Tettt ...
Bel tanda istirahat berbunyi. Nayara mengajak Kasih untuk makan siang di kantin. Kasih menurut, namun akhir-akhir ini Kasih merasa tak nafsu makan.
Kasih dan Nayara berjalan sembari berbincang. Mereka mendapati Laura tengah duduk sendirian di kantin. Kemana Gladys dan Mayra?
Kasih dan Nayara duduk di bangku yang kosong. "Kasih, kamu mau pesan apa?" tanya Nayara kemudian setelah mereka duduk.
"Emmm ... aku belum lapar, Nay." Kasih menolak untuk memesan makanan, karena ia merasa perutnya memang masih penuh, tidak seperti biasanya.
"Serius, Kasih?" tanya Nayara tak percaya. Kasih pun mengangguk.
"Yaudah, nanti kalo lapar tinggal pesan aja ya, Kasih." Nayara tersenyum. Kasih kembali mengangguk.
Tak lama kemudian, Gladys dan Mayra datang dengan hebohnya menghampiri Laura yang tengah duduk manis menikmati makan siang.
"Laura ... Laura!" seru Gladys. Laura terkejut. "Ada apa sih heboh gitu?" tanya Laura bingung melihat Gladys dan Mayra dengan napas yang terengah-engah.
"Itu ... di ruangan kepala sekolah ada ...." Mayra menggantungkan ucapannya. Napasnya masih naik-turun.
"Ada apa, sih? Kalo ngomong yang benar dong!" ucap Laura dengan nada suara meninggi.
"Tante Rosmala ada di ruangan kepala sekolah!" seru Mayra yang semakin heboh.
"Apa?!" Laura semakin terkejut ketika mendengar nama yang disebutkan oleh Mayra.
Laura dan gengnya menjadi pusat perhatian semua orang, termasuk Kasih dan Nayara yang juga ada di kantin. Sekilas Kasih mendengar nama itu dan ia teringat sesuatu.
"Rosmala? Namanya mirip sama ...."
"Kasih? Ada apa?" tanya Nayara yang bingung melihat Kasih sedari tadi menatap ke arah Laura dan gengnya.
Melihat Laura, Gladys, dan Mayra yang tergesa-gesa melenggang dari kantin, Kasih pun turut membuntuti mereka.
"Kasih! Kamu mau kemana?" seru Nayara yang juga ikut membuntuti Kasih.
"Kasih!" seru Nayara dan berhasil menarik pergelangan Kasih. Sontak Kasih menghentikan langkahnya.
Nayara masih dengan tatapan bingung. "Kasih, ada apa?" tanya Nayara. Kasih menoleh dan mendapati Laura, Gladys, dan Mayra yang berlari kecil menuju ruangan kepala sekolah.
"Kasih, ada apa?" tanya Nayara lagi. Kasih kembali menatap Nayara." Kasih hanya diam dan menarik lengan Nayara. "Ayo, ikut aku." Mereka berdua berlari kecil menyusul Laura ke ruangan kepala sekolah.
Sesampainya di ruangan kepala sekolah, Kasih tertegun ketika melihat sosok yang dilihatnya sekarang. Ia mematung di tempat, tak berkutik sedikit pun.
Melihat Kasih dan Nayara yang baru datang, dan sudah ada Bu Melati pula di sana. Kasih dan Nayara menjadi perhatian semua orang yang ada di sana.
Kasih menatap fokus wanita berkacamata hitam yang tengah duduk di samping Bu Melati. Kasih mendekatinya, dan membuat semua orang tampak bingung.
Melihat Kasih yang mendekat padanya, lantas wanita itu melepaskan kacamatanya. Kasih benar-benar tertegun. "Mirip ...." lirih Kasih. "Ibu?" panggil Kasih. Wanita itu tampak bingung, bahkan tampak merasa risih.
"Ibu?" Kasih tersenyum lebar sembari dengan mata yang berkaca-kaca. Sontak semua orang yang ada di dalam ruangan terkejut.
"Ibu? Apa maksud kamu? Saya bukan ibu kamu!" ucap wanita itu.
"Nama ibu Rosmala, kan?" tanya Kasih hingga membuat wanita itu tertegun.
"Heh! Maksud kamu apa bilang kalo mamaku ini ibu kamu?!" Nada suara Laura meninggi. Terdengar nada suaranya tinggi.
"Aku punya foto ibuku," ucap Kasih dan merogoh saku roknya. Selembar foto di tangannya.
"Ini foto ibuku, namanya Rosmala." Kasih menyodorkan selembar foto ibunya kepada wanita itu.
"Kasih, bukannya ibu kamu ...."
