Kehilangan Cinta Pertama

101 8 3
                                    

Tiba di rumah sakit. Bu Melati dan Nayara langsung menyusul Kasih yang berlari tergesa-gesa mencari ruangan ayahnya dirawat setelah resepsionis memberitahu Kasih ruangan ayahnya dirawat. Sekarang, fokusnya hanya ada pada ayahnya. Hati dan pikirannya tengah dirundung kesedihan yang begitu mendalam.

Setelah lama ia mencari ke sana dan kemari, akhirnya Kasih menemukan ruangan ayahnya dirawat. Ia yang tak fokus mencari ruangan ayahnya dirawat, sebab ia hanya fokus pada "Bagaimana keadaan ayahnya sekarang?"

Tiba di depan ruang rawat ayahnya. Kasih terpaku mendapati tubuh ayahnya yang sudah dikelilingi oleh beberapa selang yang ia lihat dari celah kaca kecil di pintu. Tampak beberapa bagian tubuh ayahnya, terutama kepala yang diperban. Benar kata Pak Beni, ayahnya Kasih terluka cukup parah. Tangisnya semakin pecah ketika tampak dari dalam seorang dokter dan suster yang sudah berpakaian medis lengkap tengah berusaha mrngontrol kembali ritme jantung dengan menggunakan defribrilator.

"Kasih?" lirih Nayara menepuk pelan bahu Kasih. Kehadiran Nayara sempat membuatnya terperanjat. Dengan tatapan yang kosong, Kasih menoleh ke arah Nayara.

"Ayah, Nay ...." Kasih langsung mendaratkan tubuhnya di pelukan hangat Nayara. Tak lama kemudian, Bu Melati datang menyusul.

Tangis Kasih benar-benar pecah di dalam pelukan Nayara. Melihat Kasih yang menangis sesenggukan, turut mengundang rasa iba dari Bu Melati. "Kasih ... yang sabar, ya." Bu Melati dengan lembut mengelus kepala Kasih yang berbalut jilbab. Sadar dengan adanya Bu Melati, Kasih mrngalihkan tubuhnya untuk berpeluk hangat dengan Bu Melati yang sudah menganggap Kasih seperti anak kandungnya sendiri.

"Bu ... bagaimana Kasih bisa hidup tanpa ayah?" Kasih bercucuran air mata dan dengan bibir yang bergetar.

"Hei ...." Bu Melati melepaskan pelukannya dan beralih menangkupkan kedua tangannya di pipi Kasih. "Ingat, hidup dan mati seseorang itu terletak pada ketentuan Allah. Semua yang ada di dunia ini hanya titipan, termasuk orang-orang yang kita cintai. Kita doakan semoga ayahnya Kasih baik-baik saja dan cepat sembuh." Bu Melati memberikan nasihat sembari menatap sendu mata Kasih yang basah penuh air mata. Kasih manggut-manggut. Ia paham dengan apa yang dinasihatkan Bu Melati padanya bahwa apapun yang ada di dunia ini hanyalah titipan, dan sewaktu-waktu akan Allah ambil kembali ketika DIA berkehendak.

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hamyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran:185).

"Yang akan mengiringi mayit (hingga ke kubur) ada tiga.
Yang dua akan krmbali, sedangkan yang satu akan menemaninya. Yang mengiringinya tadi adalah keluarga, harta, dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali. Sedangkan yang tetap menemani hanyalah amalnya." (HR. Bukhari no. 6514 dan Muslim no. 2960).

Kasih yang tak tahan melihat ayahnya yang terbaring di brangkar sembari dengan mata yang masih menutup rapat, akhirnya ia berlari masuk ke dalam ruangan ayahnya yang sedang ditangani oleh dokter dan suster.

"Ayah!!!" seru Kasih yang sontak membuat dokter dan suster terperanjat oleh krhadiran Kasih yang tiba-tibs masuk ke dalam.

"Kasih!!!" seru Nayara dan Bu Melati bersamaan melihat Kasih yang nekat masuk ke dalam. Mereka berdua menyusul dan melihat Kasih yang tengah ditenangkan oleh suster di dalam pelukannya.

"Dek, tolong keluar dulu, ya. Sekarang kami sedang bertugas," ucap suster.

"Tolong selamatkan ayah, Dok, Sus." Kasih memohon. Dokter dan suster hanya mengangguk.

