Kicauan burung di pagi hari mengusik pendengaran Alena yang sedang tertidur pulas di atas kasurnya. Alena berjuang untuk bangun dari tidur, lalu mengambil benda pipih yang tergeletak diatas meja samping kasur.
Tidak ada notif masuk, maka ia kembali menaruh ponselnya dan bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
Ketika Alena membuka pintu kamarnya. Hening. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumahnya. Kebetulan adiknya sedang menginap dirumah temannya. Alena pergi menuju dapur kemudian membuka tudung saji. Alena menghembuskan nafasnya. Tidak ada makanan, hanya ada air putih yang tersedia diatas meja makan. Alena sudah sangat terbiasa dengan keadaan seperti ini. Sekelibat rasa menjulur ke seluruh tubunya, gadis itu merindukan mamahnya yang entah berada dimana.
Waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima menit. Buru-buru Alena memakai sepatu serta mengunci pintu rumahnya lalu pergi menuju sekolah.
****
Alena turun dari angkutan umum dan melihat gerbang akan segera ditutup. Namun, kecepatan berlari Alena behasil mengalahkan gerbang yang hampir sudah tertutup rapat. Deru nafas Alena akibat berlari tadi membuat ia mendadak haus, ia memeriksa tasnya dan betapa bodohnya ia lupa membawa minum.
"Wah, gue lupa bawa minum dong." gumam Alena kembali menutup tasnya.
Langkah Alena terhenti kala melihat sebuah botol air mineral dihadapannya. Ia mendongak, mendapatkan sosok laki-laki yang sangat ia benci sekarang.
"Buat lo," Bara memberi botol yang berisi air putih itu pada Alena.
"Nggak perlu, gue bisa beli sendiri." ketus Alena, lalu melanjutkan langkahnya meninggalkan Bara sendiri di gerbang sekolah.
Bara menghela nafas, Alenanya sudah berubah. Dan itu semua akibat perbuatan bodohnya. Dilihatnya Alena sudah semakin menjauh, pemuda kemudian menyusulnya.
"Gue minta maaf Al, lo boleh tampar gue berkali-kali yang lo mau, gue terima. Lo mau marahin gue sepuasnya gue akan terima itu. Tapi jangan diemin gue kayagini Al." Ujar Bara yang masih terus mengikut langkah kaki Alena.
Alena tak menggubris, ia terus berjalan dan sedikit mempercepat langkahnya. Kali ini hausnya mendadak hilang. Maka ia memutuskan untuk menuju kelas.
"Al please, kasih gue kesempatan buat nembus kesalahan gue. Ini sudah tepat dua bulan lo jauhin gue Al, gue nggak sanggup. Gue masih butuh lo," Ucap Bara memohon.
"berisik! lo bisa diem nggak?" ujar Alena menghentikan langkahnya emosi.
"gue nggak kenal lo, jadi stop ganggu gue." lanjutnya lalu memasuki kelas dan menutup pintu.
Dua bulan Alena menjauhi Bara, dua bulan juga Bara terus berjuang tidak pantang menyerah agar mendapatkan maafnya Alena.
"gue kangen banget sama lo Al," lirih Bara kemudian meninggalkan kelas Alena.
Alena mendengarnya dengan jelas, namun Alena tidak merasa kasihan sama sekali dengan sikap Bara yang mengemis permintaan maaf padanya. Alena benar-benar kecewa dengan Bara, maka jangan salahkan Alena dengan perubahan sikapnya.
"oi, ngapain lo disini?" ucap Kinan melihat temannya itu bersandar di samping pintu kelas.
"hah? oh nggak ngapa-ngapain." Alena gugup.
"lo bawa minum nggak? gue minta dong.."
"bawa," Kinan memberikan botol minumnya ragu.
Alena terus meneguk air munum milik Kinan tanpa jeda.
"loh habis," jujur Alena memberi raut wajah memelas.
"santai, nanti beli lagi di kantin."
"hehe, okay thanks ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBEAT
Teen FictionSeorang gadis yang merasa dirinya selalu tidak mendapatkan kebahagiaan bahkan dalam hal sekecilpun dia belum bisa merasakan. Bersikap dewasa setiap harinya, tidak pantang menyerah. Dan selalu bersyukur setiap masalah yang di alaminya.