"Nama dan wajahnya sama, Nay." Bibir Kasih bergetar menahan tangis.
"Bukannya ibu kamu udah meninggal?" Gladys menimpali. "Tapi, nama dan wajahnya sama!" tegas Kasih. Semua orang terdiam.
Tak lama kemudian, datanglah dua bapak-bapak sembari dengan jaket identitas bertuliskan 'Ojek' bersama dengan seorang satpam.
"Assalamu'alaikum. Permisi, Bu Indah. Ada dua bapak-bapak tukang ojek, katanya ingin bertemu dengan Kasih." Seorang satpam memberitahu Bu Indah.
"Itu Kasih." Salah seorang bapak-bapak menunjuk ke arah Kasih, rupanya mereka bersebelahan rumahnya. "Iya, Pak Beni. Ada apa ya bapak mencari saya?" tanya Kasih yang tampak bingung, pun semua orang yang ada di dalam ruangan itu.
"Ayah kamu, Kasih ...." Pak Beni menggantungkan ucapannya. "Ayah saya kenapa, Pak?" tanya Kasih yang tampak panik.
Tampak raut wajah Pak Beni yang gusar. "Ayah kamu ... kecelakaan. Sekarang sedang dibawa ke rumah sakit," lanjut Pak Beni.
Mendengar berita buruk itu, serasa kaki Kasih melemas dan kaku. "Apa? Ayah kecelakaan?" ucapnhya yang mulai berurai air mata.
"Iya, Kasih. Sepertinya lukanya sangat parah," lanjut Pak Beni.
"Ya Allah ...." lirihnya menyebut. Melihat Kasih yang lemas, dengan sigap Nayara menopang tubuh Kasih yang mungkin saja akan ambruk.
"Bu, Kasih boleh izin ke rumah sakit?" tanya Kasih. Lalu, tampak Bu Indah yang tengah berpikir. Ini keadaan darurat. Mana ada pikiran seorang anak yang tenang dan baik-baik saja ketika menerima kabar bahwa ayahnya mengalami kecelakaan?
"Iya, Kasih. Ibu izinkan," ucap Bu Indah yang iba terhadap keadaan Kasih.
"Bu, Nayara juga izin, ya. Nayara temenin Kasih ke rumah sakit," sambung Nayara. Bu Indah pun langsung mengangguk. Ia tahu Nayara adalah sahabat dekat dari Kasih. Mungkin dengan kehadiran Nayara bisa membuat Kasih jauh lebih tenang.
"Bu Indah, saya juga izin ikut ke rumah sakit. Kasihan jika hanya mereka berdua yang ke rumah sakit." Bu Melati beranjak berdiri.
Bu Indah mengangguk. "Iya, Bu. Temani mereka ke rumah sakit, ya."
Dengan cepat, Kasih dan Nayara berpamitan dan melenggang dari ruangan Bu Indah. Tak lupa mereka berdua mengambil tas mereka terlebih dahulu di kelas. Bu Melati sudah menunggu di depan gerbang sembari dengan taksi yang sudah siap meluncur ke rumah sakit.
Kasih dan Nayara bergegas masuk ke dalam taksi. Lalu, disusul oleh Bu Melati. Kemudian, taksi melaju menuju rumah sakit di mana ayahnya Kasih dirawat. Pak Beni sudah memberikan alamat rumah sakit itu. Ia dan teman ojeknya kembali untuk bekerja.
"Pak, cepat ya, Pak." Tampak Kasih yang tak tenang. Dalam hatinya, ia terus berdoa untuk kesembuhan ayahnya. Sedari tadi air matanya belum berhenti merembas. Nayara terus berusaha menenangkan Kasih di dalam pelukannya.
"Kasih, yang sabar, ya. Ayah kamu pasti sembuh." Nayara mengelus lembut kepala Kasih yang berbalut jilbab.
"Ayah ... Nay. Aku takut ayah ...."
"Kita doakan semoga ayah kamu baik-baik saja ya, Kasih." Bu Melati menimpali. Ia tak tega melihat Kasih yang tengah pilu seperti ini.
"Pak, tolong dipercepat, ya." Bu Melati meminta kepada sopir taksi untuk mempercepat laju taksi menuju rumah sakit. Sopir itu menganggukkan kepalanya.
Selama diperjalanan, Kasih tak berhenti berzikir dan berdoa agar ayahnya baik-baik saja. Memang, teramat sangat menyakitkan jika anak perempuan kehilangan cinta pertama di dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Pengganti
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA, GUYS] Kasih Asmara, remaja berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku kelas 12 SMA Bakti Nusantara. Di sekolah, ia dikenal sebagai anak yang cupu, tapi cerdas. Dia selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Sayangnya, d...