"Kasih, ayo kita keluar. Biarkan dokter dan suster menangani ayah kamu," ujar Bu Melati dan menuntun Kasih keluar dari ruangan.

Baru saja beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara lirih. "Ka ... sih ...." lirih suara yang terdengar dari mulut ayahnya Kasih. Kasih langsung berbalik badan. "Ayah!!!" seru Kasih dan mendekati ayahnya. Mata ayahnya terbuka perlahan. Setengah sadar ia tersenyum melihat Kasih yang tengah memeluknya. Tangis Kasih benar-benar pecah. Dokter dan suster tak bisa apa-apa. Mereka hanya menyaksikan kesedihan seorang anak melihat ayahnya tengah sekarat.

Kasih merasakan napas ayahnya yang tak normal. "Ayah bertahan, ya. Kasih nggak mau kehilangan ayah, seperti Kasih kehilangan ibu." Sedari tadi Kasih tak berhenti menangis.

"Nak ...." lirih ayahnya memanggil Kasih. Sontak, Kasih mendongak. Nayara dan Bu Melati pun ikut diam mematung melihat Kasih yang begitu bersedih hati.

"Ibu kamu ...." Napas ayahnya naik-turun semakin tak bisa terkontrol.

"Ibu? Ada apa, Yah?" Kasih masih terus berurai air mata.

"Ma ... sih ... hi ... dup."

Tuttt ...

"Ayahhh!!!" Kasih menjerit histeris ketika ayahnya mengembuskan napas terakhirnya.

Nayara dan Bu Melati mendekat ke arah Kasih dan menenangkan Kasih. Tangis mereka ikut pecah.

"Ayahhh!!!" jerit Kasih. Tiada henti-hentinya ia menjerit memanggil ayahnya yang sudah terbujur kaku dan pucat pasi.

"Innalillahi wainna ilaihi roji'un," ucap dokter dan suster.

"Yang sabar ya, Dek. Ayah kamu sudah meninggal." Dokter menepuk pelan bahu Kasih, isyarat menguatkan Kasih.

Nayara dan Bu Melati menuntun Kasih untuk sedikit menjauh dari tubuh ayahnya Kasih. Dokter menutup seluruh tubuh ayahnya Kasih dengan kain putih.

Sesak dadanya dan patah hatinya melihat cinta pertamanya itu telah berpulang pada Tuhannya.

"Ayah, terus Kasih tinggal sama siapa?" Kasih benar-benar putus asa setelah ditinggal pergi selama-lamanya oleh ayahnya tercinta.

"Kasih ... ada Bu Melati yang siap menjaga Kasih. Bu Melati senang kalau Kasih tinggal sama Bu Melati dan Nenek Halimah," ucap Bu Melati.

"T-tapi, Bu. Kasih nggak mau buat Bu Melati dan Nenek Halimah jadi repot," ucap Kasih.

Bu Melati menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nak, kamu sudah ibu anggap seperti anak sendiri. Jadi, jangan bilang lagi kalau kamu merepotkan ibu." Bu Melati meyakinkan Kasih bahwa dirinya tidak merasa direpotkan sama sekali oleh Kasih, justru sebaliknya bahwa ia sangat senang bila Kasih tinggal bersama dirinya dan ibunya.

Tak berlama-lama lagi, akhirnya jenazah ayahnya Kasih tengah diurus agar jenazahnya segera diantar ke rumah duka.

***

Jenazah dibawa ke rumah duka untuk dimandikan dan disalatkan. Dan setelah itu dimakamkan. Nayara dan Bu Melati turut serta mendampingi Kasih di pemakaman ayahnya. Tak henti-hentinya Kasih menangisi kepergian ayahnya. Di hatinya membekas duka yang begitu mendalam, pahitnya menerima kenyataan dan mengikhlaskan bahwa ayahnya telah pergi untuk selama-lamanya.

Selesai dikubur, satu per satu orang-orang melenggang pergi, terkecuali Nayara dan Bu Melati. Kasih berjongkok perlahan. Ia perlahan berjongkok dan memegang nisan ayahnya. "Ayah yang tenang di sana, ya. Kasih berusaha ikhlas melepas kepergian ayah.

Satu hal yang membuat hati seorang anak perempuan patah, yaitu kepergian ayahnya untuk selama-lamanya.

Ibu PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang