHHH, TOLONGG!"

Karin langsung bangkit dan berlari tanpa menoleh ke manapun. Ia melangkah terburu-buru hingga tak sengaja kakinya terkilir. Gadis berkucir satu itupun tersungkur memeluk lantai dan mengaduh. Rasa sakitnya membuatnya lupa akan ketakutannya barusan.

"Auww, sakit ...." Karin berusaha bangun namun tak bisa. Di belakangnya tampak Roy yang menahan tawa. Walau beberapa saat kemudian tawanya meledak. Karin menoleh dan mendapati cowok bermata sipit itu terpingkal-pingkal  sambil sesekali memukul-mukul lantai. "Oohh, jadi ini kerjaannya si Semprul?" teriaknya marah.

Roy tersadar dan menahan tawanya. Ia melipat bibirnya agar tawanya berhenti. Didekatinya Karin yang masih dalam posisi memeluk lantai. "Sesekali gitu bikin cewek tolol makin tolol, bhahaha!" Tawanya meledak lagi begitu selesai berbicara.

Karin sebal melihatnya. Ia hendak bangun dan membalasnya tapi tak bisa. Kakinya sakit akibat terkilir sedang kedua tangannya terbentur lantai. Roy paham dan mengulurkan tangan kepadanya dengan tawa masih terdengar. Tapi Karin menolak dan memilih untuk berusaha bangun sendiri meski ia ragu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Medali Loker 4 (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang