Trigger Warning:
This chapter contains sensitive content such as cursing, domestic violence, and depression.
Jadilah pembaca yang bijak.
≈≈≈
Waktu itu hari Sabtu, Joice sedang menunggu taksi online di depan rumahnya.
Gadis itu memakai kaos putih simple, cardigan coklat, celana panjang, dan rambutnya ia ikat sebagian saja. Ia pun hanya membawa tas kecil untuk menyimpan ponsel dan dompetnya.
Hari ini, Arsel mengajaknya ke rumah Artha untuk latihan band. Katanya sih sekalian berkenalan dengan Ibu, dan bermain-main. Joice tentu menyetujui ajakan Arsel, pasalnya ia sendirian di rumah dan merasa bosan.
"Mbak Joice?" ucap sopir Grab itu ketika sampai di depan rumahnya.
Joice mengangguk. "Alamat tujuannya sesuai aplikasi, Pak!" katanya sembari memasuki taksi.
Gadis itu sudah dalam perjalanan. Ia duduk di dalam taksi, sembari melihat jalan yang tampak asing di luar sana. Entahlah itu di mana, tetapi rasanya jauh sekali dari rumahnya. Joice tak tahu apa-apa tentang jalan di Kota ini, alamat yang kini ia tuju pun Arsel yang memberitahu.
Ia melamun karena tak tahu harus berbuat apa. Sopir taksi itu juga tampak tak berniat untuk berbicara, sehingga Joice diam saja.
Lagi-lagi ia teringat akan biola kakaknya yang sekarang sudah dibuang itu. Joice merasa bersalah sekali, apalagi di latihan hari ini ia hanya akan memainkan gitar.
Jika saja ia tidak ketahuan waktu itu, pasti ia dan kelompoknya bisa membawakan lagu mereka dengan lebih total, lebih istimewa, lebih menarik... intinya lebih baik!
Tiba-tiba ponsel gadis itu berbunyi. Agaknya ada sebuah pesan masuk entah dari siapa. Joice segera membuka ponselnya.
Oh, Arsel, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut di Utara: The Northern Sea
Teen Fiction[Telah Dibukukan] Karena laut di utara tak pernah damai, meski tak pernah terdengar kabarnya. Tetapi ini bukan cerita tentang laut. Ini cerita tentang hati manusia, tentang apa-apa yang terjadi ketika suatu kesalahan telah diperbuat. Ini tentang ap...