6. perihal cinta diri ⁚ Zen tanya, kenapa?

56 13 0
                                    

━━━━━━━━━//━━━━━━━━

Di pagi yang cerah, aku menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Menikmati setiap aroma embun yang aku hirup dan senyumku otomatis terkembang. Menyejukkan. Aku suka udara pagi, apalagi ketika pada malam harinya hujan datang. Begitu menyegarkan.

“Iya kan, Jeno?”

Jeno yang tengah melepaskan helmnya dan menaruhnya di salah satu spion motor itu mengernyit. Ia turun dari motor menyusulku yang telah berdiri di sampingnya. “Apasih? Nggak jelas,” sindirnya. Aku mendecih.

“Udaranya, enak kan?” Aku kembali bertanya sembari melingkarkan lengan kananku di lengan kirinya. Berjalan beriringan memasuki gedung fakultas kami.

Jeno menghela napasnya. “Kebiasaan. Kalau ngomong itu jangan di dalam hati, aku mana tahu kamu bahas apaan tadi.”

“Aku pikir bisa kayak sinetron.”

“Jangan bodoh ya, Zendaya.”

Aku benci ejekannya. Tapi perkataannya itu benar. Namun, tetap saja! Aku memilih untuk diam, tak mau membantah layaknya biasa. Mungkin aku saja yang aneh. Ya, memang. Aku juga tidak akan mengelak.

“Oh! Zen, bahaya!”

Aku melihat Yeonjun berlari ke arahku. Ia nampak mengkhawatirkan sesuatu. Aku lantas berusaha melepaskan gandenganku pada lengan Jeno, namun sang empu malah menahannya. Aku menatapnya yang nampak datar menatap Yeonjun yang mulai dekat di depan kami. Aku menghela napas dan tetap merangkul lengan kiri Jeno yang ia rapatkan sebagai upaya pencegahan tadi.

“Kenapa?” Bukan aku yang menjawab. Ya, itu Jeno. Yeonjun nampak tak merisaukan raut tak suka Jeno. Sepertinya memang ada hal genting.

“Si Arin nggak bawa makalahnya kemarin! Si Soobin juga dihubungin nggak bisa! Tapi kita harus kumpulin hari ini!”

Aku mengerutkan alis, “Kalau suruh Arin balik?”

“Rumahnya jauh, lo tahu sendiri. Dia bukan anak kosan deket kampus ya, Zen.”

“Ya udah, print lagi.” Jawaban kelewat santaiku itu sepertinya tak membuat kegelisahan Yeonjun mereda.

“Zendaya, lo tahu nggak sih, masalahnya gue juga nggak bawa laptop ataupun flashdisk!”

Sekarang, aku tahu apa masalahnya. “Terus gimana dong?!” Akhirnya juga, aku ikut gelisah.

“Ya makanya, gue juga—”

“Di mana?”

“Hah?”

Jeno dan Yeonjun kini kembali saling bersitatap, Yeonjun masih tak mengerti. Apa yang ditanyakan Jeno barusan?

“Rumah lo, di mana? Biar gue ambil terus print lagi.”

Aku, pun Yeonjun mendelik. “L-lo serius?!”

“Gue nggak mau Zendaya dapat nilai jelek gara-gara anggota kelompoknya yang lalai. Buruan kasih tahu gue.”

Sindiran itu kurasa mampu membuat Yeonjun diam membeku karena merasa apa yang diucapkan Jeno adalah benar. Tapi mata Yeonjun beralih padaku, meminta persetujuan. Namun, aku menolak.

“Justru ini karena anggota kelompok aku, kamu sebagai orang luar nggak boleh ikut campur. Kamu ada kelas pagi sama kayak aku Jeno, jangan bolos.”

Yeonjun pun mengangguk. Ia meminta maaf, tapi ia pula tak mau merepotkan Jeno. Meskipun aku yang sebagai anggota kelompoknya adalah pacar Jeno. Ini biar saja menjadi tanggung jawab kami. Tapi Jeno mendecak. Ia membalikkan tubuhnya dan menatapku tegas.

“Jangan buang waktu. Kalau emang rumah dia lebih deket, aku yang bakal ke sana. Aku juga yang print. Dia bisa ikut sebagai tanggung jawab dari kelompok kamu. Setelahnya, aku pastiin makalahnya siap sebelum jam mata kuliah pertama selesai.”

Aku menatapnya beberapa saat, hingga aku bertanya, “Kenapa?”

Jeno mengerlingkan matanya, ia kembali menatapku.

“Karena si cewek aneh, yang anehnya bisa buat aku rela jadi budak.”

━━━━━━━━━//━━━━━━━━

thursday, 7 october 2021

𝙠𝙚𝙚𝙥𝙮𝙤𝙪𝙨𝙖𝙛𝙚 ⁚ Lee Jeno Ft. NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang