Ia perlahan merunduk, menatap bayi yang kini telah menginjak usia 9 bulan.
Mengusap pipi bulat tersebut, Jake menatap nanar sang putra.
Entah apa lagi yang bisa diperbuatnya, setelah mengetahui rencana pernikahan sang suami yang ternyata selama ini adalah seorang pangeran, Jake lari dari negerinya.
Ia tak sudi tinggal di tanah yang sama bersama pangeran itu.
Mata Jake melebar saat merasakan pergerakan dari bayi yang berada di pelukannya.
"Sshhh, putraku yang manis... tidur yang tenang ya" bisiknya, berusaha membuat sang putra tidur kembali.
Namun gerakan perlahan tersebut tiba-tiba menjadi tangisan kuat.
"Jungwon, kenapa sayang?" Jake kalap mendengar suara tangisan yang sepertinya tak akan berhenti.
Tok tok
Mata Jake sontak menoleh, menatap pintu yang baru saja diketuk.
Bingung, Jake akhirnya kembali menepuk pantat Jungwon lembut. Berusaha menenangkan anak satu-satunya tersebut.
Tok tok tok
Ketukan pintu itu kembali mengalihkan perhatiannya.
"Sebentar"
Berjalan lebih cepat, Jake menaruh sang putra yang kini lebih tenang di tempat tidurnya.
Tanpa mengintip, Jake segera membuka pintu.
Matanya menyipit seusai membuka pintu, seseorang berpakaian jubah hitam berada di depannya.
"Anda siapa? Ada keperluan apa malam hari seperti ini?"
Pertanyaan Jake tak dijawab, namun justru ia yang tiba-tiba terdorong ke belakang. Pintu ditutup tiba-tiba.
Jake terkejut, panik menyergap. Dengan sekuat tenaga Jake menendang perut lelaki berjubah hitam tersebut.
"Arghh"
Melewatinya, Jake menarik gagang pintu.
"Percuma."
Jake tersentak. Menarik sekeras tenaga, namun tak terbuka. Ia melotot, berbalik cepat.
Suara tangisan bayi terdengar, membuat atensi pemuda berjubah hitam langsung teralihkan.
"Dia... putramu?"
Takut, Jake tak berkutik saat pemuda itu menatap lama bayi Jungwon yang menangis.
