Kembali ke tahun 2019, tepatnya siang terik tanggal 30 September.
“Syifa…"Kata pertama yang baru terbentuk dari pita suara Bu Dewi. Bu Dewi barusan menghentikan timer penghitung menit keheningan yang mereka ciptakan selama 10 menit. Ia melanjutkan “Bagaimana harimu?”
Syifa tampak sedikit gugup, padahal Ia telah berulangkali duduk di kursi Interogasi yang bahkan Syifa juga yang menamakannya begitu. Syifa tahu Bu Dewi dari tadi memikirkan kalimat demi kalimat yang pas untuk dirinya. Memang hati Syifa cukup mengeras untuk dinasehati lagi.
“Alhamdulillah baik bu,” Syifa diam sebentar, Ia cukup takut dengan pertanyaan random dari Bu Dewi “kali ini ad…….”
Bu Dewi memotong kalimatnya sebelum draft kalimatnya rusak sia-sia, “ Syifa, kali ini ibu yang mau bertanya duluan”
Bu Dewi bertanya seraya bangkit dari kursi jingganya yang berjenis Side Chair menuju rak-rak catatan pelanggaran dan prestasi siswa disamping kursi Interogasi yang diduduki Syifa.
Bu Dewi langsung mengarah ke rak kedua yang lebih kecil dari rak-rak lainnya. Bu Dewi sengaja menspesialkan-nya, pelanggaran Syifa cukup memusingkan Bu Dewi, Syifa terus melanggar sesuatu yang aturannya belum pernah tertulis. MIsalnya, Syifa pernah menonton drakor dengan laptop sekolah, mem-print e-book novel, dan kali ini mungkin lebih aneh lagi.
“Apa definisi ‘tanggung jawab’ itu?” Bu Dewi melanjutkan pertanyaannya sambil membawa berkas tebal dari box file bermotif yang juga spesial, karena sekali lagi jenis pelanggarannya tidak ada duanya. Bu Dewi kembali ke kursi duduknya lantas menaruh berkas tadi. Berkasnya tertampang jelas foto dan nama Syifa kelas XII MIPA 1 di covernya
“Tanggung Jawab?”
“Iya, tanggung jawab.” Wakasek Kesiswaanya memperjelasnya kembali. Ia telah berumur, kira-kira 45 tahun. Namun, Ia masih bersabar dan tahan akan kelakuan anak satu ini. Terlihat jelas, mimiknya menyiratkan bahwa Ia sangat menyukai Syifa. Kali ini Ia berencana membuat perjanjian Win to Win.
Syifa tidak cukup kaget dengan pertanyaan random Bu Dewi, Ia langsung menjawab tanpa gugup sama sekali, “Tanggung jawab tidaklah sesederhana dua kata‘tanggung’ dan ‘jawab’. Namun seharusnya tanggung jawab adalah hasrat untuk berusaha membuktikan bahwa tindakannya tidaklah melanggar, malah tindakannya adalah keputusan yang tepat.”
“Hhmmm…” Jawaban Syifa cukup untuk tidak membuat bu Dewi sedikit berkicau. Malah Bu Dewi keliatan cukup tertarik melanjutkan diskusi ini. Bu Dewi tersenyum sedikit asam. Ia telah memulainya. Tak ada jalan lagi, ia tetap harus melanjutkannya sesuai dengan rencana awalnya. Ia tak ingin diskusi ini terkesan alih-alih menasehati namun menyadarkannya dengan diplomatis dan persuasif.
Hasrat. Kenapa kata itu yang harus tercipta. Bodoh. Ia merasa gerak tubuh Bu Dewi seolah berkata yuk kita lanjutkan pembicaraan ini. Untuk saat ini, ia tidak bisa memprediksi alur diskusi mereka. Apakah akan memanas seperti yang sering terjadi? Ia tidak tahu pasti. Namun Syifa sedikit ceroboh, Ia lupa memikirkan tentang inti pembicaraan ini.
Bu Dewi keliatan memajukan badannya selurus dengan pandangan Syifa. Ia juga mengatupkan tangannya dengan siku yang ditopang oleh meja plastik keras.
“Syif, kemarin ibu tidak sengaja melewati laboratorium kimia. Tirai jendelanya sedikit terbuka dan ada celah yang menampakkan sesuatu. Ibu penasaran melihatnya, dan tahu Syifa, ibu melihat oven yang tidak asing. Ibu hanya ingin memastikan itu oven siapa dan darimana?”. Bu Dewi memastikan seraya menyodorkan foto ke Syifa.
“Oven?” gumam Syifa seraya melihat foto dari Bu Dewi. Memori waktu itu tiba-tiba hinggap di kepala Syifa.
Beberapa pekan yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DNA, Karya, dan Cipta
Teen FictionSebuah cerita tentang misteri...... Bercerita tentang peneliti muda ceroboh yang merasa ada idol Korea didalam jiwanya Jiwa ini akan menuntun ia menyelesaikan masa lalu dan masa depan mereka Kemudian gadis ini tiba-tiba menghilang. Namun tatkala Ia...