"Gua ngerasa gak enak kalo ketemu Jia," kata Haruto.
Jeongwoo noleh kaget, "Naha?"
"Lu tau gak, sepanjang ujian gua kerja sama ama Jia," lanjut Haruto. "Gak bisa dibilang kerja sama sih, soalnya gua lebih banyak nanya."
"Lah iya lu berdua duduk sebelahan ya," respon Jeongwoo, Haruto ngangguk.
"Kita sukses bareng, blangsak juga kudu bareng.” Haruto natap Jeongwoo yang lagi makan cimol, Jeongwoo ngangguk-ngangguk. "Gua bilang gitu ke si Jia. Pokoknya kudu bareng-bareng lah kita bertiga."
"Lu gak enak karena bilang gitu tapi kita bertiga gak bareng-bareng? Gimana sih gua gak paham."
"Gak gitu tot. Gua nyontek ke si Jia, gua nya masuk sekolah favorit, Jia nya masuk swasta," seru Haruto.
Jeongwoo ketawa, lalu nepuk-nepuk pundak Haruto. "Negeri sama swasta kagak ada bedanya menurut gua. Malah bagusan swasta." Jeongwoo mengangkat bahunya.
"Ya tetep aja gua ngerasa gak enak."
"Sekolah di sekolah favorit juga gak menjamin lu bakal sukses AOWKWOWKOWKWOKWK."
"Anjing lu," sungut Haruto.
Jeongwoo ketawa ngakak. "Doy, ambilin mineral."
Doyoung yang baru aja mau duduk jadi balik lagi, dasar kurang ajar.
"Bener juga sih," gumam Haruto pelan.
"Udah, gak usah dipikirin lah," seru Jeongwoo nepuk pundak Haruto.
"Tapi kata lu tadi si Jia nyindir gua gak sih?" tanya Haruto.
"Enggak sih. Heureuy hungkul si Jia mah," kata Jeongwoo.
"Kenapa sih? Jia siapa?" tanya Doyoung baru dateng sambil naro mineral di meja.
"Temen gua sama si Uto."
"Berantem? Salah paham?" tanya Doyoung.
"Tau tuh si Naruto." Jeongwoo nunjuk Haruto pake dagunya.
"Pokoknya zonasi anjing."
"Emang anjing," seru Doyoung. "Mana angkatan gua full pake skor jarak rumah ke sekolah bangsat."
"HAHAHAHAHAH IYA BRENGSEKKKKK KOK LU BISA MASUK SINI," tanya Haruto, Doyoung cuma naik-naikkin alisnya.
"Kepala sekolahnya temen tante gua," jawab Doyoung.
"ANJINGGGGG PAKE ORANG DALEM," seru Jeongwoo.
"Sut yah," ujar Doyoung, lucu dah.
"Kagak guna juga sih gua jadiin gosip, lu nya udah mau lulus," kata Jeongwoo.
"Tega lu temen sendiri dijadiin bahan gosip."
"KAN KAGAKKKKK."
"Emang tuman si Jeongwoo, kick aja dari bumi," kata Haruto.
"Buset malah gua yang dibully."
"Btw, si Junghwan dah balik?" tanya Doyoung sambil ngeliat jam di tangannya.
"Udah, tadi ditelpon sama bundanya," jawab Jeongwoo.
Haruto ketawa ngeledek, "Hahahahaha dasar bocil, anak bunda."
Beda sama Haruto yang malah ngetawain Junghwan, Doyoung dan Jeongwoo malah ngecek hapenya. Takut disuruh balik juga sama orang tua soalnya udah jam 7 malem. Tapi gak ada tanda-tanda bonyok nyuruh pulang.
"Udah disuruh pulang lu?" tanya Jeongwoo.
Doyoung ngegeleng, "Pantang pulang sebelum disuruh."
"Ntar nginep ya di sini," kata Haruto, Doyoung ngangguk sambil ngangkat ibu jarinya.
Baru aja mau minum cola, handphone Haruto bunyi.
"Anjing!!!" seru Haruto sebelum ngangkat telponnya.
"Kak, dimana?" tanya Mamanya.
"Ini, Ma, di—"
"Matiin dulu atuh rokoknya, To, teu sopan pisan," celetuk Jeongwoo.
"KAKAK NGEROKOK??!!!!!!!"
Bangsat.
💭
Doyoung sampe di rumahnya sebelum jam makan malam. Setelah Haruto disuruh pulang, Jeongwoo juga ikut pulang karena Jeongwoo nebeng Haruto. Daripada sendirian ngenes di warung, mending Doyoung pulang lah.
Doyoung memarkirkan motor kesayangannya di garasi, kemudian masuk ke dalam rumah disambut oleh sang ibu tersayang.
"Udah pulang?" tanya Mamanya.
"Belum, Ma," jawab Doyoung KAGAK TAU SOPAN SANTUN langsung naik ke atas, ke kamarnya.
Untung anak sendiri ya.
Setelah Doyoung selesai bebersih, Doyoung turun ke bawah, lebih tepatnya ke dapur. Orang tuanya udah duduk di meja makan, siap-siap buat makan malem. Doyoung nyusul duduk.
"Doyoung, kamu mau lanjut kemana?" tanya Papanya, padahal baru aja Doyoung mau nyuap makanan.
Lagian baru aja sebulan Doyoung di kelas 12, terlalu cepet buat Doyoung. Sejujurnya, Doyoung belum tau apa cita-citanya.
"Makan dulu, Pa," tegur Mamanya. Doyoung mengangguk-angguk menyetujui ucapan Mamanya.
Acara makan malam itu berjalan dengan tentram. Bunyi sendok berdentingan memenuhi ruangan. Doyoung memasukkan suapan terakhirnya ke dalam mulutnya. Sedangkan orang tuanya sudah selesai lebih dulu.
"Papa sih pengennya kamu ke kedokteran. Tapi Papa gak maksa, pilihan ada di tangan kamu," ujar Papa Doyoung.
Yailah baru aja gua selesai makan.
Doyoung mengambil minum, lalu mengangguk kecil, paham dengan perkataan Papanya.
"Kamu maunya lanjut kemana?" tanya Mamanya.
Doyoung diem, Doyoung udah mikirin ini dari lama sebenernya. Tapi Doyoung gak nemu apa yang dia mau. Sejak masuk IPA, Doyoung gak mikir apa-apa selain lanjut jadi apa yang Papanya mau— jadi dokter maksudnya.
Doyoung gak dikekang kok, Doyoung bukan anak yang harus ngikutin setiap keinginan orang tuanya. Doyoung dikasih kebebasan, Doyoung selalu dikasih pilihan. Tapi karena sebebas itu dan sebanyak itulah pilihannya, Doyoung jadi bingung.
Sedari kecil Doyoung selalu bilang, “bebas” atau “aku ikut mama papa aja” karena emang sebingung itu Doyoung. Makanya setelah didaftarin ke IPA anaknya ngangguk-ngangguk aja. Dikirim ke bulan juga kayaknya Doyoung bakal ngangguk-ngangguk aja.
Gua tuh mau jadi apa sih? Gak ada... dan gak tau. Yang Doyoung mau ya sukses dan bahagiain orang tua. Entah dengan cara apa. Dengan ngikutin kemauan orang tua kali ya....?
Dibilang gak ada tujuan hidup... ya bener sih, tapi salah juga karena Doyoung gak sepasrah itu sama hidupnya. Belum nemu jalannya aja kali ya.
"Kayaknya aku mau lanjut kedokteran aja."
Kedua orang tuanya tersenyum senang ke arahnya. Papanya mengangguk semangat sembari mengangkat jempolnya.
"Kalo ada apa-apa bilang aja ke Papa, ya?" kata Papa Doyoung mengacak rambutnya penuh kasih sayang.
Ngeliat orang tuanya yang senyum seneng gitu tentu Doyoung ikut seneng dong.
Iya... Doyoung emang senyum, tapi gak ada yang tau kalo sebenernya Doyoung ngerasa terbebani.
Tapi Doyoung tau kok, apa yang orang tuanya pilih pasti itu yang terbaik buat Doyoung. Doyoung bakal terus berusaha walaupun itu sulit.
Well, nothing is easy.