06. RAKSALOVA

17 3 0
                                    


Hallo👋
Semoga kalian cinta dengan cerita ini🤍
Vote dan komentnya ditunggu🦋

"PAPI UDAH BILANG SAMA KAMU RAKSA, JANGAN BERANTEM!" teriak Arsen, papi Raksa yang sudah kalang kabut akibat luka memar diujung bibir Raksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"PAPI UDAH BILANG SAMA KAMU RAKSA, JANGAN BERANTEM!" teriak Arsen, papi Raksa yang sudah kalang kabut akibat luka memar diujung bibir Raksa. Ia sudah memperingatkan anaknya untuk menghentikan kebiasaan buruk itu. Ia tidak ingin Raksa menjadi anak yang suka berantem dan semaunya sendiri.

Sedangkan Raksa hanya berdiam diri tanpa minat untuk menatap kearah papinya. Baginya hal seperti ini sudah makanan sehari-hari jika papinya pulang dari luar kota untuk menangani bisnisnya.

"Udah pi, sabar,"ucap Veira disamping Arsen dengan mengelus bahu suaminya untuk menenangkan situasi.

"Gak bisa mi, Raksa itu harus nurut sama papi! Cukup Reksan yang mengalaminya Raksa jangan!" Veira mengehela nafas pelan, apa yang dikatakan suaminya memang benar. Mereka berdua melarang Raksa bukan untuk mengekang putranya, tapi mereka tidak ingin mengulangi kejadian masalalu terulang untuk kedua kalinya.

Masih baik Arsen memberikan ijin Raksa menggantikan kakaknya sebagai ketua geng, tapi Arsen memberikan janji untuk Raksa agar tidak berantem atau tawuran tidak jelas diluar sana. "Jangan lupakan janji papi Raksa! Pimpin geng kamu ke jalan yang benar! Bukan untuk ke hal yang membahayakan nyawa!"

Raksa masih dengan wajah datarnya, ia mungkin sudah menjadi seorang pengingkar janji saat ini. Tapi ia tidak pernah mengiyakan janji papinya, karena Raksa tau resiko menjadi ketua geng itu tidak mudah! Ia harus menjaga semua anggotanya dari para musuhnya. Dan Raksa tidak bisa menampik bahwa didalam sebuah geng itu pasti tidak jauh-jauh dengan kata tawuran, berantem! Karena musuh selalu saja mengusiknya.

"Kehilangan itu bukan hal yang sepele Raksa, kehilangan lebih menyakitkan dari apapun," setelah Arsen mengucapkan kata yang membuat Raksa tertampar seketika, ia beranjak pergi meninggalkan Veira dan Raksa yang masih berada disana.

Veira menghampiri Raksa menepuk pundak putranya itu dengan pelan. "Apa yang dikatakan papi kamu bener Raksa, berangkat gihh! Nanti kamu telat," ucap Veira dengan senyum manisnya. Raksa pun beranjak untuk menyalami tangan kanan maminya dan melangkah menjauh kearah pintu.

Veira mengehela nafas pelan, ia menatap kepergian putranya dengan pandangan nanar. Ia selalu saja khawatir jika Raksa pulang membawa luka-luka diwajahnya, bukan hanya diwajahanya saja dulu ia pernah melihat luka sayatan dilengan kiri putranya, hal itu membuat Veira merasa gelisah sekaligus takut jika sewaktu-waktu ia mengalami kejadian yang membuat ia trauma sendiri. Maka dari itu Veira selalu menyuruh Raksa pulang dengan waktu tidak lebih dari jam sepuluh malam. Ia tidak ingin terjadi apa-apa terhadap putra satu-satunya itu.

●●●

Pagi ini Lova merasa dirinya tidak seperti hari-hari biasanya, saat ini ia sedang melamun memikirkan seribu cara agar ia bisa mendekati sang ketua Astroga itu. Jujur! Baru kali ini ia menghadapi masalah yang benar-benar membuat isi otaknya ingin keluar seketika! Kalau Lova disuruh memilih untuk menghafal rumus matematika atau mendekati Raksa, ia lebih memilih tidak melakukan semuanya! Ya karena mereka itu saudara! Bikin sakit sepala saja. Lova bahkan sudah merelakan waktu weekend nya yang biasa ia gunakan untuk bersantai-santai dirumah malah ia gunakan untuk berfikir tapi tanpa ada hasil yang menguntungkan! Menjengkelkan sekali.

RAKSALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang